Abu Jahal
terjebak dalam kebingungan yang sangat buruk dari apa yang dia lihat,
dia berusaha membendung badai kekalahan yang menenggelamkan kaumnya.
Maka dia berdiri sambil berteriak dalam keadaan geram dan sombong, “Demi
Laata dan Uzza, kami tidak akan kembali hingga kami mengikat Muhammad
beserta para sahabatnya dengan tali, dan janganlah seorang dari kalian
merasa iba hanya dengan membunuh satu orang dari mereka. Berilah mereka
pelajaran yang sebenarnya, hingga mereka tahu akibat perbuatan mereka
menyelisihi agama kalin, dan membenci apa yang disembah oleh nenek
moyang mereka.”
Lenyaplah teriakan itu ditelan lembah Badr, hanya saja penentangan
dan kesengsaraannya menggambarkan kesombongan dan kecongkakan paling
keji hingga nafas yang terakhir. Karena itu dia berperang membabi buta
membabat apa yang di depannya. Kemudian dia terjun ke dalam kecamuk
perang seraya berkata:
“Apa yang dilakukan oleh peperangan yang sengit ini terhadapku… Aku
ibarat anak dua tahun, yang baru keluar giginya… Seperti inilah ibuku
melahirkanku…”
Kaum musyrikin mengelilingi si jahat Abu Jahal seraya berkata, “Abul Hakam tidak bisa mengatasi keadaan.”
Mereka mengelilinginya hingga ia persis di tengah-tengah bagaikan
pepohonan yang mengelilingi hutan, padahal alangkah cepatnya hutan itu
lenyap seperti batang kurma yang lapuk, dan terkaparlah Abu Jahal
pingsan nafasnya terengah-engah karena tusukan panah para pahlawan serta
pedang-pedang mereka yang menebasnya. Kematian menunggu untuk meminum
darahnya, dengan perantara tangan dua orang anak kecil dari Anshar, juga
tangan orang-orang lemah yang merasakan seburuk-buruk penyiksaan dari
Abu Jahal di Mekah.
Inilah Firaun-nya Ummat Ini
Tatkala peperangan telah reda, kaum musyrikin lari dengan kekalahan. Kaum muslimin bergembira dengan apa yang dibukakan Allah
Subhanahu wa Ta’ala kepada mereka, berupa kemenangan ini. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau memperlihatkan pada kami apa yang diperbuat Abu Jahal?”
Maka Ibnu Mas’ud bergegas pergi, lalu dia mendapati Abu Jahal telah
dipukuli oleh dua putra Afraa –Mu’awwidz dan Mu’adz- hingga, ia menjadi
dingin. Ibnu Mas’ud mengambil jenggotnya seraya berkata, “Engkau Abu
Jahal?”
Dia berkata, “Giliran siapa hari ini?’
Ibnu Mas’ud menjawab, “Allah dan Rasul-Nya, bukankah Allah telah menghinakanmu wahai musuh Allah?”
Abu Jahal berkata, “Apakah ada yang lebih hebat dari lelaki yang dibunuh kaumnya?”
Maka Abdullah membunuhnya, kemudian dia mendatangi Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Aku telah membunuhnya.”
Maka Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah
yang tiada Ilah yang berhak disembah selain Dia.” Beliau pun
mengulang-ulang kalimat ini tiga kali. Kemudian bersabda, “Allahu Akbar
segala puji bagi Allah, Maha benar janji-Nya, menolong hamba-Nya dan
memporak-porandakan pasukan, pergi dan perlihatkanlah padaku.”
Maka kami bergegas pergi, lantas kuperlihatkan kepada Beliau, kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Inilah Fir’aunnya umat ini.”
Hikmah yang Amat Baik
Allah telah menghendaki agar tidak mematikan Abu Jahal seketika,
Allah menjadikannya terkapar dalam keadaan sadar dan paham, agar
memperlihatkan pada kedua matanya apa yang membuat dia sampai ke derajat
yang hina dan rendah, serta dipecundangi oleh orang yang dahulu
ditindas dan dipecundangi oleh Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu.
Dia beridri di atas dada Abu Jahal menginjaknya dengan kedua kakinya
serta menjambak jenggotnya, sebagai bentuk penghinaan, menghajarnya
dengan pukulan, hingga sekuat tenaganya. Dia bersungguh-sungguh dalam
membangkitkan amarah Abu Jahal, seraya mengabarkan bahwa kemenangan
telah ditetapkan untuk pihak Islam, dan kekalahan serta aib juga
kehinaan telah ditulis untuk orang yang berpihak kepada kaum musyrikin.
Demikianlah posisi orang yang terbuai lagi dungu, diterbangkan oleh
kebodohannya, kesombongan, dosa, dan kekufurannya. Maka dia menjadi
tumbal pasukan kafir. Mati dalam keadaan ditawan mengenaskan,
menyedihkan dan menyayat hati serta tersiksa. Dia dibunuh oleh
kedengkian yang hina sebelum dibunuh oleh pedang-pedang perkasa dari
para pahlawan madrasah (sekolah) Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Begitu indahnya bait Hassan bin Tsabit
radhiyallahu ‘anhu tatkala menggambarkan kelalaian Abu Jahal, akhir hidupnya, kedengkian, kebejatan dan pesimisnya dalam syair:
“Allah telah melaknat kelompok yang menggiring mereka, seorang
pembual dari golongan Bani Syij’i untuk memerangi Muhammad. Kesialan
orang yang dilaknat, sejak dahulu dia membuat orang marah. Dengan keras
dan jelas mencerca orang yang mendapat petunjuk. Dia menjuluki mereka
pada kesesatan hingga menjadikannya runtuh. Dan sungguh, perkaranya
menyesatkan tidak memberi petunjuk. Maka Rabb-ku menurunkan untuk Nabi
pasukan-Nya dan menguatkannya dengan kemenangan di setiap peperangan.”
Musuh yang Dijelaskan dengan Nash Alquran
Abu Jahal –semoga dilaknat Allah- semenjak kedatangan Islam merupakan orang yang dilaknat oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
malaikat-Nya, Rasu-Nya dan kaum muslimin. Dia dikenal sebagai orang
yang paling benci dan musuh paling buruk bagi Nabi yang mulia, hal ini
menjadi bukti kebenaran firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala”
“
Dan begitulah, telah kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari roang-orang yang berdosa.” (QS. Al-Furqan: 31)
Dengan demikian, orang yang berdosa lagi jelek ini berhak mendapat
neraka sebagai balasan baginya dan orang yang semisalnya, karena dia
orang yang tercela kepribadiannya, buruk gangguannya terhadap Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Referensi menyebutkan –sebagaimana kami jelaskan sebelumnya- bahwa ia orang berdosa pembunuh Sumayyah Ummu Ammar
radhiyallahu ‘anhu, dialah pemilik tangan pengecut yang mematahkan anting-anting dari telinga Asma binti ash-Shiddiq
radhiyallahu ‘anhu. Tindakan ini menjadikan tercemar dari segi kejantanannya di tengah kaumnya dan dalam sejarah.
Di antara sifat menjijikan, yang membuat Abu Jahal layak dinobatkan
menjadi musuh bebuyutan dari musuh-musuh yang ada, adalah dia orang
kafir paling keras kepala, paling menentang, dengki dengan kedengkian
yang mencapai batas durhaka, kepribadian yang jelek, hati yang membatu,
kasar, dengki, memusuhi Islam dan kaum muslimin. Menodai Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarganya dari Bani Abdi Manaf, semenjak Allah
Subhanahu wa Ta’ala memilih mereka sebagai pohon yang baik untuk tumbuhnya junjugan dan kekasih kita Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dari asal mereka dan Allah
Subhanahu wa Ta’ala
memilihnya untuk mengemban risalah-Nya. Dan diriwayatkan bahwa Abu
Jahal –semoga dilaknat Allah- pernah berkata mengenai Nabi, “demi Allah,
sesungguhnya aku tahu bahwa dia Nabi, akan tetapi sejak kapan kita
tunduk mengikuti Abdi Manaf?”
“
Kelak kami akan memanggil Malaikat Zabaniyah.” (QS. Al-Alaq: 18)
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata, “Ayat-ayat yang diturunkan berkenaan dengan Abu Jahal, sebanyak 84 ayat.”
Ayat-ayat ini merupakan peringatan dan ancaman bagi Abu Jahal berupa
Neraka, ialah seburuk-buruk tempat kembali. Dan telah kita lalui
sebagian ayat di lembaran yang telah lalu.
Berbagai referensi dan tafsir telah sepakat, buku kontemporer dan
sejarah nabi, kitab Asbabun Nuzul (sebab-sebab turunnya ayat), sejarah
secara umum dan fiqih dan yang lainnya, semuanya menyebutkan Abu Jahal
mendapat vonis masuk Neraka, berdasarkan Alquran al-Karim dan al-Hadis
yang mulia.
Dan beragam riwayat yang terpercaya menyebutkan kabar-kabar tersebut,
kami hanya penyambung lidah dalam salah satu riwayat yang memberitakan
Abu Jahal akan disiksa di kerak Neraka yang paling bawah.
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Suatu saat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam
shalat, lantas datanglah Abu Jahal seraya berkata, ‘Bukankah engkau
telah kucegah dari melakukan hal ini?’ Kemudian Nabi menggertak,
menghardik dan mengata-ngatai dengan keras serta mengancamnya.
Abu Jahal berkata, ‘Sesungguhnya engkau mengetahui, tidak ada yang
lebih banyak pengikutnya dariku.’ –Dalam riwayat lain- ‘Akankah engkau
menakut-nakutiku padahak akulah orang yang paling banyak pengikut di
lembah ini?’”
Bagaimana pendapatmu tentang orang yang melarang, seorang hamba
ketika mengerjakan shalat, bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang
itu berada di atas kebenaran, atau dia menyuruh bertakwa (kepada
Allah)? Bagaimana pendapatmu jika orang yang melarang itu mendustakan
dan berpaling? Tidaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat
segala perbuatannya? Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti
(berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya, (yaitu) ubun-ubun
orang yang mendustakan lagi durhaka. Maka biarlah dia memanggil
golongannya (untuk menolongnya), kelak Kami akan memanggil malaikat
Zabaniyah [Malaikat yang menyiksa orang-orang berdosa di dalam Neraka],
sekali-kali jangan, janganlah kamu patuh kepadanya; dan sujudlah dan
dekatkanlah (dirimu kepada Rabb).” (QS. Al-Alaq: 9-19)
Yang dimaksud dengan orang yang hendak melarang itu ialah Abu Jahal, yang dilarang itu ialah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, akan tetapi usaha ini tidak berhasil. Karena Abu Jahal melihat sesuatu yang menakutkannya. Setelah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai shalat, disampaikan oleh seseorang tentang berita itu kepada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Kalau Abu Jahal berbuat demikian pasti dia akan dibinasakan oleh Malaikat.
Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sekiranya dia menyeru golongannya, niscaya Malaikat akan menyiksanya saat itu juga.”
Dan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
mengabarkan, bahwa Abu Jahal –semoga dilaknat Allah- termasuk penghuni
Neraka. Dari Asy-Sya’bi rahimahullah bahwasanya seseorang berkata kepada
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku melewati
Badr, lantas aku melihat seseorang keluar, muncul dari bumi, kemudian
dia dipukul oleh orang lain dengan cambuk/tongkat besi, yang dipukulkan
ke kepalanya hingga dia menghilang ditelan bumi. Kemudian dia keluar
lagi dan dipukul seperti semula dan hal ini berulang-ulang.”
Maka Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Itulah Abu Jahal bin Hisyam diadzab hingga hari kiamat.”
Demikianlah Abu Jahal –semoga dilaknat Allah- berhak mendapat gelar
paling buruk dalam Islam, yang diungkapkan Kaum muslimin, disebabkan
banyak gangguan yang mereka terima, serta kejelekan hal yang dirasakan
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, buruknya perkataan, juga buruknya gangguan. Dan inilah hasil buah tangannya, ia menjadi penghuni Neraka.
Itulah Abu Jahal dan itulah kehendak Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan apa yang dikehendakin-Nya pasti terjadi, tanpa penghalang. Alangkah tepatnya perkataan:
“Wahai orang yang berpaling dari kami, karena sikapmu yang berpaling.
Jika kami menghendaki niscaya kami jadikan setiap yang ada padamu
kembali kepada kami.”
Setelah itu, apakah sejarah kemanusiaan mengenal orang yang lebih buruk dari Abu Jahal?!
Tergolong orang-orang yang berbuat dosa di Mekah adalah Umayyah bin
Khalaf bin Wahab al-Jumahi al-Qurasyi, menonjol sebagai orang yang
melampaui batas dalam sejarah, yaitu orang-orang yang perbuatannya
merupakan kesengsaraan bagi mereka di dunia dan akhirat.
Umayyah bergabung dengan Quraisy, agar ikut andil dalam menghadang jalan Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya
Subhanahu wa Ta’ala yang mulia. Dia tidak mendapati suatu jalan kekerasan melainkan ditempuhnya.
Tatkala Islam mulai menyebar di Mekah, orang-orang yang memiliki akal cerdas menerima kebenaran yang diturunkan Allah
Subhanahu wa Ta’ala,
sementara Umayyah bin Khalaf tidak masuk Islam. Hatinya tidak terbuka,
oleh cahaya yang menerangi Mekah, dia terjangkiti penyakit sebagaimana
jiwa yang lalai. Bahkan dia berusaha ikut andil dalam menyiksa para
sahabat Nabi yang mulia
radhiyallahu ‘anhu, yaitu orang-orang yang berat cobannya lagi besar ujiannya.
Umayyah dan orang-orang Quraisy mengadzab dan memfitnah agama yang
baru (Islam), memenjarakan orang-orangnya, memukul mereka, membuat
mereka kelaparan dan kehausan, serta menimpakan penyiksaan yang
dilihatnya dapat memalingkan dari agama mereka (tauhid), memurtadkan
dari keyakinan tersebut kepada pengkultusan patung dan berbuat kufur
sebagaimana para penyambah patung.
Di antara gambaran penyiksaan tersebut, adalah yang diriwayatkan Ibnu Ishaq rahimahullah dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu dari jalan Sa’id bin Jubair
radhiyallahu ‘anhu dia berkata: Saya berkata kepada Abdullah bin Abbas
radhiyallahu ‘anhu, “Apakah orang-orang musyrikin mengadzab para sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai pada derajat yang diberi tolerir jika mereka meninggalkan agamanya?”
Dia berkata, “Ya, mereka menyiksa salah seorang dari sahabat,
membuatnya lapar dan dahaga, sehingga dia tidak mampu duduk sempurna
disebabkan keadaan buruk yang menimpanya. Dia memberikan kepada mereka
apa yang diminta, berupa fitnah sebagai tebusan pembebas siksa.”
Umayyah bin Khalaf –semoga Allah
Subhanahu wa Ta’ala
menyengsarakannya- termasuk salah seorang di antara orang-orang kafir
yang berdosa, yang memiliki berbagai macam bentuk penyiksaan terhadap
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya
radhiyallahu ‘anhu. Di antara orang yang sabar yang mencapai puncak keyakinan dalam tangga teratas Islam, tuan kita Bilal bin Rabah
radhiyallahu ‘anhu petugas adzan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bilal
radhiyallahu ‘anhu menampakkan pembelaan –terhadap agama dan keimanannya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala-
yang menjadikan Umayyah dan orang-orang yang bersamanya berdiri
tercengang, seraya saling melaknat di antara sesama mereka. Umayyah
ditimpa keputusasaan. Dia tidak mampu mengeluarkan dari mulut Bilal satu
huruf pun yang sebanding dengan tindakan dan kekafirannya, atau Bilal
melemah sedikit, meskipun hanya dengan isyarat, maka apa yang
diperbuatnya? Apakah dia berhenti sebatas ini? Dan kedengkian serta
kejahatannya. Mereka sangat bersemangat mencari sebab yang dapat
membenarkan (menjustifikasi) mereka, untuk bertindak melampaui batas dan
permusuhannya. Sebab-sebab kekerasan itu di antaranya, loyalitas mereka
terhadap agama nenek moyang dengan cara kesetiaan yang buta, ketakutan
mereka akan martabat mereka dan martabat suku Quraisy, yang percaya
terhadap patung. Sebab ketiga –barangkali yang terpenting- yaitu
kedengkian yang mengakar terhadap Bani Hasyim, khususnya terhadap
Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang mana Allah
Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkannya dengan kenabian tanpa menyertakan pemimpin siapa pun dari Quraisy yang terkenal di Ummul Qura dan sekitarnya.
Dengan hati yang bersih, jiwa yang bersinar dan tekad yang benar, Bilal bin Rabah
radhiyallahu ‘anhu masuk Islam, untuk Sang Pencipta, dia beriman dengan seruan agama yang baru itu, dan pergi menghadap Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, dia masuk Islam serta menyerahkan segala perkaranya kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Tak lama kemudian, tuannya Umayyah bin Khalaf mengetahui budaknya yang bernama Bilal, telah beriman keapda Allah
Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
para setan berkerumun di sekitar Umayyah, mengelus di atas dadanya,
membisikkan kecongkakan dan angan. Umayyah bertanya-tanya, “Akankah
masuk Islam seorang budak di antara budak-budak yang ada, tanpa
sepengetahuan tuannya, sedangkan tuannya Bilal dan Umayyah?”
Umayyah melihat dengan kebodohan dan sikap terpedayanya, bahwa keislaman Bilal bin Rabah
radhiyallahu ‘anhu
sebagai budaknya mencoreng kemuliaannya dengan aib dan kehinaan di
depan kelompok kaum Quraisy. Karena itu, jiwanya yang jelek membisikkan
bahwa ia akan memaksa budaknya kembali dan meninggalkan Islam, apalagi
ia mendengar Bilal telah meludahi patung-patung tersebut dan mencelanya
dengan berkata, “Telah sengsara dan merugi orang-orang yang menyembah
kalian.”
Sumber: Orang-orang yang Divonis Masuk Neraka, Pustaka Darul Ilmi, Cetakan Pertama Sya’ban 1429 H/ Agustus 2008 M