0 Comment




#بــــــــــــــسم اللّــــــــــــه الرّحمن الرّحيـــــــم 

#السلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Sebagian pria sudah menjadi ayah. Namun, ia tidak pernah sadar kalau dirinya itu sudah menjadi seorang ayah.


Kebiasaannya masih bujang pun dibawa ketika ia sudah menjadi ayah.


Kami beri contoh misalnya:


Sering pulang larut malam karena asyik nongkrong dengan teman-teman.

Naik gunung dengan rekan-rekan sehobi, hingga berhari-hari.

Habiskan akhir pekan untuk memancing, dari pagi hingga menjelang Maghrib.

Jajan enak di luar rumah, lupa bawa untuk istri dan anak di rumah.

Koleksi barang-barang super mewah, menjadi hypebeast, yaitu kebiasaan fanatik yang berlebihan terhadap suatu tren yang kekinian.

Kekeliruan yang dilakukan oleh seorang ayah seperti ini:


Waktu habis sia-sia.

Kurangnya waktu diberikan pada keluarga, istri butuh dibantu dalam mengurus anak.

Istri dan anak kurang diberi perhatian.

Hidup boros padahal masih ada nafkah keluarga yang wajib ditunaikan.

Nasihat: ingatlah sekarang sudah menjadi ayah tentu beda dengan keadaan saat bujang.


1. Waktu mesti diberikan pada anak dan istri. Coba lihat nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam punya waktu untuk mendengar curhatan istri. Ada sebelas wanita yang diceritakan oleh Aisyah. Wanita-wanita tersebut menceritakan baik dan buruk suaminya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ikuti cerita tersebut dari awal hingga akhir. 


2. Janganlah egois, janganlah suami mementingkan aksesoris pribadinya padahal punya kewajiban beri nafkah anak dan istrinya.


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebutkan hal nafkah suami pada istri seperti dalam hadits, 


أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – 


“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-.” (HR. Abu Daud, no. 2142. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih).


3. Jangan boros seperti masa bujang. Mending harta yang ada dikeluarkan untuk nafkah keluarga.


Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ


“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim, no. 995).


Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Nafkah kepada keluarga itu lebih afdal dari sedekah yang hukumnya sunnah”. (Syarh Shahih Muslim, 7:82)


Adapun boros, kita telah diingatkan dalam ayat Al-Qur’an. Allah Ta’ala telah berfirman,


وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ


“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isra’: 26-27).


Ibnul Jauzi berkata bahwa yang dimaksud boros ada dua pendapat di kalangan para ulama:


Boros berarti menginfakkan harta bukan pada jalan yang benar.

Boros berarti penyalahgunaan dan bentuk membuang-buang harta. Abu ‘Ubaidah berkata, “Mubazzir (orang yang boros) adalah orang yang menyalahgunakan, merusak dan menghambur-hamburkan harta.” (Zaad Al-Masiir, 5: 27-28)

Ayah, ingatlah kita sudah menjadi ayah. Ada anak yang seharusnya buat kita jadi berubah.


Semoga dapat berubah menjadi lebih baik.


Moga Allah beri taufik dan hidayah bagi para ayah.


Jazakumullaahu khairan untuk yang berkenan menyebarkan. 

Muhammad Abduh tuasikal


Barakallaahu fiikum

Posting Komentar Blogger

 
Top