Asy-Syaikh Saleh bin Abdil Aziz Alu Asy-Syaikh hafizhahullah berkata:
Al-Imam Al-Mujaddid Al-Mushlih Muhammad bin Abdil Wahhab rahimahullah berkata:
اَلْقَاعِدَةُ الأُوْلىَ: أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ الْكُفَّارَ الَّذِيْنَ قَاتَلَهُمْ رسولُ اللهِ يُقِرُّوْنَ
بِأَنَّ اللهَ تَعَالىَ هُوَ الْخَالِقُ الْمُدَبِّرُ، وَأَنَّ ذَلِكَ
لَمْ يُدْخِلْهُمْ فِي الإِسْلاَمِ. وَالدَّلِيْلُ قَوْلُهُ تَعَالَى:
﴿قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ﴾[يونس:31]
[Terjemah]
“Kaidah Pertama: Kamu meyakini
bahwasanya orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam, mereka mengakui bahwa Allah Ta’ala adalah Pencipta dan
Pengatur (alam semesta). Akan tetapi ternyata pengakuan mereka tersebut
belumlah cukup untuk memasukkan mereka ke dalam agama Islam. Dalilnya
adalah firman Allah Ta’ala, “Katakanlah: “Siapakah yang memberi
rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati (menghidupkan) dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup (mematikan), dan siapakah yang mengatur segala
urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mangapa
kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)
[Syarh]
Kaidah pertama adalah bahwa tauhid
rububiah tidak bisa memasukkan seorangpun ke dalam agama Islam dan bahwa
tauhid rububiah bukanlah perkara yang dituntut dari para hamba. Hal itu
karena walaupun orang-orang Arab (musyrikin dahulu) mengetahui bahwa
Allah Jalla wa ‘Ala adalah satu-satunya Pencipta, satu-satunya Pemberi
rezki, satu-satunya yang menghidupkan, satu-satunya yang mematikan, yang
melindungi akan tetapi tidak ada sesuatupun yang bisa dilindungi
dari-Nya, kepada-Nya kembalinya semua urusan, Dia lah yang menurunkan
hujan, dan yang menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan semua jenisnya. Semua
perkara di atas mereka akui, bahwa yang mengatur seluruhnya dan
menciptakannya adalah Allah Jalla wa ‘Ala. Akan tetapi ternyata semua
pengakuan dan keimanan tersebut sama sekali tidak memberikan manfaat
bagi mereka dan belumlah cukup untuk memasukkan merekan ke dalam agama
Islam.
Allah Jalla wa ‘Ala berfirman:
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan tidaklah sebahagian besar dari
mereka beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan
Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf: 106)
Yakni: Mereka mengimani rububiah Allah
akan tetapi mereka berbuat kesyirikan dalam peribadatan kepada-Nya. Maka
perhatikanlah keadaan kaum musyrikin Arab, mereka mengakui semua
bentuk-bentuk rububiah Allah, sebagaimana yang Allah Jalla wa Ala
firmankan:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنْ
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ
يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنْ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنْ الْحَيِّ
وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا
تَتَّقُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi
rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari
yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan
menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa
(kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)
“Maka mereka akan menjawab: “Allah,” maksudnya: Yang mampu melakukan semua ini hanyalah Allah semata. “Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” maksudnya:
Jika kalian mengucapkan hal itu dan kalian mengakui keesaan Allah dalam
rububiah, maka kenapa kalian tidak bertakwa kepada-Nya dengan cara
beribadah kepada-Nya semata dan dengan meninggalkan amalan kesyirikan
kepada-Nya!? Maka dengan ini Allah Ta’ala menegakkan hujjah atas mereka
dengan menggunakan apa yang mereka akui (rububiah) untuk menetapkan apa
yang mereka ingkari (uluhiah).
Demikianlah metode Al-Qur`an dalam
menegakkan hujjah atas kaum musyrikin. Dan di antara argumen dalam
menetapkan tauhid ibadah (uluhiah) adalah dengan menegakkan tauhid
rububiah kepada mereka yang mengingkarinya (uluhiah). Karena siapa yang
menjadi pelaku satu-satunya di alam ini dalam hal penciptaan, pemberian
rezki, dan seterusnya dari bentuk-bentuk rububiah (ketuhanan), maka
dialah yang berhak untuk diibadahi semata dan tidak ada sekutu baginya.
Karenanya Allah Ta’ala berfirman:
أَيُشْرِكُونَ مَا لَا يَخْلُقُ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ
“Apakah mereka mempersekutukan
(Allah dengan) berhada-berhala yang tak dapat menciptakan sesuatupun?
Sedangkan berhala-berhala itu sendiri buatan orang.” (QS. Al-A’raf: 191)
Allah Subhanahu juga berfirman:
قُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى آللَّهُ خَيْرٌ أَمَّا يُشْرِكُونَ
“Katakanlah: “Segala puji bagi Allah
dan kesejahteraan atas hamba-hamba-Nya yang dipilih-Nya. Apakah Allah
yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?” (QS. An-Naml: 59)
Dan Allah Ta’ala menyifati mereka yang
dijadikan sembahan oleh kaum musyrikin bahwasanya mereka adalah
makhluk-makhluk yang lemah, mereka tidak mempunyai kekuatan, mereka
tidak menciptakan, dan mereka tidak mempunyai sifat-sifat (rububiah)
yang mengharuskan mereka (kaum musyrikin) berdoa kepada mereka. Allah
Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَسْلُبْهُمْ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
“Dan jika lalat itu merampas sesuatu
dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu.
Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. Al-Hajj: 73)
Inilah permisalan bagi mereka yang diibadahi selain Allah.
Kemudian, pengakuan kaum musyrikin akan
rububiah (ketuhanan) Allah belumlah cukup untuk memasukkan mereka ke
dalam agama Islam. Sehingga dari sini kita bisa memetik pelajaran bahwa
pengakuan orang-orang sepeninggal mereka (kaum musyrikin) akan tauhid
rububiah tidak menjadikan mereka sebagai orang-orang yang beriman.
Karenanya jika ada seorang yang datang lalu berkata, “Aku beriman bahwa
Allah adalah Tuhan, Dialah pencipta, Dialah Tuhanku, Dialah yang
memberikan rezki kepadaku, Dialah yang menghidupkan aku, dan Dialah yang
mematikan aku.” Maka Orang ini bukanlah orang yang beriman dengan
keimanan yang diakui oleh syariat. Karena seseorang tidaklah dianggap
beriman sampai dia mengamalkan tauhid (uluhiah/ibadah).
Karenanya para ulama ahli kalam telah keliru ketika mereka mendefinisikan ilah
dengan ‘yang mampu mengadakan’. Mereka menyatakan bahwa ilah maknanya
adalah yang mampu mengadakan. Maka penafsiran ‘laa ilaha illallah’
menurut mereka kembalinya kepada makna rububiah. Dan ini adalah
kesalahan yang sangat besar yang diperbuat oleh para ahli kalam dalam
agama Islam. Dimana mereka menjadikan ujian keimanan itu ditentukan oleh
tauhid rububiah. Karenanya jika ada orang yang meyakini bahwa yang
mengadakan dan menciptakan segala sesuatu adalah Allah maka orang ini
adalah orang yang telah beriman menurut mereka (ahli kalam). Padahal
makna ‘laa ilaha illallah’ bukanlah demikian, karena makna dari kalimat
‘laa ilaha illallah’ adalah tidak ada sembahan yang berhak disembah
kecuali Allah Jalla wa Ala. Sehingga penafsiran kalimat tauhid ini
kembalinya kepada makna uluhiah, bukan kepada makna rububiah.
Jadi, tujuan Asy-Syaikh membawakan
kaidah penting ini adalah untuk memantapkan bahwa keyakinan kaum
musyrikin yang mengakui tauhid rububiah sama sekali tidak bermanfaat
buat mereka, tidak membuat mereka masuk ke dalam agama Islam, dan tidak
memberikan hak-hak (keisalaman) kepada mereka. Hal itu dikarenakan
mereka mempersekutukan Allah Jalla wa Ala dengan sembahan-sembahan lain
dan mereka menyembah sembahan-sembahan mereka yang batil dan mereka
mengatakan:
أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا
“Mengapa ia (Muhammad) menjadikan sembahan-sembahan (yang banyak) itu menjadi sembahan Yang Satu saja?” (QS. Shad: 5)
Dan jika kita memperhatikan manusia di
zaman ini, juga pada zaman Asy-Syaikh, atau zaman sebelum dan
setelahnya, dimana kita mendapati adanya orang-orang yang meyakini
tauhid rububiah akan tetapi mereka berbuat kesyirikan dalam ibadah, maka
sungguh hal itu tidaklah memberikan manfaat bagi mereka, sebagaimana
keadaan kaum musyrikin terdahulu.
Akan tetapi pada hari ini ada sebagian
orang yang jika dia mendengar ada orang lain berkata ‘insya Allah’ atau
dia mendengar orang yang menyebut nama Allah Jalla wa Ala atau mendengar
orang berkata tentang Allah bahwa Dia adalah Tuhannya, Dia adalah
penolongnya, dan semacamnya, maka dia akan langsung berpikiran kalau
orang yang mengucapkan semua ucapan di atas adalah seorang muslim dan
dia sudah merasa cukup dengan bukti ucapan itu untuk mengakui keislaman
orang tersebut. Padahal semua ucapan di atas sama sekali bukanlah
pembeda antara muslim dan musyrik, akan tetapi orang itu haruslah
mentauhidkan Allah dalam ibadah jika ingin dikatakan sebagai orang
muslim. Dia harus menyembah Allah dengan aturan yang dibawa oleh
Al-Musthafa shallallahu alaihi wasallam dan dia harus berlepas diri dan
bersih dari semua kesyirikan dan para pelakunya.
Posting Komentar Blogger Facebook