1 Comment

Hajrush Ziberi memohon pertolongan untuk hidupnya. (Ron Haviv/Al--Jazeera)
Ron Haviv, wartawan foto dalam perang Yugoslavia 1990-an berbagi kisah saat menjadi saksi mata kekerasan etnis di sana, kepada situs berita Al-Jazeera.

Saat itu, Ron Haviv bertolak ke daerah Slovenia. Negara itu menjadi daerah pertama yang memisahkan diri dari Yugoslavia.

Ketika perang Kroasia berakhir, terlihat jelas perang Bosnia semakin mendekat.

Atas saran seorang rekan, Haviv melakukan perjalanan ke Bijeljina, akhir Maret 1992.

Daerah itu adalah kota kecil di perbatasan Serbia dan Bosnia yang terpecah berdasarkan garis etnis: Serbia-Bosnia di satu sisi dan Muslim-Bosnia di sisi lain.

Di sana, ia bertemu satu konvoi kendaraan militer berisi puluhan paramiliter Serbia. Mereka adalah anggota Macan Arkan yang ia ketahui.

Karena sebelumnya Haviv pernah mendokumentasikan Arkan selama perang Kroasia, ia kembali memperkenalkan diri dan meminta izin mendokumentasikan anak buah Arkan dalam pertempuran.

Seorang anggota Arkan mengklaim ada "ekstremis Muslim" di sisi musuhnya.

Macan Arkan mulai mendekati masjid, menaiki menara, dan menurunkan bendera hijau Islam yang berkibar, untuk menggantinya dengan bendera Serbia.

Kemudian mereka berpose sebagai "foto kemenangan".

Beberapa saat setelahnya, Haviv mendengar keributan di bagian lain masjid dan menemukan beberapa anggota paramiliter etnis Serbia itu tengah menahan seorang pemuda yang tampak ketakutan.

Mereka mengambil kartu identitas pemuda itu dan mengatakan ia berasal dari Kosovo, indikator yang jelas bahwa ia adalah pejuang dari "sisi lain" (musuh).

Tiba-tiba, terdengar teriakan di luar masjid. Pasangan paruh baya dipaksa keluar dari rumah di seberang jalan.

Selanjutnya, terdengar beberapa tembakan. Seorang laki-laki telah jatuh ke tanah.

Wanita itu mencoba menghentikan pendarahannya. Tapi, tembakan susulan terdengar, wanita itu juga jatuh tak berdaya.

"Aku berhasil menangkap saat-saat terakhir pasangan itu, meskipun tentara Arkan memperingatkan saya agar tidak mengambil foto", tutur Haviv.

Kemudian, wanita lain juga dipaksa keluar dari rumah dan ditembak, sementara seorang pria lain yang ditawan akhirnya tewas karena mencoba melarikan diri.

Setelah eksekusi, Macan Arkan memutuskan kembali ke markasnya, sambil menyeret tahanan tersisa.

"Saya mendekatinya untuk mengambil foto dan ia mengangkat tangan tanda menyerah, menatap meminta bantuan. Tapi tak ada yang bisa saya lakukan selain mengambil fotonya", ujar Haviv.

Ketika paramiliter Serbia mencapai basisnya, para tahanan dibawa ke dalam.

"Saat saya sedang menunggu izin dari Arkan untuk pergi, saya mendengar kegaduhan. Saya melihat tahanan tadi jatuh dari jendela lantai dua. Dia mendarat tepat di kaki saya", kenang Haviv.

Pria tersebut berhasil selamat. Beberapa milisi Arkan mendekatinya, menyiram dengan air dan memproklamirkan bahwa ia telah dibaptis.

Mereka kembali membawa tahanan ke penginapan sementara.

"Arkan tiba dan segera menuntut (mengambil) rol film milik saya. Saya harus menyerahkan yang ada dalam kamera, tapi berhasil menyembunyikan rol lain", terangnya.

Hari berikutnya, Haviv mencoba lagi bertemu lagi tahanan yang ia temui kemarin. Namun, Haviv tidak pernah melihatnya lagi.

"Foto yang saya ambil hari itu menjadi gambar pertama tentang pembersihan etnis di Bosnia. Namun mereka tidak melakukan apapun agar dunia membantu", tutur Haviv.

Seiring waktu, foto itu menjadi potongan bukti yang saat ini diidentifikasi sebagai pembantaian keluarga Pajaziti.

Arkan didakwa atas kejahatan perang, sedangkan foto milik Haviv sudah digunakan beberapa kali dalam berbagai persidangan di Den Haag.

Melalui kekuatan media sosial, Haviv akhirnya menemukan identitas tahanan yang sempat memohon pertolongan padanya.

Namanya: Hajrush Ziberi, dari Macedonia, telah meninggal pada 4 April 1992.

Mayatnya ditemukan di Sungai Sava. Butuh 12 tahun sebelum mengidentifikasi jenazah Hajrush melalui tes DNA.

"Keluarganya yang masih hidup berterima kasih pada saya dan mengatakan gambar itu sangat berarti bagi mereka. Saya tidak tahu harus berkata apa pada mereka", ujar Haviv. (Al-Jazeera)

Posting Komentar Blogger

 
Top