0 Comment

Oleh: Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِي دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ قَتْلِهَا

Dari Abdurrahman bin Utsman (ia berkata): “Sesungguhnya seorang tabib (dokter) pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kodok yang ia akan jadikan sebagai obat? Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang tabib tersebut membunuh kodok.”
HADITS SHAHIH. Telah dikeluarkan oleh Abu Dawud (no. 3871 & 5269 dan ini lafazhnya), Nasaa-i (7/210), Ahmad (3/453), Hakim (4/411) dan Baihaqy (9/258), mereka semuanya meriwayatkan dari jalan Ibnu Abi Dzi’b, dari Sa’id bin Khalid, dari Sa’id bin Musayyab, dari Abdurrahman bin Utsman (seperti di atas).
Berkata Imam Hakim: “Hadits ini shahih isnadnya”. Dan Imam Dzahabi telah menyetujuinya.
Saya berkata: Isnadnya shahih dan rawi-rawinya semuanya tsiqah dari rawi Bukhari dan Muslim kecuali Sa’id bin Khalid bin Abdullah bin Qaarizh seorang rawi yang tsiqah.
Berkata Imam Nasaa-i: “Tsiqah”.
Berkata Imam Daaruquthniy: “Boleh dipakai sebagai hujjah”.
Imam Ibnu Hibban telah memasukkannya di kitabnya Ats-Tsiqaat.
Adapun Ibnu Hajar di Taqrib-nya mengatakan: “Shaduqun!”.
Yakni, satu istilah untuk rawi yang derajat haditsnya hasan.
Saya melihat bahwa pernyataan al-Hafizh Ibnu Hajar kurang tepat, yang lebih tepat bahwa Sa’id bin Khalid adalah seorang rawi yang tsiqah. Wallahu a’lam.
FIQIH HADITS
Hadits yang mulia ini merupakan hujjah yang sangat kuat tentang haram-nya memakan daging kodok karena tiga sebab [1]:
Pertama:
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang membunuhnya, baik untuk dimakan atau dimanfaatkan atau untuk disia-siakan.
Kedua:
Larangan memakannya. Karena tidak ada faedahnya kalau yang dimaksud oleh hadits di atas hanya terbatas pada larangan membunuhnya, tetapi halal memakannya!? Cara yang seperti ini merupakan kejumudan dan lebih zhahir dari kaum zhahiriyyah, tanpa mau melihat dan memahami lafazh dan siyaaq (susunan) hadits. Di dalam hadits di atas seorang tabib (dokter) meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menjadikan kodok sebagai obat.
Tentunya yang dimaksud oleh si dokter ialah dengan cara memakannya atau memberi makan kepada si pasien yang dia yakini bahwa daging kodok itu sebagai obat. Inilah yang cepat kita tangkap dengan mudah dari permintaan izin dokter tersebut kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apakah saudara akan memahami, bahwa maksud dokter tersebut meminta izin untuk menjadikan kodok sebagai obat, ialah dengan cara daging kodok itu dioles-oleskan ketubuh si pasien bukan dengan cara memakannya?
Ketiga:
Para Ulama telah membuat satu kaidah dan telah menjadikannya sebagai salah satu sebab tentang haramnya sesuatu binatang yaitu: Setiap binatang yang kita diperintah untuk membunuhnya atau dilarang membunuhnya hukumnya adalah haram dimakan.
Kalau mereka membantah: Dilarang membunuhnya bukan berarti dilarang juga memakannya. Harus ada dalil yang lain yang dengan tegas melarang memakannya. Karena hukum asal makanan dan minuman halal sampai datang dalil yang mengharamkannya. Kalau tidak ada, maka dia kembali kepada hukum asal yaitu halal. Adapun membuat satu kaidah dan menjadikannya sebagai salah satu sebab, bahwa setiap binatang yang kita diperintah untuk membunuhnya atau dilarang membunuhnya seperti kodok adalah hukumnya haram dimakan, merupakan sebuah kaidah yang tidak tepat pada tempatnya dan bertentangan dengan hukum asal di atas.
Berkata Abu Unaisah (penulis) sambil bersoal jawab dengan mereka:
A: Menurut madzhab saudara kodok itu halal, berarti boleh dimakan?
B: Betul! Siapa saja yang suka silahkan dia memakannya!
A: Saudara suka dan pernah memakannya?
B: Saya tidak suka dan belum pernah memakannya.
A: Anggap saja saudara suka dan pernah memakannya, sekarang saya akan bertanya kepada saudara.
B: Silahkan!
A: Ketika saudara memakan kodok, apakah saudara makan kodok itu hidup-hidup, atau dimatikan dulu lalu digoreng atau dimasak baru kemudian saudara makan?
B: Ya, dimasak dulu baru dimakan!
A: Bukankah menurut madzhab saudara, kodok itu haram dibunuh tetapi halal dimakan?
B: Benar, madzhab kami sesuai dengan zhahirnya hadits.
A: Kalau begitu zhahirnya madzhab saudara, maka resikonya apabila saudara ingin memakan kodok, saudara harus makan kodok itu hidup-hidup, tidak boleh digoreng atau dimasak dulu karena bisa membunuhnya. Padahal menurut madzhab saudara, kodok itu haram dibunuh tetapi halal dimakan!?
B: Tidak begitu! Jauh sekali! Yang kami maksud dilarang membunuhnya, apabila kodok itu  dibunuh bukan untuk dimakan tetapi disia-siakan.
A: Bukankah tabib yang meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga untuk dimakan sebagai obat tidak untuk disia-siakan? Ataukah saudara ingin mengatakan, bukan untuk dimakan, tetapi daging kodok itu cukup dioles-oleskan ketubuhnya atau ketubuh pasiennya?
Fatwa Para Imam:
1. Berkata Abdullah bin Ahmad: Aku pernah bertanya kepada bapakku (yakni Imam Ahmad bin Hambal) tentang kodok.
Beliau menjawab: “Tidak boleh dimakan dan tidak boleh dibunuh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang membunuh kodok berdasarkan hadits Abdurrahman dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [Masaa-il Imam Ahmad bin Hambal dari riwayat anaknya Imam Abdullah bin Ahmad bin Hambal hal: 271-272 di tahqiq oleh Zuhair Syaawisy]
2. Imam al Khaththaabiy mengatakan bahwa kodok itu haram dimakan. (‘Aunul Ma’bud Syarah Sunan Abi Dawud juz 10 hal: 252-253].
3. Ima Ibnu Hazm dikitabnya “Al Muhalla” (juz 7 hal:245, 398 dan 410) mengatakan bahwa kodok itu sama sekali tidak halal dimakan.
Dan lain-lain
Footnote:
[1] Sebab yang pertama dan kedua datang dari hadits diatas. Sedangkan sebab yang ketiga datang dari hadits-hadits yang lain yang memerintahkan untuk membunuh beberapa binatang
~ Disalin secara utuh dari buku Al Masail jilid 4, Masalah ke 91. oleh guru kami al Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat –hafizhahullah-. Penerbit Darussunnah, Cet.2, Hal.209-213 ~

Posting Komentar Blogger

 
Top