Oleh
Ustadz DR Muhammad Arifin Badri MA
Alhamdulillah , shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Ustadz DR Muhammad Arifin Badri MA
Alhamdulillah , shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kiblat yang bermuara di Baitullah atau
Ka’bah adalah arah-arah Anda setiap kali mendirikan shalat. Tentu arah
ini memiliki arti tersendiri dalam hidup Anda. Dan sudah barang tentu
hati Anda selalu merindukan untuk memiliki kesempatan beribadah kepada
Allah langsung di hadapan Ka’bah. Wajar bila pertama kali Anda
berkesempatan untuk beribadah kepada Allah langsung di hadapan Ka’bah,
Anda tak kuasa menahan luapan rasa bahagia. Hati Anda berbunga-bunga,
dan pikiran Anda terharu dan air matapun mengalir bercucuran. Betapa
tidak, arah yang selama ini Anda agungkan ternyata bermuara pada
bangunan sederhana, yaitu Ka’bah. Bangunan yang tersusun dari bebatuan
hitam, yang sudah barang tentu tidak kuasa memberi Anda apapun.
Kesederhanaan Ka’bah menjadikan Anda menyadari bahwa selama ini ternyata Anda tidaklah menyembah bangunan Ka’bah. Selama ini sejatinya Anda sedang mengagungkan Tuhan Ka’bah, Pencipta dan Penguasa dunia beserta isinya.
Kesederhanaan Ka’bah menjadikan Anda menyadari bahwa selama ini ternyata Anda tidaklah menyembah bangunan Ka’bah. Selama ini sejatinya Anda sedang mengagungkan Tuhan Ka’bah, Pencipta dan Penguasa dunia beserta isinya.
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَٰذَا الْبَيْتِالَّذِي أَطْعَمَهُم مِّن جُوعٍ وَآمَنَهُم مِّنْ خَوْفٍ
“Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan
Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”
[Al-Quraisy : 34]
Walau demikian, mata Anda tak akan pernah
puas memandang Ka’bah, dan kerinduan akan selalu melekat dalam hati
Anda untuk terus berkunjung dan beribadah di dekatnya.
Saudaraku! Fenomena yang Anda rasakan
bersama Ka’bah ini sejatinya adalah efek langsung dari kobaran iman Anda
kepada Allah Ta’ala. Anda menyadari bahwa Allah-lah yang memerintahkan
Anda untuk meghadapkan wajah ke arahnya, karenanya Anda selalu rindu
kepadanya.
Begitu kuat kerinduan Anda kepada Ka’bah
hingga menjadikan Anda berusaha sekuat tenaga untuk dapat mengobati
kerinduan Anda walau hanya sesaat atau minimal sekali seumur hidup Anda.
Sedikit demi sedikit Anda menyisihkan dari hasil kucuran keringat Anda,
agar dikemudian hari Anda berkesempatan menikmati kesejukan beribadah
di sisi Baitullah Ka’bah. Bahkan mungkin Anda rela menjual berbagai aset
Anda, atau bahkan berhutang agar dapat mewujudkan impian Anda ini.
BERHAJI DARI HASIL BERHUTANG
Kerinduan Anda kepada Ka’bah’ menjadikan banyak orang memutar otak dan mencari berbagai terobosan guna mewujudkannya. Dan diantara terobosan yang sekarang banyak ditawarkan ialah dengan mengikuti program arisan atau menggunakan dana talangan haji. Bagi banyak kalangan, program ini terasa bak hembusan angin surga yang mengobati kerinduan hatinya. Akibatnya, banyak dari mereka terbuai dan langsung menerimanya tanpa berpikir lebih dalam tentang hukum dan resikonya.
Kerinduan Anda kepada Ka’bah’ menjadikan banyak orang memutar otak dan mencari berbagai terobosan guna mewujudkannya. Dan diantara terobosan yang sekarang banyak ditawarkan ialah dengan mengikuti program arisan atau menggunakan dana talangan haji. Bagi banyak kalangan, program ini terasa bak hembusan angin surga yang mengobati kerinduan hatinya. Akibatnya, banyak dari mereka terbuai dan langsung menerimanya tanpa berpikir lebih dalam tentang hukum dan resikonya.
Andai mereka sedikit meluangkan waktu dan
pikiranya guna menimbang-nimbang program ini, nisacaya mereka
mewaspadainya, program-program semacam ini, walau pada awalnya terasa
empuk, namun pada akhirnya terasa berat dan menyusahkan. Terlebih-lebih
bila program dana talangan haji ditinjau dari hukum syar’inya.
Dana talangan haji yang sekarang sedang
marak diterapkan di berbagai lembaga keuangan, adalah salah satu bentuk
rekayasa melanggar hukum Allah Ta’ala. Praktek yang sekarang sedang
menjamur di masyarakat ini sekilas berupa akad qardh (piutang) dan
ijarah (sewa menyewa jasa). Dan tidak diragukan bahwa kedua akad ini
bila dilakukan secara terpisah adalah halal.
Walau demikian, ketika kedua akad ini
dilakukan secara bersamaan dan saling terkait, muncullah masalah besar.
Yang demikian itu karena beberapa alasan :
1. Larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
لاَ يَحِلُّ سَلَفٌ وَبَيْعٌ
“Tidak halal menggabungkan antara piutang dengan akad jual-beli” [HR Abu Dawud hadits no. 3506 dan At-Tirmidzy hadits no. 1234]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata
:”Pada hadits ini Nabi Shallallahu alaihi wa sallam melarang
penggabungan antara piutang dengan jual beli. Dengan demikian bila Anda
menggabungkan antara akad piutang dengan akad sewa-menyewa berarti Anda
telah menggabungkan antara akad piutang dengan akad jual-beli atau akad
yang serupa dengannya. Dengan demikian, setiap akad sosial semisal hibah
pinjam-meminjam, hibah buah-buahan yang masih di atas pohonnya, diskon
pada akan penggarapan ladang atau sawah, dan lainnya semakna dengan akad
hutang piutang, yaitu tidak boleh digabungkan dengan akad jual-beli dan
sewa-menyewa” [Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/62]
2. Riba Terselubung
Secara lahir kreditur tidak memungut tambahan atau riba atau bunga dari piutangnya, namun secara tidak langsung ia telah mendapatkannya, yaitu dari uang sewa yang ia pungut. Anda pasti menyadari bahwa sewa menyewa (jual jasa pengurusan administrasi haji) yang dilakukan oleh lembaga keuangan terkait langsung dengan akad hutang piutang. Biasanya, yang telah memiliki dana sendiri untuk biaya hajinya, tidak akan menggunakan layanan “dana talangan haji” ini. Dengan demikian, adanya talangan dana haji ini, menjadikan lembaga keuangan terkait dapat memasarkan jasanya dan pasti mendapatkan keuntungan dari jual-beli jasa tersebut.
Secara lahir kreditur tidak memungut tambahan atau riba atau bunga dari piutangnya, namun secara tidak langsung ia telah mendapatkannya, yaitu dari uang sewa yang ia pungut. Anda pasti menyadari bahwa sewa menyewa (jual jasa pengurusan administrasi haji) yang dilakukan oleh lembaga keuangan terkait langsung dengan akad hutang piutang. Biasanya, yang telah memiliki dana sendiri untuk biaya hajinya, tidak akan menggunakan layanan “dana talangan haji” ini. Dengan demikian, adanya talangan dana haji ini, menjadikan lembaga keuangan terkait dapat memasarkan jasanya dan pasti mendapatkan keuntungan dari jual-beli jasa tersebut.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menjelaskan
hal ini dengan berkata : “Kesimpulan dari hadits ini menegaskan bahwa :
Tidak dibenarkan menggabungkan antara akad komersial dengan akad
sosial. Yang demikian itu karena keduanya menjalin akad sosial
disebabkan adanya akad komersial antara mereka. Dengan demikian akad
sosial itu tidak sepenuhnya sosial. Namun akad sosial secara tidak
langsung menjadi bagian dari nilai transaksi dalam akad komersial.
Dengan demikian orang yang menghutangkan
uang sebesar seribu dirham kepada orang lain, dan pada waktu yang sama
kreditur tidak rela memberi piutang kecuali bila debitur membeli
barangnya dengan harga mahal. Sebagaimana pembeli tidaklah rela membeli
dengan harga mahal melainkan karena ia mendapatkan piutang dari penjual”
[Majmu Fatawa Ibnu Taimiyyah 29/63]
3. Memberatkan Masyarakat
Sistem setoran haji yang diterapkan oleh Departemen Agama dengan online, sehingga dapat dilakukan kapan saja, telah mendatangkan masalah besar. Masyarakat berlomba-lomba untuk melakukan pembayaran secepat mungkin, guna mendapatkan kepastian jadwal keberangkatan. Akibatnya , banyak dari mereka yang sejatinya belum mampu menempuh segala macam cara, karena khawatir kelak harus menanti lama. Banyak dari mereka yang memaksakan diri dengan cara menggunakan sistem dana talangan haji atau arisan.
Sistem setoran haji yang diterapkan oleh Departemen Agama dengan online, sehingga dapat dilakukan kapan saja, telah mendatangkan masalah besar. Masyarakat berlomba-lomba untuk melakukan pembayaran secepat mungkin, guna mendapatkan kepastian jadwal keberangkatan. Akibatnya , banyak dari mereka yang sejatinya belum mampu menempuh segala macam cara, karena khawatir kelak harus menanti lama. Banyak dari mereka yang memaksakan diri dengan cara menggunakan sistem dana talangan haji atau arisan.
Adanya praktek memaksakan diri ini tidak
diragukan membebani masyarakat. Terlebih-lebih menjadikan agama Islam
yang pada awalnya terasa mudah, sekarang menjadi terasa sulit nan berat.
Untuk dapat berhaji harus menanti sekian lama, dan selama penantian
banyak dari mereka yang harus tersiksa dengan cicilan piutang. Bahkan
sepulang menunaikan ibadah hajipun, sering kali masih menanggung beban
cicilan biaya perjalan hajinya.
Sudah barang tentu melaksanakan ibadah dengan cara memaksakan diri semacam ini tentu tidak selaras dengan syariat Islam.
يَاأَيُّهَاالنَّاسُ عَلَيْكُمْ
مِنَالأَعْمَالِ مَاتُطِيْقُوْنَ فَإِنَّ اللَّهَ لاَيَمُلُّ حَتَّى
تَمُلُّواوَإِنَّ أَحَبَّ اْلأَعْمَالِ إِلَى اللَّهِ مَادُوْوِمَ عَلَيْهِ
وَإِنْ قَلَّ
“Wahai umat manusia, hendaknya kalian
mengerjakan amalan yang kuasa kalian kerjakan, karena sejatinya Allah
tidak pernah merasa bosan (diibadahi) walaupun kalian sudah
merasakannya. Dan sesungguhnya amalan yang paling dicintai Allah ialah
amalan yang dilakukan secara terus menerus, walaupun hanya sedikit” [HR
Bukhari hadits no. 1100 dan Muslim hadits no. 785]
Dalam riwayat lain, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam menyampaikan pesan ini ketika mendengar cerita bahwa
Khaula’ binti Tuwait senantiasa shalat malam dan tidak pernah tidur.
Dan dalam urusan haji Allah Ta’ala berfirman.
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا
“Mengerjakan haji adalah kewajiban
manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan
perjalanan ke Baitullah” [Ali-Imran : 97]
PENUTUP
Semoga paparan singkat ini menjadi pelajaran bagi Anda untuk semakin bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak rela bila umatnya sengsara atau ditimpa kesusahan. Dengan demikian Anda dapat bersikap proposional dan terhindar dari hal-hal yang kurang selaras dengan syariat Islam, walau sekilas terasa empuk. Wallahu a‘lam bish shawab.
Semoga paparan singkat ini menjadi pelajaran bagi Anda untuk semakin bertambah yakin bahwa Islam adalah agama yang mudah dan tidak rela bila umatnya sengsara atau ditimpa kesusahan. Dengan demikian Anda dapat bersikap proposional dan terhindar dari hal-hal yang kurang selaras dengan syariat Islam, walau sekilas terasa empuk. Wallahu a‘lam bish shawab.
[Ustadz DR Muhammad Arifin Badri, MA,
Alumnus Doktoral Universitas Islam Madinah, lulus dengan predikat summa
cum laude, Pembina Komunitas Pengusaha Muslim Indonesia. Disalin dari
Majalah Pengusaha Muslim Edisi 21 Volume 2/Oktober 2011]
Posting Komentar Blogger Facebook