Muhammad Wasitho Abu Fawaz
Tanya:
ﺍَﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪُ
Tentang status hadits berikut :
“Diam dari kebenaran adalah
Setan yang Bisu”
Ada yang menyatakan itu bukan hadits, tapi hanya perkataan Abu Ali ad-Daqqaq, namun ada yang berpendapat itu adalah hadits, sebagaimana Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam al Jawab al Kahfi.
Mohon pencerahan
ﺷُﻜْﺮًﺍ ﺟَﺰَﺍﻙ ﺍﻟﻠﻪُ ﺧَﻴْﺮًﺍ
ﻭَﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪُ
Jawab:
ﻭَﻋَﻠَﻴْﻜُﻢْ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺭَﺣْﻤَﺔُ ﺍﻟﻠّﻪِ ﻭَﺑَﺮَﻛَﺎﺗُﻪُ
Bismillah
perkataan tersebut BUKAN HADITS dari Nabi shallallahu alaihi wasallam. Yang benar adalah bahwa perkataan tersebut diucapkan oleh sebagian Ulama Sunnah, seperti Abu Ali Ad-Daqqooq Asy-Syafi’i, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahumullah dan selainnya.
Menurut penelitian sebagian ulama, bahwa yang pertama kali mengucapkan hal itu adalah Abu Ali Ad-Daqqooq Asy-Syafi’i An-Naisaburi (wafat pada tahun 406 H).
Berikut ini kami akan sebutkan perkataan mereka berkaitan dengan ungkapan di atas.
(*) Abu Ali Ad-Daqqooq An-Naisaburi Asy-Syafi’i berkata:
“Barangsiapa yang berdiam diri dari (menyampaikan) kebenaran,
maka ia adalah Syaithon Akhros (yakni setan yang bisu dari jenis manusia).” (Disebutkan oleh imam An-Nawawi di dlm Syarah Shohih Muslim).
(*) Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah juga pernah berkata:
“Orang yang berdiam diri dari menyampaikan kebenaran (padahal ia mampu menyampaikannya, pent) adalah Syaithon Akhros (Setan yang Bisu dari jenis manusia).” (Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah).
(*) Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata:
“ Agama dan kebaikan apalagi yang ada pada seseorang yang melihat larangan-larangan Allah dilanggar, batas-batas-Nya diabaikan, agama-Nya ditinggalkan, dan sunnah Rasul-Nya dibenci.
Orang yang hatinya dingin, lisannya diam (dari menyampaikan kebenaran dann mengingkari kemungkaran, pent), dia adalah Syaithon Akhros (Setan yang bisu dari jenis manusia), sebagaimana orang yang berbicara dengan kebatilan dinamakan Syaithon Naathiq (Setan yang berbicara dari jenis manusia).
(*) Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata ketika ditanya tentang ungkapan tersebut di atas:
“ Perkataan tersebut diucapkan oleh sebagian ulama Sunnah dari generasi as-salafus sholih. Dan itu bukan hadits dari Nabi shallallahu alaihi wasallam.
Mereka berkata: “Orang yang diam dari (menyampaikan) kebenaran adalah Syaithon Akhros (setan yang bisu), dan orang yang berbicara dengan kebatilan adalah Syaithon Naathiq (setan dari manusia yang berbicara dengan kebatilan).”
Oleh karenanya, siapa saja yang mengatakan kebatilan dan menyeru kepada kebatilan, maka ia termasuk golongan Syaithon Nathiq (setan dari manusia yang berbicara).
Sedangkan siapa saja yang diam dari mengatakan kebenaran padahal ia mampu menyampaikannya, dan siapa saja yang tidak memerintahkan kepada yang ma’ruf dan tidak mencegah dari kemungkaran, serta tidak merubah apa yang wajib dirubah, tetapi ia diam sj padahal ia mampu berbicara dengan kebenaran, maka ia disebut setan yang bisu dari jenis manusia.
Karena kewajiban seorang mukmin adalah mengingkari kebatilan, dan menyeru kepada yang ma’ruf (kebaikan) jika ia mampu menjalankannya. Hal ini sebagimana firman Allah Ta’ala:
ﻭَﻟْﺘَﻜُﻦْ ﻣِﻨْﻜُﻢْ ﺃُﻣَّﺔٌ ﻳَﺪْﻋُﻮﻥَ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮِ ﻭَﻳَﺄْﻣُﺮُﻭﻥَ ﺑِﺎﻟْﻤَﻌْﺮُﻭﻑِ ﻭَﻳَﻨْﻬَﻮْﻥَ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤُﻨْﻜَﺮِ ﻭَﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imron: 104)
Dan Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda:
ﻣﻦ ﺭﺃﻯ ﻣﻨﻜﻢ ﻣﻨﻜﺮﺍ ﻓﻠﻴﻐﻴﺮﻩ ﺑﻴﺪﻩ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻠﺴﺎﻧﻪ ﻓﺈﻥ ﻟﻢ ﻳﺴﺘﻄﻊ ﻓﺒﻘﻠﺒﻪ ﻭﺫﻟﻚ ﺃﺿﻌﻒ ﺍﻹﻳﻤﺎﻥ
Artinya: “Barangsiapa diantara kamu yang melihat kemungkaran, hendaklah ia merubah/mencegah dengan tangannya (kekuasaannya). Jika ia tidak mampu, maka hendaklah ia merubah/mencegahnya dengan lisahnya (nasehat dan peringatan, pent). Dan jika tidak mampu, maka hendaklah ia merubah/mencegahnya dengan hatinya (yakni merasakan tidak senang dan tidak rela).
Dan yang demikian itu adalah selemah-lemah Iman”. (Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dan Ahmad).
Dalil-dalil syar’i ini menjelaskan kepada kita akan wajibnya mengingkari kemungkaran sesuai dengan kemampuan kita (masing-masing). (Urutannya adalah) dengan tangan (kekuasaan), kemudian dengan lisan, kemudian dengan hati. Maka siapa saja yang dim dari mengingkari kemungkaran padahal ia mampu mencegah,merubahnya, serta tidak ada penghalang baginya, maka dia adalah Syaithon Akhros (setan yang bisu dari jenis manusia).”
(Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/18316)
(*) Al-Haq (kebenaran) yang tidak boleh bagi siapa pun untuk berdiam diri dari menyampaikannya secara garis besar adalah segala perintah, larangan dan adab-adab yang terkandung di dalam Al-Quran Al-Karim dan Hadits-hadits Nabi yang Shohih.
Demikian jawaban yang dapat kami smpaikan. Semoga mudah dipahami n menjadi ilmu yang bermanfaat. Wallahu a’lam bish-showab. Wabillahi at-taufiq.