0 Comment

 

Harun al-Rasyid rahimahullah (khalifah Abbasiyah) baru saja merampungkan pembangunan istana barunya di Kota Samarra. Kota yang indah yang dibangun untuk membuat bahagia mereka yang melihat keindahannya. Karena Samarra adalah kependekan dari surra man ra-a (bahagia orang-orang yang melihatnya). Itulah gambaran keindahan kota itu. 

Untuk merayakan peresmian istana, Harun al-Rasyid mengundang para pembesar dan orang-orang dekatnya. Di antara yang diundang adalah Abul Attahiyah seorang penyair kondang. Harun berkata padanya, “Gambarkan tentang kebahagiaan kami dari limpahan dunia.” 

Abul Attahiyah berkata,

عِشْ ما بَدَا لكَ سالماً،

في ظِلّ شاهقَةِ القُصورِ

Hiduplah dengan apa yang kau miliki dengan selamat di bawah naungan tingginya istana.

يسْعَى عليكَ بِمَا اشتهيْتَ

لدَى الرَّوَاح أوِ البُكُورِ

Buatlah sesuai seleramu di waktu sore dan pagi.

فقال حسن ثم ماذا؟ فقال:

Harun mengomentari, “Bagus. Lanjutkan lagi.”

Abul Attahiyah melanjutkan,

فإذا النّفوسُ تَقعَقَعَتْ،

في ظلّ حَشرجَةِ الصّدورِ

Saat jiwa gemeretak di dalam relung dada.

فَهُناكَ تَعلَم، مُوقِناً،

مَا كُنْتَ إلاَّ فِي غُرُورِ

Barulah saat itu kau baru sadar selama ini tengah terpedaya.

قال : فبكى الرشيد بكاء كثيرًا شديدًا

Menterinya yang bernama Fadhl bin Yahya berkata, “Harun al-Rasyid menangis tersedu-sedu.” 

فقال له الفضل بن يحي : دعاك أمير المؤمنين تسره فأحزنته

Lalu Fadhl berkata pada Abul Attahiyah, “Amirul mukminin mengundangmu untuk membuatnya gembira namun kau membuatanya bersedih.” 

فقال له الرشيد : دعه فإنه رآنا في عمى فكره أن يزيدنا عمى .

Harun al-Rasyid menimpali, “Biarkan dia. Dia melihat kita dalam keadaan buta dan dia tidak senang kalau kita semakin buta (karena dunia).” (Al-Bidayah wa an-Nihayah, 10/217-218).

Pelajaran:

Cinta kepada dunia itu membuat buta mata hati. Allah telah memberikan banyak tanda untuk kita yang menjelaskan bahwa dunia ini fana, tapi kita tetap tidak melihatnya. 

Tidak ada kerugian yang lebih besar bagi manusia tatkala dia baru mengerti hakikat kebaikan saat dia sudah tidak mampu melakukannya. Baru mengerti keutamaan shalat berjamaah di masjid, saat jalan sudah susah. Baru mengerti keutamaan belajar agama saat pikiran mulai melemah dan badan sakit-sakitan. dll.

Posting Komentar Blogger

 
Top