0 Comment




Tradisi memberi anak2 uang di hari raya bukanlah sarana pembentuk mental pengemis bagi anak-anak, melainkan bentuk reward karena sudah menjalani berbagai ibadah di bulan Ramadhan, membangun kasih sayang (kalau kata hadits, hadiah itu bisa menimbulkan mahabbah), pemberian teladan bagi anak2 untuk gemar berbagi, dll


"Jangan Gampang Membangun Prasangka"


Sudah menjadi kebiasaan setiap ramadhan para  orang tua, kakek-nenek, paman dan bibi menyiapkan uang recehan baru untuk dibagikan kepada anak, cucu, ponakan dan juga tetangga.


Tanpa diminta pun dihari raya idul fitri, para orang tua akan segera  memberikan hadiah berupa uang yg besarnya hanya cukup buat beli es kepel kepada anak-anak, sebagai wujud kegembiraan menyambut hari raya


Angpau itu terkadang bentuk apresiasi kepada anak atau cucu yang masih kecil, dapat menjalankan puasa sampai tuntas, sehinggal layak diberi hadiah berupa uang.


Jika rejeki berlebih para orang tua rela menukarkan banyak uang dengan uang baru agar kesan memberi menjadi istimewa, inilah tradisi yang sudah melekat puluhan tahun.


Jadi yang harus dipahami, tradisi bagi-bagi uang di hari raya itu adalah semangat memberi dari orang tua ke anak-anak bukan sebaliknya anak-anak meminta seperti pengemis kepada yang lebih tua.


Sangatlah lebay jika tiba-tiba  tradisi bagi uang itu   dikatakan sebagai bentuk mengajarkan kepada anak mental pengemis, sebuah tulisan di FB sedang viral, judulnya sangat bombatis JANGAN AJARI ANAKMU JADI PENGEMIS DI HARI IED FITRI.


Penulis membangun narasi di awal tulisan tanpa data valid,  seakan menuduh para orang tua banyak bermental pengemis :


"Liat tuh Om datang. Salim sana biar dapat uang"


"Ayo kita ke rumah teman ayah. Dia orang kaya, kalo kesana pasti dikasih"


Saya rasa tidak ada orang tua yang seperti itu, mengajarkan anak menjadi mental pengemis di hari raya,  terlebih bagi-bagi uang itu hanya terjadi pada lingkungan keluarga dekat, hanya terjadi setahun sekali (ingat yang dibahas di sini dalam konteks hari raya saja ya, bukan diluar hari raya..!!!)


Imajinasi penulis saja yang kebangatan liar, hingga sampai hati menulis seperti ini, di ujung tulisan, penulis membuat kesimpulan ngawur seperti ini


"Sungguh malang nasibmu, nak.

Jika yang orang tuamu ajarkan adalah mental orang2 lemah"


"Mental peminta-minta yang justru sebenarnya dalam islam sangat dilarang."


"Tinggikan derajatmu dengan tidak mengajarkan  si kecil meminta pada nenek, kakek, om, tante, paman, uwa, dll, dsb, dst di hari nan suci. 

Wallahu a'lam"


What??? "anak-anak  diajarkan orang tuannya meminta-minta di hari fitri? Ngawur. 


Cobalah berpikir dari cara  berbeda, para orang tua di hari fitri sedang memberi contoh semangat berbagi kepada anak-anak juga kepada tetangga. Sehingga si anak bisa menauladani semangat berbagi dari orang tuanya.


Semangat berbagi itu dilakukan di saat silaturahmi kumpul keluarga, sesuatu yang sulit di lakukan selain hari raya, dalam suasana gembira.


Coba rubah sudut pandang anda menjadi positif terhadap tradisi itu, manakala anak anda di beri uang oleh keluarga bukannya ditolak, karena kurang baik menolak pemberian orang terlebih dari keluarga, tetap diterima seraya kita bilang ke anak.


"Nak ucapkan terima kasih ya, kelak kalau sudah dewasa nanti kamu harus mencontoh bapak/kakek/nenek mau berbagi rejeki kepada orang lain".


Sekali lagi, tidak ada orang tua yang mengajarkan anaknya menjadi mental pengemis, terlebih di hari fitri, ada memang anak-anak dan juga orang tua yang sengaja datang ke rumah tetangga yang mampu, untuk silaturahmi sekedar menikmati hidangan istimewa karena di rumahnya mungkin tidak ada, lalu tuan rumah menyambut dengan ceria dan membagikan uang.


Nah itu bukan mental pengemis itu hikmah ramadhan menjadi insan pemberi dan anak-anak yang kurang mampu ingin ikut merayakan kegembiraan bersama orang yang mampu, jangan di generalisir mereka bermental pengemis.


Bagi-bagi uang di hari fitri tidak akan mengakibatkan anak-anak menjadi pengemis atau bermental pengemis, kalaupun anda pernah mendengar, melihat bahkan mengalami sendiri disuruh atau diajarkan melakukan minta uang di hari lebaran oleh orang tua anda diwaktu kecil, kepada kakek-nenek-paman-bibi saya rasa itu hanya sekedar ungkapan kegembiraan, ditengah jalinan silaturahmi keluarga, diungkapkan dengan kalimat guyon bukan serius seperti layaknya pengemis meminta-minta dengan menadahkan tangan.


Toh faktanya anda yang barangkali  pernah disuruh meminta uang di hari fitri, setelah dewasa tidak ada yang berfrofesi menjadi pengemis, bukan ajaran mental pengemisnya yang melekat, justru sebaliknya manakala anda sudah bekerja, sudah memiliki penghasilan sendiri, turut melestarikan tradisi ini, dengan menyediakan rejeki membagi angpau kepada para keponakan anda.


Mari rayakan idul fitri dengan mengapresiasi tradisi yang baik, jauhkan prasangka, janganlah gampang sekali membangun narasi dengan sudut pandang pribadi yang ujungnya membuat kesimpulan salah, ngawur dan menimbulkan ketersinggungan bagi yang menjalankan tradisi. 

Posting Komentar Blogger

 
Top