0 Comment
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh1vwyh8fJj9oUyxXvoExA6OnknjpvjB-MAx-6ArAMyIuBcR6y_lrvylqap7XX2SQzey5QY92LQChdNv_oABdVhy_HDIVUrq80uptuGjKHaA4e38cJWRxDfUhDNyPN-Ca5nyha-hrv9X5SL/s1600/akal1.jpegIbnul Qayyim yang menyebutkan bahwa pendapat akal yang tercela itu ada beberapa macam:
1. Pendapat akal yang menyelisihi nash Al Qur’an atau As Sunnah.
2. Berbicara masalah agama dengan prasangka dan perkiraan yang dibarengi dengan sikap menyepelekan mempelajari nash-nash, memahaminya serta mengambil hukum darinya.
3. Pendapat akal yang berakibat menolak asma (nama-nama) Allah I, sifat-sifat dan perbuatan-Nya dengan teori atau qiyas (analogi) yang batil yang dibuat oleh para pengikut filsafat.
4. Pendapat yang mengakibatkan tumbuhnya bid’ah dan matinya As Sunnah.
5. Berbicara dalam hukum-hukum syariat sekedar dengan anggapan baik (dari dirinya) dan prasangka. (Lihat I’lam Muwaqqi’in, 1/104-106, Al-Intishar, hal. 21, 24, Al-’Aql wa Manzilatuhu)
Jadi, manakala kita mengambil sebuah kesimpulan dengan akal kita, kemudian ternyata hasilnya adalah salah satu dari lima yang tersebut di atas maka yakinlah bahwa itu pendapat yang tercela dan salah. Ia harus ditinggalkan dan menundukkan akal di hadapan kepada syariat.

Posting Komentar Blogger

 
Top