0 Comment


Mayat yang tidak dishalatkan, Ada tiga kategori mayat yang tidak dishalatkan

Pertama: Tidak Harus Dishalati, atau Tidak Wajib

Anak Kecil Belum Baligh: Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhu: “Ibrahim putra Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam meninggal pada usianya yang ke delapan belas bulan dan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak menshalatinya.”[HR. Abu Dawud, Ahmad]. Tetapi tetap dibolehkan menshalatinya,termasuk terhadap Anak kecil (orok) sekalipun akibat keguguran. Berdasarkan dalil: “…dan anak kecil (dalam riwayat lain,’Yang diakibatkan karena keguguran’) hendaknya dishalati seraya mendakan bagi kedua orang tuanya berupa ampunan dan rahmat.”[HR. Abu Dawud, Nasa’i] “Didatangkan ke hadapan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam anak dari kaum Anshar yang mati, kemudian beliau menshalatinya. Lalu aku katakan, beruntunglah anak ini menjadi burung-burung surga, belum pernah melakukan kesalahan dosa apapun…”[HR. Muslim, Nasa’I, Ahmad]. Maksud orok di sini menurut para ulama adalah kandungan yang sudah memiliki roh, yaitu sudah berumur 4 bulan menurut penelitian.
Orang Mati Syahid: Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu: “Sesungguhnya, para syuhada dalam Perang Uhud tidak ada yang dimandikan, dan mereka dikuburkan dengan lumuran darahnya serta tidak ada yang dishalati (kecuali Hamzah).”[HR. Abu Dawud, Hakim, Tirmidzi, Baihaqi, Ahmad]. Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu berkata, "Rasulullah mengumpulkan antara dua orang laki-laki yang terbunuh dalam Perang Uhud dalam satu helai kain. Kemudian beliau bersabda, 'Siapakah yang lebih banyak mengambil (hafal) Al-Qur'an?' Ketika ditunjukkan kepada salah satunya, maka beliau mendahulukannya ke dalam liang kubur (sebelum yang satunya. Jabir berkata, 'Maka, ayah dan paman dikafani dengan selembar kain bergaris') dan beliau bersabda, 'Aku akan menjadi saksi bagi mereka pada hari kiamat nanti.' Beliau menyuruh untuk menguburkan mereka dengan darah mereka tanpa dimandikan (Dan dalam satu riwayat, kuburkanlah mereka dengan darah mereka.' Beliau tidak memandikan mereka) dan tidak pula mereka dishalati."[HR. Bukhari]


Kedua: Enggan Dishalati Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam

Pelaku dosa besar, seperti meninggalkan shalat, zakat, begitu juga pezina, pemabuk dan semisalnya. Dari Abu Qatadah radhiyallahu ‘anhu: “Rasulullah apabila diminta untuk menshalati jenazah, beliau shallallaahu ‘alaihi wasallam menanyakan perihal (perilaku) sang mayat. Apabila dipuji dengan baik, beliau menerima dan menshalatinya. Namun bila disebut-sebut buruk perangainya, beliau mengatakan kepada keluarganya,’Itu urusanmu’. Dan beliau tidak menshalati.”[HR. Ahmad, Hakim]
Hukuman Had (kecuali jika bertobat). Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu: “Bahwa ada seorang wanita dari Juhainah datang kepada Nabi mengaku bahwa dirinya hamil akibat berzina, seraya berkata,’Wahai Nabi Allah, aku telah melanggar batas, maka kenakanlah hukuman (had) kepadaku.”Nabi kemudian menyuruh untuk mendatangkan walinya dan mengatakan kepadanya,’Berlaku baiklah terhadapnya, dan apabila telah melahirkan maka datanglah engkau bersamanya kepadaku.”Perintah itu pun dilakukannya. Kemudian beliau Shallallaahu 'alaihi wa Sallam memerintahkan untuk melaksanakan hukuman rajam terhadapnya, lalu menshalatinya. Melihat demikian Umar Ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu bertanya,”Engkau menshalati orang yang berzina, wahai Rasulullah?”Beliau menjawab,”Sungguh wanita ini telah bertobat. Seandainya tobatnya dibagikan kepada penduduk Madinah pastilah akan mencukupinya. Apakah engkau lihat ada tobat yang lebih utama dari dia yang mengakui dirinya berbuat dosa lalu meminta untuk dijatuhi hukuman atasnya karena mengharap ridha Allah?”[HR. Muslim, Abu Dawud, Nasa’I, Tirmidzi, Darimi, Baihaqi, Ibnu Majah]
Bunuh Diri: Dari Jabir bin Sanrah radhiyallahu ‘anhu: “Ada seorang laki-laki yang tengah sakit dan diratapi keluarganya…orang sakit tersebut bunuh diri dengan menusukkan anak panah ke jantungnya…Beliau kemudian bersabda,’Kalau begitu aku tidak akan menshalatinya.”[HR. Abu Dawud, Muslim, Nasa’I, Tirmidzi, Ibnu Majah, Hakim, Baihaqi, Ath-Thayalusi]
Mayat yang berutang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya. Dari Salamah bin al-Akwa radhiyallahu ‘anhu: “Suatu saat kami duduk-duduk bersama Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam, tiba-tiba didatangkan kepada beliau jenazah seraya pembawanya mengatakan,’Ya Rasulullah shalatilah mayat ini.’Beliau bertanya,’Apakah mayat ini mempunyai utang?’Mereka menjawab, ‘Tidak’. Beliau bertanya kembali,’Apakah ia meninggalkan sesuatu (harta)?’Mereka menjawab,’Tidak’. Maka beliaupun menshalatinya.” “Juga didatangkan kepada beliau jenazah lain dan pembawanya memohon kepada Rasulullah, shalatilah mayat ini.’Beliau bertanya,’Apakah orang ini meninggalkan sesuatu?’Mereka menjawab,’Tidak’. Beliau bertanya lagi, ‘Apakah ia mempunyai utang?’mereka menjawab,’Tiga dinar.Beliau kemudian bersabda.’alau begitu silakan saja kalian menshalatinya’. Berkatalah seorang dari kaum Anshar bernama Qatadah,’Ya Rasulullah, shalatilah mayat ini dan akulah yang akan memikul dan bertanggung jawab atas utangya.”[HR. Bukhari, Ahmad] Dari Abu Huraihah radhiyallahu ‘anhu: “…Barangsiapa meninggal sedang ia mempunyai utang dan dia tidak meninggalkan harta untuk membayarnya maka akulah yang akan menanggung pembayarannya. Sedangkan siapa saja yang meninggalkan harta, maka menjadi hak bagi ahli warisnya.”[HR. Bukhari, Muslim, Nasa’I, Ibnu Majah, Tahalusi, Ahmad] Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu: “…Karenanya siapa saja yang meninggalkan utang, maka akulah yang akan memenuhi pembayarannya, dan siapa saja yang meninggalkan harta, maka bagi ahli warisnya.”[HR. Abu Dawud, Nasa’i]


Ketiga: Haram dishalatkan

Kaum kafir dan munafik. Allah subhanahu wata’ala berfirman: “Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.”[QS. At-Taubah:84] “Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang berman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat-nya, sesudah jelas bagi mereka bahwa orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahanam.”[QS. At-Taubah:113]. Sejak kejadian itu (turunnya surat at-Taubah ayat 84 dan 85), Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak pernah lagi menshalati orang munafik yang meninggal, dan tidak pula berdiri di kuburnya untuk berdoa hingga beliau wafat.’[HR. Bukhari, Tirmidzi, Ahmad] Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, "Takbir ke satu adalah sebagai pembukaan shalat." Dia berkata lagi, "Janganlah sekali-kali kamu shalat atas seseorang dari mereka (orang munafik) yang meninggal dunia." [HR. Bukhari]


SUMBER :AHKAMUL JANAIZ, TUNTUNAN-TUNTUNAN LENGKAP MENGURUS JENAZAH (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani)

Posting Komentar Blogger

 
Top