Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki
banyak kekhususan yang tidak dimiliki oleh orang lain, bahkan sebagian
kekhususan tersebut tidak dimiliki oleh para nabi ‘alaihimush-shalatu was-salam.
Mengapa kita harus mengetahui
kekhususan-kekhususan ini? Karena untuk dapat mencintai Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dengan sempurna kita harus mengetahui hal ini,
sehingga kita bisa membedakan dan membandingkan kekhususan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak dimiliki oleh Nabi yang lain.
Di antara kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari semua nabi adalah sebagai berikut:
- Kekhususan yang Allah berikan
kepadanya dengan menjadikan tanda kenabian yang paling besar untuknya
dan terdapat di dalam kitab-Nya (Al-Qur’an)
Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam
yang berpahala jika membacanya dimulai dari surat Al-Fatihah sampai
surat An-Nas. Perlu penulis tekankan bahwa Al-Qur’an bukanlah makhluk,
sebagaimana diyakini oleh orang-orang yang menyimpang dari akidah
Ahlus-sunnah wal-jama’ah.
Mengapa Al-Qur’an bisa menjadi mu’jizat yang paling besar dan paling agung dari seluruh mu’jizat-mu’jizat yang lain yang diberikan kepada para Nabi?
Setidaknya ada tiga sebab yang dapat penulis sebutkan di dalam makalah ini, yaitu:
1. Mu’jizat-mu’jizat
para nabi sesuai dengan keadaan masing-masing nabi dan diberikan sesuai
dengan kebutuhan nabi-nabi tersebut pada zamannya. Sebagai contohnya
adalah tongkat Nabi Musa ‘alaihissalam. Tongkat beliau bisa
berubah menjadi ular untuk menaklukkan para penyihir. Kita semua
mengetahui bahwa pada saat itu, para penyihir dianggap orang yang paling
hebat dan sangat dikagumi. Begitu pula dengan mu’jizat yang diberikan Allah keadaan Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, beliau bisa menghidupkan orang mati. Mu’jizat
ini diberikan untuk mengalahkan para tabib yang banyak menyebar pada
saat itu. Pada saat itu ilmu ketabiban menjadi sangat masyhur dan
dianggap sangat hebat sehingga orang-orang tergantung padanya.
Berbeda halnya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau diberikan mu’jizat
Al-Qur’an yang berisi kalamullah (perkataan Allah). Al-Qur’an
mengalahkan semua orang-orang yang fasih dan pintar, para penyair dan
ahli-ahli hikmah. Mereka tidak akan bisa menandingi Al-Qur’an sampai
akhir zaman. Karena dari diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai
sekarang ini, orang-orang lebih tertarik dengan kecerdasan berpikir,
berpendapat dan berhujah bila dibanding dengan kekuatan atau kesehatan
fisik saja. Selain itu, Al-Qur’an bisa juga menandingi para penyihir dan
para tabib sampai akhir zaman. Caranya adalah dengan membaca atau
meruqyah dengan Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an adalah mu’jizat yang paling agung.
2. Al-Qur’an tidak bisa dipahami kecuali oleh orang yang berilmu dan memahami bahasa Arab dengan baik.
Inilah yang membedakan Al-Qur’an dari semua mu’jizat. Mu’jizat-mu’jizat selain Al-Qur’an dapat dipahami hanya dengan melihat, mendengar atau dirasakan oleh pancaindra.
3. Al-Qur’an berlaku untuk semua
manusia dan jin hingga akhir zaman. Berbeda dengan kitab-kitab yang lain
yang diturunkan oleh Allah, kitab-kitab tersebut belum sempurna dan
hanya dikhususkan untuk kaum tertentu saja.
Inilah beberapa sebab yang menjadikan Al-Qur’an sebagai mu’jizat
yang paling agung dan paling besar. Barang siapa yang telah mendalami
Al-Qur’an, memahami tafsirnya dan ilmu-ilmu yang berhubungan dengan
Al-Qur’an, maka dia akan semakin merasakan besarnya keajaiban mu’jizat yang diturunkan oleh Allah ini.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Al-Qur’an yang memuat kandungan kitab-kitab sebelumnya ditambah dengan surat-surat mufashshal[1]
Al-Qur’an adalah kitab suci yang sempurna
yang melengkapi kitab-kitab sebelumnya. Berbeda dengan kitab-kitab suci
yang lainnya. Al-Qur’an tidak akan “habis dimakan oleh waktu”.
Kekhususan seperti ini tidak dimiliki oleh nabi yang lainnya.
عن وَاثِلَةَ بْنِ الْأَسْقَعِ أَنَّ النَّبِيَّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: ((أُعْطِيتُ مَكَانَ التَّوْرَاةِ السَّبْعَ وَأُعْطِيتُ مَكَانَ الزَّبُورِ الْمَئِينَ وَأُعْطِيتُ مَكَانَ الْإِنْجِيلِ الْمَثَانِيَ وَفُضِّلْتُ بِالْمُفَصَّلِ.))
(1) Artinya: Diriwayatkan dari Watsilah bin Al-Asqa’ bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Saya diberikan yang menyerupai Taurat dengan tujuh (surat)[2], dan diberikan yang menyerupai Zabur dengan Al-Mi’in[3] dan diberikan yang menyerupai Injil dengan Al-Matsani[4]. Dan saya diberi kelebihan dengan Al-Mufashshal.”[5]
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Al-Qur’an yang di dalamnya ada Nasikh dan Mansukh[6].
Allah subhanahu wa ta’ala telah
menurunkan Al-Qur’an secara berangsur-angsur. Hukum-hukum pun diturunkan
secara berangsur-angsur hingga akhirnya hukum Islam menjadi sempurna.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ مَا نَنسَخْ مِنْ آيَةٍ أَوْ نُنسِهَا نَأْتِ بِخَيْرٍ مِنْهَا أَوْ مِثْلِهَا أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ }
(2) Artinya: “Ayat mana saja yang kami nasakh-kan
(hapuskan), atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, maka kami
datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya.
Tidakkah kamu mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala
sesuatu?” (QS Al-Baqarah : 106)
Kekhususan ini tidak dimiliki oleh nabi yang lainnya. Akan tetapi, yang perlu menjadi catatan, Nasikh dan Mansukh di dalam Al-Qur’an hanya untuk ayat-ayat yang mengandung hukum saja. Adapun ayat-ayat yang mengandung pengabaran ghaib maka tidak terdapat Nasikh dan Mansukh di dalamnya.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau diutus kepada semua golongan jin dan manusia.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus
untuk semua jin dan manusia, tanpa terkecuali dan tidak membedakan suku
yang satu dengan yang lain. Adapun nabi-nabi yang lain, mereka diutus
untuk kaum atau bangsa tertentu saja.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا }
(3) Artinya: “Maha Suci Allah
yang Telah menurunkan Al-Furqan (Al-Qur’an) kepada hamba-Nya, agar dia
menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (QS Al-Furqan : 1)
Maksud seluruh alam di sini adalah seluruh jin dan manusia.[7]
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman:
{ قُلْ أُوحِيَ إِلَيَّ أَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ فَقَالُوا إِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا * يَهْدِي إِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا أَحَدًا }
(4) Artinya: “(1) Katakanlah
(ya Muhammad): “Telah diwahyukan kepadamu bahwasanya sekumpulan jin
telah mendengarkan (Al Quran), lalu mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami
Telah mendengarkan Al Quran yang menakjubkan, (2) (yang) memberi
petunjuk kapada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami
sekali-kali tidak akan mempersekutukan seseorang pun dengan Tuhan
kami.’.” (QS Al-Jin : 1-2)
Ayat ini juga menjelaskan bahwa jin termasuk golongan makhluk Allah yang dibebankan untuk melaksanakan syariat Allah.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan diberi pertolongan sebelum berperang dengan tumbuhnya rasa takut di hati-hati musuh sejauh sebulan perjalanan
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan bumi yang bisa dijadikan masjid (tempat shalat) dan sebagai penyuci dengan bertayammum
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan dihalalkan baginya harta rampasan perang (ghanimah)
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan syafaat pada hari kebangkitan nanti
Dalil yang menunjukkah hal itu semua adalah hadits berikut:
عن جَابِرُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ وَجُعِلَتْ لِي الْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً
(5) Artinya: Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Saya diberikan lima hal yang tidak diberikan kepada seorang pun
selainku: saya ditolong dengan rasa ketakutan (pada diri musuh) sejauh
sebulan perjalanan, dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan penyuci
–Siapapun di kalangan umatku yang mendapatkan waktu shalat, maka hendaklah ia shalat-,
dihalalkan bagiku ghanimah-ghanimah (harta rampasan perang) yang dulu
tidak dihalalkan bagi siapapun sebelumku, diberikan kepadaku syafaat,
-dulu seorang nabi hanya diutus kepada kaumnya saja- sedangkan saya
diutus kepada seluruh manusia.”[8]
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan hari Jum’at
Orang-orang Yahudi menjadikan Sabtu
sebagai hari raya mingguan mereka, Orang-orang Kristen menjadikan
Ahad/Minggu sebagai hari raya mingguan mereka. Sedangkan kaum muslimin,
Allah telah menjadikan Jum’at sebagai hari raya mereka.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْنُ الْآخِرُونَ الْأَوَّلُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَنَحْنُ أَوَّلُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ بَيْدَ أَنَّهُمْ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِنَا وَأُوتِينَاهُ مِنْ بَعْدِهِمْ فَاخْتَلَفُوا فَهَدَانَا اللَّهُ لِمَا اخْتَلَفُوا فِيهِ مِنْ الْحَقِّ فَهَذَا يَوْمُهُمْ الَّذِي اخْتَلَفُوا فِيهِ هَدَانَا اللَّهُ لَهُ قَالَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فَالْيَوْمَ لَنَا وَغَدًا لِلْيَهُودِ وَبَعْدَ غَدٍ لِلنَّصَارَى.
(6) Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
‘Kita adalah kaum yang terakhir tetapi yang pertama di hari kiamat.
Kita adalah orang pertama yang masuk ke dalam surga, meskipun mereka
diberikan kitab sebelum kita dan kita mendapatkan kitab setelah mereka.
Kemudian Allah memberi petunjuk kepada kita berupa kebenaran atas
apa-apa yang mereka berselisih di dalamnya. Ini adalah hari yang mereka
berselisih tentangnya. Allah telah memberi petunjuk kepada kita untuk
hari ini. -Berkata (seorang perawi), ‘yaitu hari Jumat’-. Hari ini
adalah hari kita, besok adalah hari orang Yahudi dan besok lusa adalah
hari orang Nashara (Kristen).”[9]
Hadits di atas juga menunjukkan bahwa kita adalah kaum terakhir yang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
mereka. Dengan demikian. Ini menjadi dalil yang jelas tidak ada nabi
baru dan tidak ada umat setelah umatnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan cara Allah memanggilnya di dalam Al-Qur’an dengan panggilan yang menunjukkan sifat-sifat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi kekhususan ini dan tidak diberikan kepada Nabi yang lain. Allah subhanahu wa ta’ala memanggil beliau dengan ‘Ya Ayyuhannabi![10] (Wahai Nabi!)’ dan ‘Ya Ayyuharrasul![11]
(Wahai Rasul!!) dan tidak memanggilnya dengan namanya. Berbeda dengan
Nabi yang lainnya, Allah memanggil mereka dengan namanya saja.
Al-’Izz bin Abdissalam berkata, “Kekhususan ini tidak didapatkan oleh selainnya (Nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setiap nabi dipanggil dengan namanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ وَقُلْنَا يَا آدَمُ اسْكُنْ أَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ }
(7) Artinya: “Kami berkata, ‘Ya Adam! Diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini.” (QS al-Baqarah : 35)
Dan juga firmannya:
{ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ اذْكُرْ نِعْمَتِي عَلَيْكَ }
(8) Artinya: “Hai Isa putra Maryam! Ingatlah nikmat-Ku kepadamu.” (QS Al-Maidah : 110)
Dan juga firmannya:
{ يَا مُوسَى إِنِّي أَنَا اللَّهُ }
(9) Artinya: “Ya Musa! Sesungguhnya Aku adalah Allah.” (QS Al-Qashash : 30)
Dan juga firmannya:
{ يَا نُوحُ اهْبِطْ بِسَلامٍ مِنَّا }
(10) Artinya: “Ya Nuh! Turunlah dengan keselamatan yang Kami berikan.” (QS Hud : 48)
Dan juga firmannya:
{ يَا إِبْرَاهِيمُ * قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا }
(11) Artinya: “Ya Ibrahim! Engkau telah membenarkan mimpi itu.” (QS Ash-Shaffat: 104-105)
…Sesungguhnya kedudukan orang yang
dipanggil oleh Allah dengan sebaik-baik nama dan sifat yang dimilikinya
lebih mulia dan lebih dekat di sisi-Nya, bila dibandingkan dengan orang
yang dipanggil dengan namanya saja.”[12]
Adapun penyebutan nama nama Nabi
“Muhammad” di dalam Al-Qur’an bukanlah panggilan akan tetapi penyebutan
itu hanyalah untuk pengabaran saja.[13]
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seseorang dilarang untuk memanggilnya dengan namanya atau memanggilnya sebagaimana kebanyakan manusia
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah nabi yang mulia. Oleh karena itu, tidak pantas memanggilnya dengan panggilan seperti panggilan orang biasa.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ لا تَجْعَلُوا دُعَاءَ الرَّسُولِ بَيْنَكُمْ كَدُعَاءِ بَعْضِكُمْ بَعْضًا }
(12) Artinya: “Janganlah kalian
jadikan panggilan Rasul di antara kalian seperti panggilan sebagian
kalian kepada sebagian (yang lain).” (QS An-Nur: 63)
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sumpah Allah dengan menggunakan kehidupannya
Allah subhanahu wa ta’ala telah bersumpah dengan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam Al-Qur’an. Ini menunjukkan akan mulianya kehidupan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ لَعَمْرُكَ إِنَّهُمْ لَفِي سَكْرَتِهِمْ يَعْمَهُونَ }
(13) Artinya: ” Demi umurmu
(Muhammad), Sesungguhnya mereka terombang-ambing di dalam kemabukan
(kesesatan).” (QS al-Hijr: 72)
Ibnu Katsir menjelaskan, “Allah subhanahu wa ta’ala bersumpah dengan kehidupan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini menunjukkan kemuliaan yang agung, kedudukan dan derajatnya yang tinggi.”[14]
Dan perlu diketahui juga bahwa Allah
tidak bersumpah dengan makhluk kecuali makhluk tersebut memiliki sesuatu
kemuliaan, kehebatan dan kebaikan.
Bersumpah dengan makhluk hanya
dikhususkan untuk Allah semata. Adapun para makhluk-Nya tidak boleh
bersumpah kecuali dengan nama dan sifat Allah subhanahu wa ta’ala. Barang siapa yang bersumpah dengan nama makhluk-Nya maka dia telah terjatuh kepada kesyirikan.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjadi imam shalat bersama para Nabi ‘alaihimush-shalatu wassalam di Baitul-Maqdis (Palestina)
Sebagaimana hal ini masyhur di dalam hadits-hadits shahih ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di isra’ mi’raj-kan.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan terbelahnya bulan
Allah subhanahu wa ta’ala telah mengkhususkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan terbelahnya bulan. Kejadian itu terjadi ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masih di Mekkah dan belum berhijrah ke Madinah. Kejadian tersebut disaksikan oleh semua orang.
Allah subhanahu wa ta’ala mengabadikan peristiwa itu di dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya:
{ اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ }
(14) Artinya: “Kiamat telah dekat dan bulan pernah terbelah.” (QS Al-Qamar : 1)
Hal tersebut juga dijelaskan pada hadits berikut:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْه- قَالَ: انْشَقَّ الْقَمَرُ وَنَحْنُ مَعَ النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- بِمِنًى فَقَالَ: (( اشْهَدُوا)).
(15) Artinya: Diriwayatkan dari ‘Abdullah (bin Mas’ud) dia berkata, “Bulan pernah terbelah dan kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di Mina. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Saksikanlah!’.”[15]
Apakah kejadian ini hanya terlihat khusus
di kota Mekkah? Apakah ada bukti bahwa orang-orang lain di luar kota
Mekkah juga melihatnya?
Jawabannya:
(16) Ya ada, sebagaimana tercantum
di dalam riwayat Abu Dawud Ath-Thayalisi di Musnadnya yang diriwayatkan
dari ‘Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, dia berkata,
“Orang-orang Quraisy berkata, ‘Ini adalah sihirnya Ibnu Abi Kabsyah
(maksudnya Rasulullah)…’Tunggulah para pedagang (yang datang dari luar
negeri). Sesungguhnya Muhammad tidak mampu menyihir semua manusia.’
Pedagang-pedagang itupun datang dan berkata, ‘(Ya benar) seperti itu.’.”[16]
Sebagian manusia di zaman ini mengingkari
kejadian ini dengan alasan tidak ada bukti otentik yang menjelaskan hal
itu dan tentunya seluruh dunia akan menyaksikannya. Sungguh aneh mereka
itu. Mereka bisa menerima dengan lapang dada catatan-catatan sejarah
yang notabenenya tidak ada jalur periwayatan orang-orangnya (baca: tidak
ber-isnad), tetapi begitu datang kabar dari kaum muslimin yang lengkap dengan jalur periwayatannya mereka malah menolaknya.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tangisan batang kurma
Bukan hanya para sahabat yang cinta dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Benda-benda di sekitar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun sangat mencintai beliau. Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhutbah di batang kurma, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandang bahwa batang kurma tersebut sudah sangat layak untuk diganti dengan mimbar yang baru. Akhirnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memerintahkan tukang kayu untuk membuat mimbar. Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pindah ke mimbar baru, pelepah kurma itu pun menangis, sampai-sampai suara tangisannya terdengar oleh para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Kisah tersebut tercantum pada hadits berikut:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا- كَانَ النَّبِيُّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَخْطُبُ إِلَى جِذْعٍ فَلَمَّا اتَّخَذَ الْمِنْبَرَ تَحَوَّلَ إِلَيْهِ فَحَنَّ الْجِذْعُ فَأَتَاهُ فَمَسَحَ يَدَهُ عَلَيْهِ.
(17) Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berkhuthbah di atas batang kurma. Ketika beliau membuat mimbar, beliau
pun pindah ke mimbar itu. Batang kurma itu pun menangis. Kemudian
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menenangkannya.”[17]
Sungguh menakjubkan bukan? Batang kurma saja bisa menangis karena sedih akan ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Bagaimana dengan kita? Kita seharusnya lebih sedih lagi bila kehilangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
- Kekhususan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kabar Allah di dalam Taurat dan Injil yang menceritakan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam akan diutus
Barang siapa yang memperhatikan Taurat dan Injil maka dia akan mendapat bahwa dua kitab itu mengabarkan tentang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan
bahwasanya beliau akan diutus diakhir zaman. Apabila orang tersebut
tidak menemukannya, maka itu adalah suatu yang wajar karena mereka telah
merubah dengan menambahi dan mengurangi isi dua kitab itu.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
{ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنجِيلِ }
(18) Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi
(yang tidak bisa membaca) yang (namanya) mereka dapati tertulis di
dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka.” (QS Al-A’raf : 157)
(Dikutip dari buku ‘Bersama Sang Kekasih di Surga’. Penerbit Darussunnah. Karya penulis)
[1] Surat-surat pendek yang dimulai dari surat Qaf sampai surat An-Nas di dalam Al-Qur’an.
[2] Surat-surat panjang dari Al-Baqarah sampai At-Taubah.
[3] Surat-surat yang terdiri dari seratus ayat atau yang dekat dengan seratus.
[4] Surat-surat yang jumlah ayatnya antara seratus sampai surat-surat mufashshal.
[5] HR Ahmad no. 16982 dan dihasankan isnadnya oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth.
[6] Nasikh artinya adalah yang menghapus hukum sebelumnya. Sedangkan mansukh adalah hukum yang dihapuskan dengan Nasikh.
[7] Lihat Fathul-Qadir milik Asy-Syaukani ketika menafsirkan ayat ini.
[8] HR Al-Bukhari No. 335 dan Muslim No. 1191
[9] HR Muslim No. 2017
[10] Di dalam Al-Qur’an perkataan ‘Ya Ayyuhannabi!‘ terulang tiga belas kali. Di antaranya adalah yang terdapat di surat Al-Anfal ayat 64, 65 dan 70.
[11] Di dalam dalam Al-Qur’an perkataan ‘Ya Ayyuharrasul!‘ terulang dua kali, yaitu pada surat Al-Maidah ayat 41 dan 76.
[12] Bidayatus-Sul milik Al-’Izz bin Abdis-Salam hal. 38 (dinukil dari Khashashil-Mushthafa hal. 28)
[13] Penyebutan nama Nabi “Muhammad” shallallahu ‘alahi wa sallam
di dalam Al-Qur’an terdapat di empat tempat, yaitu: di surat Ali ‘Imran
ayat 144, Al-Ahzab ayat 40, Muhammad ayat 2 dan Al-Fath ayat 29.
[14] Tafsir Ibnu Katsir Jilid IV hal. 532
[15]
HR Al-Bukhari No. 3860. Setidaknya ada lima orang sahabat yang
mengabarkan kejadian ini. Mereka adalah Jubair bin Muth’im, Abdullah bin
Mas’ud, Abdullah bin ‘Abbas, Abdullah bin ‘Umar dan Anas bin Malik radhiallahu ‘anhum. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi orang yang mengingkari kejadian ini.
[16] HR Ath-Thayalisi no. 295. Di sanadnya terdapat Al-Mughirah bin Muqsim Adh-Dhabbi. Ibnu Hajar berkata tentangnya, “Tsiqah mutqin illa annahu yudallis (hanya saja dia mudallis)…” (Lihat Taqribut-Tahdzib). Al-Mugirah telah meriwayatkan hadis ini dengan ‘an’anah. Akan tetapi, hadits ini memiliki syahid dari Jubair bin Muth’im radhiallahu ‘anhu dalam riwayat Ahmad di Musnad-nya no. 16750. Akan tetapi, sanadnya terputus dari Hushain bin Abdurrahman ke Muhammad bin Jubair, terdapat satu orang yang saqath (jatuh)
dalam sanadnya yaitu Jubair bin Muhammad bin Jubair. Dengan demikian,
hadits yang pertama dengan yang kedua bisa saling menguatkan insya
Allah.
[17] HR Al-Al-Bukhari no. 3583.
Posting Komentar Blogger Facebook