0 Comment
Pendahuluan
Banyak sekali kita dapati ayat-ayat Quran dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi perintah dan anjuran untuk memperbanyak doa kepada Allah Azza wa jalla. Hal ini menunjukkan bahwa doa memiliki keutamaan dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah Azza wa jalla. Yang langsung terlintas dalam pikiran kita ketika mendengar kata berdoa adalah meminta sesuatu kepada Allah Azza wa jalla. Pengertian ini tidaklah salah, namun ia mengandung kekurangan. Karena jika kita membaca keterangan para ulama lebih lanjut tentang doa, kita akan mengetahui bahwa lafadz doa yang ada didalam al-Quran dan Hadits tidak hanya bermakna demikian. Berikut ini kami bawakan sedikit pembahasan tentang doa dan beberapa perkara yang berkaitan dengannya, agar kita memiliki pengetahuan yang benar, untuk kemudian kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Pengertian Doa
Doa secara bahasa (arab) berarti permintaan dan merendahkan diri. Jika dikatakan “Aku berdoa kepada Allah,” maknanya adalah aku meminta dengan merendahkan diri kepada-Nya dan mengharap kebaikan dari sisi-Nya (al-Misbah al-Munir 1/194). Terkadang doa juga bermakna penyucian dan pujian atau yang semisalnya (al-Qamus al-Fiqhi lughatan wa ishthilahan 131) dan ia termasuk dalam kategori dzikir.

Jenis-jenis Doa
Doa ada dua jenis; doa ibadah dan doa mas’alah.
Doa ibadah adalah seluruh amal ibadah, seperti mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengamalkan konsekuensinya, shalat, puasa, zakat, haji, berkurban, bernazar untuk Allah Azza wa jalla, dan ibadah yang lain. Barang-siapa mengerjakan amalan-amalan ini atau pun ibadah yang lain berarti ia telah berdoa kepada Allah Azza wa jalla. Karena orang yang beriba-dah kepada Allah Azza wa jalla pada hakikat-nya ia sedang meminta dengan perbuatannya itu agar Allah Azza wa jalla memberinya pahala, memasukkannya ke surga, dan mengampu-ni dosa-dosanya.

Doa ibadah tidak boleh dipersembahkan untuk selain Allah Azza wa jalla. Barangsiapa memalingkan ibadah sedikit saja untuk selain Allah Azza wa jalla, ia telah kafir atau keluar dari islam. Doa inilah yang dimaksud dalam firman Allah Azza wa jalla yang artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyom-bongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir: 60)

Doa mas’alah atau doa thalab adalah permintaan seseorang agar keperluan-keperluannya dipenuhi; baik untuk mendapatkan manfaat ataupun menolak mudharat. Dalam perkara ini terdapat perincian sebagai berikut:
a. Jika permintaan itu ditujukan kepada orang yang masih hidup; ada bersamanya disuatu tempat dan mampu memenuhi permintaan itu, ini bukanlah kesyirikan. Seperti orang berkata: “Hai Fulan, beri saya makanan!” Atau “Beri saya air!” Atau yang semisalnya. Hal ini tidak mengapa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila ada orang yang meminta dengan nama Allah, berilah dia. Apabila ada orang yang minta perlindungan dengan nama Allah, lindungilah dia. Apabila ada orang yang mengundang kalian, penuhilah undangannya. Dan apabila ada orang yang berbuat baik kepada kalian, balaslah kebaikannya. Dan seandainya kalian tidak memiliki apa pun  untuk membalasnya, doakanlah ia hingga kalian merasa telah membalas kebaikannya.” (HR. Abu Dawud 1672)
b. Meminta kepada makhluk dalam perkara yang tidak mampu dikabulkan kecuali oleh Allah Azza wa jalla. Orang yang berbuat seperti ini adalah musyrik dan kafir. Baik yang diminta yang diminta itu masih hidup atau sudah mati, ada ditempat atau jauh darinya. Seperti orang yang berdoa dengan berkata: “Wahai Syaikh Fulan, sembuhkanlah  aku!” Atau “Beri aku anak!” Dan yang semisalnya. Ini adalah kekufuran yang akan mengeluarkan seseorang dari Islam. Karena permintaan ini hanya dapat dikabulkan oleh Allah Azza wa jalla.

Allah Azza wa jalla berfirman yang arti-nya: “Dan janganlah kamu menyeru apa-apa yang tidak memberi manfa’at dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah. Sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. Jika Allah menimpa-kan sesuatu kemudharatan kepada mu, tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunus: 106-107)

Doa yang disebutkan di dalam al-Quran kadang maksudnya adalah doa ibadah dan kadang doa mas’alah, namun terkadang juga yang dimaksud adalah kedua-duanya.

Syarat Terkabulnya Doa
Dari penjelasan di atas, nampak bahwa doa ibadah hanya boleh ditujukan kepada Allah Azza wa jalla, sedangkan doa mas’alah ada yang boleh ditujukan kepada selain Allah Azza wa jalla dan ada pula yang tidak, tergantung dari permintaan yang diajukan. Jika doa mas’alah itu dipanjatkan kepada Allah Azza wa jalla, ia juga menjadi ibadah.  Dan doa memiliki syarat-syarat dikabulkan, di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Ikhlas; memurnikan niat beramal shalih dan berdoa hanya untuk Allah Azza wa jalla, tidak untuk selain-Nya, dan bukan karena ingin dilihat atau didengar orang, atau mengharapkan perkara keduniaan, dan tidak dibuat-buat. Allah Azza wa jalla berfirman yang arti-nya: “Maka berdoalah kepada Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya, meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya).”  (QS. Al-Mu’min: 14)
2. Al-Mutaba’ah; mengikuti tuntunan Nabi shallallahu ‘alaih wa sallam. Karena doa adalah ibadah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dalam agama kami maka amalan itu tertolak.” (HR. Muslim 4590)
3. Percaya dan yakin bahwa Allah Azza wa jalla akan mengabulkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Berdoalah kalian kepada Allah dalam keadaan yakin bahwa Allah akan mengabulkannya.” (HR. at-Tirmidzi 3479)
4. Menghadirkan hati, khusyu’ dan mengharap pahala di sisi Allah Azza wa jalla serta takut dari azab-Nya. Allah Azza wa jalla memuji Zakariya dan keluarganya dengan berfirman yang artinya: “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu berse gera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo’a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu’ kepada Kami.” (QS. al-Anbiyaa: 89-90)
5. Bersungguh-sungguh dan mantap dalam berdoa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa  sallam bersabda: “Jika salah seorang dari kalian berdoa, hendaknya ia memantapkannya dan janganlah dia mengatakan “Ya Allah berilah aku jika Engkau menghendaki, karena Allah tidak bisa dipaksa.” (HR. al-Bukhari 6338)

Dan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas bahwasanya doa itu ada dua macam; doa ibadah dan doa mas’alah. Maka dikabulkannya doa ibadah ialah dengan diterimanya amalan tersebut, sedangkan dikabulkannya doa mas’alah ialah dengan terpenuhinyaa apa yang diminta.

Penghalang-penghalang Doa
Selain memiliki syarat-syarat, ada perkara-perkara yang menghalangi terkabulnya doa. Dan penghalang-penghalang doa pada haki-katnya tidak terbatas pada jumlah tertentu, karena di sana ada perkara-perkara tersembunyi di dalam hati yang menghalangi terkabulnya doa. Namun di antara perkara-perkara yang diketahui sebagai penghalang terkabulnya doa adalah sebagai berikut:
1. Bermudah-mudahan dalam perkara haram. Baik dalam makanan, minuman, ataupun pakaian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang seorang yang berjalan jauh, rambutnya kusut masai, dan pakaiannya lusuh, kemudian ia berdoa sambil mengangkat tangannya, “Bagaimana mungkin doanya akan dikabulkan? Sementara makanan, minuman, pakaian serta makanan yang masuk ketubuh nya adalah barang haram.” (HR. Muslim 1015)
2. Tergesa-gesa ingin cepat terkabul. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Doa kalian akan dikabulkan selama kalian tidak tergesa-gesa dan berkata: “Sungguh aku telah lama berdoa namun tidak juga dikabulkan.” (HR. al-Bukhari 6340)
3. Melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Sebagian salaf berkata: “Jangan kalian menganggap doa itu tidak dikabulkan, karena kalian sendirilah yang menghalangi terkabulnya doa itu dengan kemaksiatan.” Allah Azza wa jalla berfirman yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengubah kea-daan sesuatu kaum sehingga mereka me-ngubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS. Ar-Ra’du: 11)
4. Meninggalkan kewajiban agama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah kalian saling melakukan amar ma’ruf nahi munkar, atau Allah akan menim-pakan hukuman kepada kalian, kemudian kalian berdoa kepada-Nya, namun Allah tidak mengabulkan doa tersebut.” (HR. at-Tirmidzi 2169)
5. Doa tersebut mengandung dosa dan memutus pertalian keluarga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah seorang muslim berdoa dengan suatu doa yang tidak mengandung dosa dan pemutusan silaturahim, kecuali Allah akan beri dia salah satu dari tiga perkara berikut ini; Allah kabulkan doa itu dengan segera; Allah jadikan doa itu sebagai simpanan berupa pahala yang sebanding baginya diakhirat; atau Allah palingkan darinya kejelekan yang sebanding dengan permintaan yang ada pada doanya itu.” (HR. Ahmad 11149)

Jika seseorang merasa doanya tidak  dikabulkan, padahal ia telah memenuhi syarat-syarat doa dan tidak mengerjakan penghalang-penghalangnya maka ketahuilah bahwa ada beberapa kemungkinan berkenaan dengan doanya itu: Allah Azza wa jalla tidak menga-bulkannya didunia tapi menggantinya dengan pahala yang sebanding baginya di akhirat nanti atau Allah Azza wa jalla memalingkan kejelekan darinya yang sebanding dengan permin-taan yang ada pada doanya itu. Dan semua itu tidaklah Allah Azza wa jalla lakukan kecuali dengan hikmah-Nya yang maha sempurna.

Penutup
Ketahuilah, selain memiliki syarat-syarat dan penghalang-penghalang, doa juga memiliki tempat dan waktu-waktu yang baik serta adab-adab yang selayaknya dilakukan oleh orang yang berdoa, yang InsyaAllah kami akan membawakannya pada edisi yang lain.

Demikianlah pembahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat dan mudah-mudahan kita menjadi orang yang selalu berdoa kepada Allah Azza wa jalla.

Sumber
Syurut Du’a wa Mawani’ al-Ijabah fii dhaui al-Kitab wa as-Sunnah, Sa’id bin ‘Ali bin Wahf al-Qahtani, Syarh Riyadhus Shalihin dan Fatawa Nuur ‘ala ad-Darbi, Ibnu ‘Utsaimin    

Posting Komentar Blogger

 
Top