0 Comment

 


بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ



Misalnya :


• Membiarkan istrinya berkhalwat satu ruangan dengan laki laki lain.


• Membiarkan pasangannya berada dalam satu mobil berdua dengan yang bukan mahramnya.


• Membiarkan istrinya diboncengi motor oleh laki laki lainnya.


• Membiarkan istrinya tidak berhijab atau membuka aurat dan dilihat oleh banyak orang, dan


• Membiarkan pasangannya chating dengan orang lain yang bukan mahramnya.


Di zaman ini, kita perlu mengenalkan kembali bagaimana cemburu para salaf dahulu, yaitu cemburu yang syar’i. 


● Perhatikanlah kisah yang dibawa oleh Ibnu Katsir rahimahullah berikut ini.


🍒" JANGAN KAU LEPAS CADAR ISTRIKU.


“Seorang wanita mengadu kepada hakim disebuah Negeri. 

Wanita tersebut mengklaim bahwa suaminya masih berhutang mahar kepadanya 500 dinar. 


Namun, sang suami tidak mengaku dan sang istri datang membawa bukti akan hal tersebut.


Hakim kemudian berkata (kepada sang suami), 

"Kami ingin Engkau membuka wajahnya (Membuka Cadar istrimu) kepada kami, sehingga kami yakin bahwa wanita tersebut ialah istrimu.’


Sang suami berkata :

"Jangan kalian lakukan hal tersebut. Dia benar istriku"


Sang suami mengakui hal tersebut untuk menjaga agar sang hakim tidak bisa melihat wajah istrinya (cemburu yang syar’i).


Karena sikap suaminya, Akhirnya sang istri berkata :

"Aku telah halalkan (relakan) maharku atasnya di dunia dan akhirat"

(Al-Bidayah wa An-Nihayah, 11: 81).


Perhatikanlah bagaimana kecemburuan para salaf dahulu. Cemburu seperti ini adalah cemburu syar’i, yang dipuji oleh syariat. 


Perhatikanlah hadis berikut :

“Sa’ad bin Ubadah radhiyallahu ‘anhu berkata :


Seandainya aku melihat seorang laki laki bersama istriku niscaya aku akan memukul laki laki itu dengan pedang (yang dimaksud bagian yang tajam)…”


Mendengar penuturan Sa‘ad ini, tidaklah membuat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam mencelanya. Bahkan beliau bersabda :


“Apakah kalian merasa heran dengan cemburunya Sa’ad?

Sungguh aku lebih cemburu daripada Sa’ad, dan Allah lebih cemburu dariku.”

(Hadits shahih. HR. Bukhari, dalam “Kitab an-Nikah, bab al-Ghairah” dan Muslim, no. 1499).


Wahai para suami, hendaknya jangan sampai menjadi suami yang dayyuts, yaitu suami yang tidak memiliki ghirah (cemburu) terhadap istri dan keluarganya. 


Suami yang dayyuts membiarkan keluarganya bermaksiat dan tidak pernah melarang atau menegur sama sekali. 


Dia tidak cemburu apabila istrinya tidak menutup aurat, di mana kecantikan bahkan bagian tubuh istrinya dinikmati oleh mata lelaki lainnya.


Suami dayyuts akan rugi dunia akhirat. 

Misalnya, seorang suami yang lelah bekerja siang malam mencari nafkah. Namun istrinya di rumah dibiarkan berdandan dan berpakaian yang mengundang syahwat laki laki. Kemudian istrinya foto selfie, posting di internet, dan menjadi hasrat bagi laki laki lain di ruang publik ataupun sosial media. 


Suami ini rugi di dunia, karena kecantikan dan kemolekan tubuh istrinya juga dinikmati oleh orang lain. Bisa jadi setelah dia pulang di rumah, istrinya sudah tidak berdandan lagi. 


Suami dayyuts juga akan rugi di akhirat, karena dia akan  ditanya dan dihisab mengenai tanggung jawab terhadap istrinya. 

Mengapa dia tidak melarang istrinya, padahal istrinya adalah tanggung jawabnya. Sungguh ini kerugian dunia, sekaligus kerugian akhirat. 


Belum lagi, ada kasus istrinya selingkuh dan sebagainya.


Suami yang dayyuts dicela dalam syariat dan ancamannya cukup besar, sebagaimana hadits berikut :


“Tiga golongan yang Allah mengharamkan surga atas mereka: pecandu bir, anak yang durhaka kepada orang tuanya, dan dayyuts yang membiarkan kemaksiatan pada istrinya (keluarganya).” 

(Shahih At-Targhib wat Tarhib no. 2512)


Muslim.or.id

Posting Komentar Blogger

 
Top