Quraish Shihab
Quraish Shihab adalah seorang mantan Menteri Agama 70 hari zaman Soeharto dan mantan Rektor IAIN Jakarta yang dikenal mengemukakan ucapan “Selamat Natal” diklaim sebagai sesuai Al-Qur’an, dan bersuara aneh tentang Jilbab hingga pernah dibantah mahasiswa Indonesia di Mesir.
Quraish Shihab menulis dengan judul Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, di buku Membumikan Al-Qur’an. Di antara isinya:
Tulisan Quraish Shihab itu walaupun berdalih ini dan itu, di antaranya untuk interaksi sosial dan keharmonisan, namun justru dia tidak menengok kondisi sosial yang umat Islam selama ini jadi incaran Kristenisasi dan Pemurtadan. Bahkan di masa umat Islam terkena musibah seperti di Aceh yang kena badai Tsunami (Ahad 26 Desember 2004), hingga mematikan lebih dari 150-an ribu orang dan menghancurkan hampir seluruh bangunan, tetap saja Kristenisasi dan Pemurtadan mengintai-intai dan mencari kesempatan.
Hingga dikabarkan 300 anak Aceh dibawa keluar oleh lembaga Kristen, yang hal itu menjadi polemik. Dengan “fatwa” seperti itu, maka ada situs yang menyebut bahwa hanya mereka yang agak rancu pikirannya saja yang memahami ayat 30-34 Surat Maryam sebagai ayat yang memerintahkan/membolehkan untuk mengucapkan Selamat Natal kepada orang kafir. (lihat syariahonline.com, konsultasi akidah, Boleh mengucapkan selamat Natal?)
sebagai tambahan...
Namun tidak disangka-sangka bapak Prof. Dr. Quraish Shihab justru menjawab dengan pernyataan yang membuat sang Ibu tadi menjadi bingung dan umat yang menyaksikan talk show juga dibuatnya menjadi bingung.
Bagaimana jalannya tanya-jawab tentang jilbab tersebut dan bantahannya, silakan saksikan tayangan video di bawah ini,
Quraish Shihab adalah seorang mantan Menteri Agama 70 hari zaman Soeharto dan mantan Rektor IAIN Jakarta yang dikenal mengemukakan ucapan “Selamat Natal” diklaim sebagai sesuai Al-Qur’an, dan bersuara aneh tentang Jilbab hingga pernah dibantah mahasiswa Indonesia di Mesir.
Quraish Shihab menulis dengan judul Selamat Natal Menurut Al-Qur’an, di buku Membumikan Al-Qur’an. Di antara isinya:
Dalam rangka interaksi sosial dan keharmonisan hubungan, Al-Quran memperkenalkan satu bentuk redaksi, dimana lawan bicara memahaminya sesuai dengan pandangan atau keyakinannya, tetapi bukan seperti yang dimaksud oleh pengucapnya. Karena, si pengucap sendiri mengucapkan dan memahami redaksi itu sesuai dengan pandangan dan keyakinannya. Salah satu contoh yang dikemukakan adalah ayat-ayat yang tercantum dalam QS 34:24-25. Kalaupun non-Muslim memahami ucapan “Selamat Natal” sesuai dengan keyakinannya, maka biarlah demikian, karena Muslim yang memahami akidahnya akan mengucapkannya sesuai dengan garis keyakinannya. Memang, kearifan dibutuhkan dalam rangka interaksi sosial.
Tidak kelirulah, dalam kacamata ini, fatwa dan larangan itu, bila ia ditujukan kepada mereka yang dikhawatirkan ternodai akidahnya. Tetapi, tidak juga salah mereka yang membolehkannya, selama pengucapnya bersikap arif bijaksana dan tetap terpelihara akidahnya, lebih-lebih jika hal tersebut merupakan tuntunan keharmonisan hubungan. (Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat, Dr. M. Quraish Shihab, Penerbit Mizan, Cetakan 13, Rajab 1417/November 1996)
Tulisan Quraish Shihab itu walaupun berdalih ini dan itu, di antaranya untuk interaksi sosial dan keharmonisan, namun justru dia tidak menengok kondisi sosial yang umat Islam selama ini jadi incaran Kristenisasi dan Pemurtadan. Bahkan di masa umat Islam terkena musibah seperti di Aceh yang kena badai Tsunami (Ahad 26 Desember 2004), hingga mematikan lebih dari 150-an ribu orang dan menghancurkan hampir seluruh bangunan, tetap saja Kristenisasi dan Pemurtadan mengintai-intai dan mencari kesempatan.
Hingga dikabarkan 300 anak Aceh dibawa keluar oleh lembaga Kristen, yang hal itu menjadi polemik. Dengan “fatwa” seperti itu, maka ada situs yang menyebut bahwa hanya mereka yang agak rancu pikirannya saja yang memahami ayat 30-34 Surat Maryam sebagai ayat yang memerintahkan/membolehkan untuk mengucapkan Selamat Natal kepada orang kafir. (lihat syariahonline.com, konsultasi akidah, Boleh mengucapkan selamat Natal?)
sebagai tambahan...
Seorang ibu dalam acara
talk show di Metro TV yang menghadirkan Bapak Prof. Dr. Quraish Shihab
bertanya kepada beliau tentang hukum jilbab dan penerapannya pada
keluarga bapak Prof. Dr. Quraish Shihab.
Namun tidak disangka-sangka bapak Prof. Dr. Quraish Shihab justru menjawab dengan pernyataan yang membuat sang Ibu tadi menjadi bingung dan umat yang menyaksikan talk show juga dibuatnya menjadi bingung.
Bagaimana jalannya tanya-jawab tentang jilbab tersebut dan bantahannya, silakan saksikan tayangan video di bawah ini,
Namun jika koneksi internet anda lambat
sehingga tidak bisa menyaksikan video ini dengan baik, Anda bisa membaca
jalannya tanya-jawab di atas berikut ini,
Kritik terhadap Prof. DR. Quraish Shihab atas pendapatnya tentang Jilbab
dan Aurat
Oleh:
DR. Ahmad Zain An-Najah (www.ahmadzain.com)
Riwayat Pendidikan:
S1: Fakultas Syari'ah, Universitas Islam, Madinah Al-Munawwarah,
tahun 1996
S2: Fakultas Syari'ah Universitas Al-Azhar, Kairo, tahun
2001
S3: Jurusan Syari'ah Fakultas Studi Islam, Universitas Al-Azhar,
Kairo, tahun 2007, lulus dengan predikat "Summa Cum Laude"
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillah Washshalatu wassalamu 'ala Rasulillah wa ba'd,
Pada kesempatan ini saya hendak menyampaikan tanggapan terhadap apa yang
disampaikan oleh Bapak Quraish Shihab tentang masalah jilbab. Mudah-mudahan
tanggapan ini diridhai oleh Allah Subhanahu wa ta'ala dan dapat meluruskan
pemahaman yang salah.
(berikutnya adalah tanya-jawab antara seorang ibu terhadap Bapak. Quraish
Shihab dalam acara Talk Show di Metro TV dan juga tanggapan dari DR.
Ahmad Zain An-Najah)
Ibu: Ingin bertanya kepada Bapak Quraish. Jilbab adalah pakaian wanita Islam
dan wajib dikenakan. Bagaimana pendapat Bapak mengenai jilbab dan penterapannya
dalam keluarga Bapak sendiri. Terima kasih
Quraish Shihab: Kita mau tanya ibu, apa sih artinya jilbab?
Ibu: Jilbab itu adalah penutup aurat seluruh badan
Quraish Shihab: Ah...Bukan itu.
Ibu: Termasuk kepala juga
Quraish Shihab: Ah justru kita baru memulai membahas apa itu jilbab ulama
sudah beda pendapat. Ada yang mengatakan kerudung, ada yang mengatakan baju
lebar dan sebagainya.
(tanggapan di luar acara Talk Show di atas)
Zain An-Najah: Pernyataan itu tidak benar. karena tidak kita dapatkan dalam
buku-buku literatur fikih yang tidak mewajibkan berjilbab. Seluruh ulama telah
mewajibkan berjilbab. Maka perlu kita tanyakan kepada Bapak Quraish Shihab
bahwa siapa ulama, namanya siapa, di buku mana dan kapan mengatakan jilbab itu
tidak wajib?
Karena perbedaan ulama hanya terbatas pada dua hal saja, yaitu wajib
bercadar ataupn wajib berjilbab dengan boleh membuka wajah dan kedua telapak
tangan.
***
Quraish Shihab: Saya mau tanya ibu. Ibu Sudah menutup aurat atau belum?
Ibu: (sambil melihat busana yang dikenakannya) Kalau saya rasa dengan busana
begini, saya rasa sudah. (Ibu tersebut memakai jilbab mentup selurh tubuh
kecuali wajah dan telapak tangan, meskipun tidak memakai jilbab besar)
Quraish Shihab: Oh, masih ada ulama yang mengatakan ibu belum menutup aurat!
Mestinya pakai cadar. Itu kan sudah beda pendapat.
(Si Ibu sambil mengangguk-ngangguk)
Ah, ada juga ulama yang berkata, 'yang penting itu pakaian terhormat'
(tanggapan)
Zain An-Najah: pernyataan 'yang penting itu pakaian terhormat atau sopan'
pernyataan itu tidak tepat dan tidak benar. Karena tidak mempunyai kriteria
yang jelas. Boleh jadi orang yang menggunakan pakaian atau wanita yang memakai
pakaian di atas lutut yang kelihatan betisnya oleh sebagian kalangan dinyatakan
terhormat.
Bisa saja ada orang yang mengatakan bahwa pakaian renang itu adalah
pakaian yang terhormat ketika ada lomba renang. Jadi kalau dikatakan ada
sebagian ulama yang menyatakan bahwa yang terpenting dari pakaian itu adalah
terhormat. Itu tidak benar. Karena tidak ada satupun ulama yang mengatakan
demikian.
Dan masalah terhormat ini tidak mempunyai batasan sehingga mengacaukan
pandangan dan mengacaukan pemahaman.
***
Quraish Shihab: Kalau ibu tanya bagaimana dengan keluarga saya. Istri saya
pakai jilbab. Anak saya yang tertua pakai jilbab atas kesadarannya.
Bukan karena saya pilih-pilih. Anak saya itu yang paling kecil itu, yang
dikedokteran itu (sambil menunjuk anaknya yang hadir dalam acara tersebut.
keluarga Shihab hadir semua dalam acara itu) sdah mau pakai jilbab. Tapi saya
bilang yang penting sadar. Saya beranggapan jilbab baik. Tetapi jangan
paksakan orang pakai jilbab karena ada ulama yang berpendapat bahwa jilbab
tidak wajib. Ada ulama yang berkata wajib menutup aurat. Sedangkan aurat
diperselisihkan oleh ulama apa itu aurat.
(tanggapan)
Zain An-Najah:
Pernyataan Bapak Quraish Shihab bahwa sebagian ulama ada yang
mengatakan jilbab itu tidak wajib. Pernyataannya tidak benar. Karena
seluruh ulama mengatakan bahwa jilbab itu wajib. Mereka hanya berbeda
apakah seluruh anggota tubuh wanita itu ditutup, artinya mereka
mewajibkan cadar atau pendapat kedua, semua anggota tubuh wanita itu
ditutup kecuali wajah dan kedua telapak tangannya. Perbedaannya hanya
pada dua masalah tersebut. Dan tidak ada satupun yang mengatakan bahwa jilbab tidak wajib!
Bapak Quraish Shihab mengatakan bahwa
para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan aurat. Kita
katakan, memang benar para ulama berbeda dalam menentukan batas aurat
perempuan.
Tetapi sekali lagi perbedaannya hanya
pada apakah wajah dan kedua telapak tangan itu aurat atau tidak. Kalau
yang mengatakan itu adalah aurat, mereka mengatakan bahwa cadar wajib.
Yang mengatakan wajah dan telapak tangan tidak aurat berarti mengatakan
jilbab itu wajib tetapi boleh dibukan wajah dan kedua telapak
tangannya.
Tidak ada satupun ulama yang mengatakan
bahwa rambut bukan aurat. Tidak ada satupun ulama yang mengatakan bahwa
bagian terdalam wanita seperti payudara dan sebagainya bukan aurat.
Tidak ada satupun ulama yang mengatakan betispun bukan aurat. Tidak ada
yang mengatakan seperti itu. Jadi perbedaannya hanya apakah wajah dan
kedua telapak tangan itu aurat atau tidak.
***
Quraish Shihab: Eh ini orang pakai jilbab sejak tahun berapa toh ini? kira-kira 20-30 tahun belakangan ini.
Ibu: Di Indonesia
Quraish Shihab: Ya di Indonesia. Dulu itu istrinya Buya Hamka pakai jilbab atau tidak?
Ibu: Tidak
Quraish Shihab: Aisyiyyah (Muhammadiyah)
pakai jilbab atau tidak? Muslimat (NU) pakai jilbab atau tidak? Itu
pertanda bahwa sebenarnya ulama beda pendapat. Nah kita ingin orang
memakai jilbab itu dengan penuh kesadaran.
(tanggapan)
Zain An-Najah:
Pernyataan Bapak Quraish Shihab bahwa di Indonesia ini baru muncul 20
tahun terakhir ini. Kemudian sebagian tokoh muslim Indonesia seperti
Buya Hamka, istrinya tidak pakai jilbab. Kemudian juga Muslimat
Nahdlatul Ulama tidak pakai jilbab, itu kemudian dijadikan dalil bahwa
ternyata para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini, pernyataan
seperti itu tidak benar.
Karena di dalam mengambil sebuah hukum, tidak boleh menggunakan sikap perorang. Tidak boleh menggunakan perilaku perorangan.
Kalau dikatakan bahwa istrinya Buya
Hamka tidak pakai jilbab maka dari itu kita boleh meniru istrinya buya
Hamka, kita katakan kepada Bapak Quraish Shihab, Istrinya Nabi Nuh itu
kafir. Apakah terus dengan begitu kita boleh kafir karena istrinya Nabi
Nuh kafir? Kemudian istrinya Nabi Luth itu juga kafir. Apakah kemudian
kita membolehkan kita kafir karena merujuk kepada istrinya Nabi Luth?
Sebagian paman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam itu juga menentang Islam. Apakah kemudian kita menyatakan bahwa boleh menentang Islam karena sebagian paman Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam itu
menentang Islam. Begitu juga anaknya Nabi Nuh, itu juga tidak mengikuti
ajaran Nabi Nuh, tidak mengikuti ajaran Islam. Apakah terus kita boleh
mengatakan kepada anaka kita, wahai anak kau boleh menentang Islam
karena anaknya Nabi Nuh juga menentang Islam.
Tentunya ini tidak bisa diterima. Jadi
intinya tidak boleh menjadikan perilaku seorang tokoh atau perilaku
masyarakat sebagai dasar daripada pengambilan hukum.
Yang benar dasarnya dalam mengambil
hukum adalah Al-Qur'an dan Sunnah serta beberapa kaidah yang telah
diletakkan oleh para ulama. Dan tidak ada satupun dalam kaidah tersebut
bahwa perilaku seseorang, perilaku tokoh bisa menjadi sumber pengambilan
hukum.
Perlu saya tambahi di sini, bahwa bisa
saja ulama tersebut, tokoh masyarakat tersebut yang istrinya tidak pakai
jilbab atau anaknya tidak pakai jilbab, barangkali ulama tersebut
meyakini bahwa berjilbab wajib. Hanya saja istrinya membangkang, atau
tokoh tersebut, orang tua tersebut telah menasehati anaknya, tetapi
anaknya tidak mau mendengar nasehat bapaknya. Jadi sekali lagi,
perbuatan sekeluarga dari para ulama itu tidak bisa dijadikan dasar
untuk pengambilan hukum.
***
Quraish Shihab: Yang penting begini bu, pakaian terhormat. Itu menurut hemat saya.
(tanggapan)
Zain An-Najah:
Perkataan Bapak Quraish Shihab yang penting adalah pakaian terhormat.
Ini adalah pernyataan yang sangat naif. Karena pakaian terhormat, sekali
lagi tidak mempunyai batasan yang jelas. Pakaian terhormat menurut
Quraish Shihab berbeda dengan pakaian terhormat menurut artis. Dan
berbeda pula pakaian tehormat menurut orang-orang yang lain.
Sehingga pernyataan pakaian yang terhormat adalah pernyataan yang sangat naif yang jauh dari dasar-dasar agama.
***
Quraish Shihab: Jadi berjilbab baik, bagus. Tetapi boleh jadi sudah melebihi apa yang dikehendaki oleh Tuhan.
(tanggapan)
Zain An-Najah:
Pernyataan Bapak Quraish Shihab bahwa jilbab itu bagus tetapi boleh
jadi orang yang memakai jilbab itu sudah melebihi apa yang dikehendaki
oleh Tuhan adalah pernyataan yang sangat gegabah. Karena kalimat berlebihan itu menunjukkan negatif.
Allah Subhanah wa ta'ala sendiri
melarang kaum Muslimin untuk berlebih-lebihan di dalam mengamalkan
ajaran Islam. Karena orang yang berlebihan dalam mengamalkan ajaran itu
maknanya adalah negatif, sesat dan menyesatkan.
Oleh karena itu kalimat orang yang
menggunakan jilbab itu berlebih-lebihan dalam mengamalkan Islam dan
boleh jadi sudah melebihi apa yang dikehendaki Tuhan adalah pernyataan
yang sangat sembrono dan itu menyatakan bahwa yang memakai jilbab telah
melanggar pesan-pesan Allah untuk beragama Islam secara wajar.
Kemudian yang perlu saya tekankan di
sini bahwasanya memang kita harus menghormati perbedaan pendapat di
dalam agama Islam ini. Tetapi yang kita hormati itu adalah
pendapat-pendapat yang memang masih dalam koridor ajaran Islam dan
menggunakan metode yang telah diletakkan oleh para ulama. Sebagaimana
yang dikatakan oleh salah seorang ulama, tidak semua perbedaan pendapat
bisa diterima, kecuali perbedaan pendapat yang masih berada dalam
koridor syariah. Adapun pendapat dari sebagian orang yang tidak
mempunyai background syariah, maka itu tidak bisa diterima. Apalagi tidak menggunakan metodologi yang telah diletakkan oleh para ulama.
Demikian apa yang saya sampaikan ini, mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kaum Muslimin di mana pun juga berada. Wabillahi taufiq wal hidayah. Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
(www.lppimakassar.com)