0 Comment
Pertanyaan.
Assalâmu`alaikum, ustadz, apakah hukumnya mandi ketika hendak shalat Jumat, sunnah apa wajib? Soalnya ana ( karena bekerja) ketika hari Jum`at tidak sempat pulang ke rumah dulu

Jawaban.
Para Ulama berbeda pendapat tentang hukum mandi bagi orang yang akan pergi shalat Jum’at, apakah wajib atau mustahab (sunat). Pendapat yang râjih (lebih kuat) –Wallâhu a’lam– adalah wajib hukumnya. Ini merupakan pendapat Abu Hurairah , ‘Ammar bin Yasir , Abu Sa’îd al-Khudri , dan al-Hasan Radhiyallahu anhum. Dan satu riwayat dari Imam Mâlik dan Imam Ahmad, serta Ibnu Hazm. Juga pendapat Syaikh al-Albâni, Syaikh al-‘Utsaimîn, dan lainnya.[1] Dalilnya antara lain:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ
Dari `Abdullâh bin ‘Umar Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Jika seseorang dari kamu mendatangi (shalat) jum’at, hendaklah dia mandi”. [HR. Bukhâri, no. 877; Muslim, no. 844]

Di dalam hadits ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan orang yang mendatangi shalat jum’at untuk mandi, sedangkan hukum perintah asalnya adalah wajib. Bahkan di dalam hadits lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan dengan tegas bahwa hal itu merupakan perkara yang wajib. Yaitu hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُسْلُ يَوْمِ الْجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ
Dari Abu Sa’îd al-Khudri Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mandi hari jum’at wajib bagi setiap orang yang telah dewasa”. [HR. Bukhâri, no. 879; Muslim, no. 846]
Jika anda berada di tempat kerja dan tidak sempat pulang untuk mandi, maka anda bisa mandi di tempat kerja atau mandi sebelum berangkat kerja dengan niat untuk mandi Jum’at.

Wallâhu ‘alam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIII/1430H/2009M.]
________
Footnote
[1] Lihat Shahîh Fiqih Sunnah 1/168-169; Tamâmul Minnah; dan Syarhul Mumti’

Posting Komentar Blogger

 
Top