0 Comment
Kebahagiaan laksana taman impian dan puncak harapan. Setiap manusia mencarinya namun sedikit dari mereka yang mendapatkannya.  Walaupun beragam dan berbeda-beda jalan hidupnya,  bahasanya, etnisnya, kecenderungan dan ambisinya, namun mereka semua sepakat untuk mencari kebahagiaan. Mereka mencari kebahagiaan karena tidak suka dengan kesulitan dan penderitaan dalam kehidupan ini. Mereka ingin mendapatkan kehidupan yang tentram, bahagia tanpa adanya rasa kesedihan dan kegundahan.
Kebahagiaan Adalah Anugerah Dari Allah
Tercapainya kebahagiaan adalah anugerah dari Allah Yang Maha Penyayang. Dan kebahagiaan itu di berikan kepada siapa saja yang Allah   kehendaki. Maka sebagian hamba ada yang diberi nikmat di taman kebahagiaan dan sebagian lain ada yang di larang atasnya dan hanya hidup sambil berangan-angan tentangnya. Sementara orang yang di beri taufiq adalah orang yang di bimbing untuk mendapatkannya, sehingga ia menempuh jalan-jalan yang akan mengantarkannya kesana, menapaki jalan-jalan itu dan beramal untuknya, serta menjauhi segala perkara yang akan menyeretnya ke dalam kesengsaraan yang merupakan penghalang baginya untuk mencapai kebahagiaan itu.
Anggapan Manusia Tentang Kebahagiaan
Sebagian orang menyangka bahwa kebahagiaan itu ada pada harta dan kekayaan. Sebagian lagi mengira bahwa kebahagiaan itu ada pada kedudukan dan jabatan. Dan yang lainnya lagi mencari kebahagiaan itu dengan menuruti segala angan-angannya yang haram. Setiap orang tentu akan berusaha keras untuk mendapatkan kebahagiaan. Mereka akan bersungguh-sungguh dan bersemangat untuk memperolehnya. Ada yang berhasil mendapatkannya dan ada pula yang tidak. Orang yang malang dan celaka menyangka kebahagiaan dengan pelbagai sangkaan yang salah. Sehingga Dia lebih mendahulukan kehidupan dunianya daripada agamanya dan hawa nafsunya daripada akhiratnya. Pada akhirnya dia hanya menuai rasa gelisah, cemas, kesengsaraan hidup dan duka nestapa.
Dimanakah Bisa Kudapatkan Kebahagiaan?
Kebahagiaan itu hanya bisa didapatkan dengan ketakwaan kepada Allah, ketaatan kepadaNya dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wasallam, serta menjauhkan diri dari kemaksiatan dan perbuatan-perbuatan buruk. Allah berfirman yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, (jika kalian berbuat demikian) maka Allah akan memperbaiki amalan-amalan kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian. Dan barangsiapa yang mentaati RasulNya maka sungguh dia telah beruntung dengan keberuntungan yang besar.” (QS. Al Ahzab : 70-71)
Syaikhul Islam berkata : “Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya adalah perkara yang menghimpun kebahagiaan dan dasar kebahagiaan.” (Fatawa Syaikhul Islam, 20/193)
Maka hidup dengan berlimpah kemewahan bukanlah kebahagiaan jika tanpa ketakwaan.
Seorang penyair mengatakan:
Aku tidak berpandangan kebahagiaan adalah dengan mengumpulkan harta
Akan tetapi orang yang berbahagia itu adalah orang yang bertakwa
Ketakwaan kepada Allah adalah sebaik-baik bekal simpanan
Dan di sisi Allah bagi orang-orang yang bertakwa itu ada balasan tambahan

Jalan Menuju Bahagia

Tidak ada jalan untuk mencapai kebahagiaan kecuali dengan ketaatan kepada Allah. Maka barang siapa  memperbanyak amal shalih, menjauhi dosa-dosa dan kesalahan dia akan hidup bahagia dan dekat dengan Rabbnya. Allah berfirman yang artinya : “Barang siapa beramal shalih baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan dia beriman, maka Kami (Allah) akan memberinya kehidupan yang baik.” (QS An Nahl :  97)

Al Imam Ibnu Katsir mengatakan : “Kehidupan yang baik mencakup segala aspek kesenangan hidup dari segala sisinya.” (Tafsir Ibnu Katsir 2/908)
Kebahagiaan akan muncul ketika seseorang mengesakan Rabbnya dalam segala bentuk peribadatan, menggantugkan hati kepada Penciptanya dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah mengatakan: “Ketauhidan akan membuka pintu kebaikan, kesenangan, kenikma-tan, kegembiraan dan kebahagiaan bagi seorang hamba.” (Zaadul Ma’ad 4/202)
Dan kebahagiaan akan menjadi  sempurna dengan berbuat baik kepada makhluk dan terus berada dalam ketaatan kepada Allah.

Syaikhul Islam mengatakan:
Kebahagiaan bermuamalah dengan makhluk yaitu ketika interaksi itu terjadi untuk Allah, sehingga engkau berharap kepada Allah dalam interaksimu dengan mereka dan tidak berharap kepada mereka dalam interaksimu kepada Allah. Engkau takut kepada Allah ketika berinteraksi dengan mereka dan tidak takut kepada mereka ketika berada di jalan Allah. Engkau berbuat baik kepada mereka karena mengharap pahala dari Allah bukan karena mengharap imbalan dari mereka dan engkau tidak berbuat zhalim kepada mereka karena takut kepada Allah bukan karena takut kepada mereka.” (Fatawa Syaikhul Islam 1/15)

Barangsiapa bisa mengecap cita rasa keimanan, dia akan merasakan manisnya kebahagiaan dan dia akan hidup dengan dada yang lapang, hati yang tentram dan anggota badan yang tenang. Ibnul Qoyyim mengatakan:
Aku mendengar Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah berkata:
Sesungguhnya ada surga di dunia ini, barang siapa yang belum pernah mema-sukinya maka dia tidak akan masuk ke surga yang ada di akhirat.
Beliau juga pernah berkata suatu kali kepadaku: “Apa kiranya yang hendak dilakukan oleh musuh-musuhku kepada diriku?! Taman dan kebunku ada di dadaku. Jika aku beristirahat,  taman  itu selalu bersamaku dan tidak akan berpisah dariku.” (Al Wabilush Shayyib hal. 60)

Mereka Yang Terhalang dari Kebahagiaan

Kesengsaraan adalah ketika seseorang menuruti hawa nafsunya dengan melakukan kemaksiatan-kemaksiatan dan kejelekan-kejelekan. Berbagai kenikmatan yang diharamkan di dunia ini adalah kenikmatan yang mengandung kemudharatan. Semua itu merupakan sebab kesengsraan di dunia dan akhirat.
Allah berfirman yang artinya:
Dan barang siapa yang berpaling dari peringatanku maka baginya kehidupan yang sempit.” (QS. Thaaha: 124)
Kehidupan yang sempit yaitu kehidupan yang serba susah dan menghimpit.
Syaikhul Islam mengatakan :
Semua kesengsaraan yang telah di tentukan bagi seorang hamba di dunia ini sebabnya ialah: perbuatan menyelisihi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam atau kebodohan terhadap ajaran yang di bawa oleh beliau, karena sesungguhnya kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat ialah dengan mengikuti risalah beliau.” (Fatawa Syaikhul Islam 19/93)

Taubat dan kembali kepada Allah ialah cara untuk lari menghindar dari kesengsaraan menuju kebahagiaan. Ibnul Qoyyim mengatakan :
Pintu-pintu kesengsaraan dapat di tutup dengan taubat dan istighfar.” (Zaadul Ma’ad 4/202)
Maka ketuklah pintu-pintu taubat dan tutuplah pintu-pintu kemaksiatan agar engkau mendapatkan kebahagiaan. Dan Hati akan sehat dengan meninggalkan segala dosa dan kemaksiatan. Karena dosa-dosa itu ibarat racun di dalam hati, dan racun itu jika kemudharatannya tidak sampai mematikan hati maka minimal dia akan melemahkannya. Barangsiapa  meninggalkan perbuatan maksiat yang penuh kehinaan dan mengerjakan amalan ketaatan yang penuh kemuliaan, maka Allah akan mencukupinya walaupun tidak memiliki harta dan membuatnya tidak merasa kesepian walaupun tanpa teman. Sedangkan orang yang sengsara adalah orang yang berpaling dari ketaatan kepada Allah dan mengerjakan apa-apa yang diharamkan-Nya.

Apakah Aku Adalah Orang Yang Berbahagia?
Barangsiapa menghimpun tiga perkara berikut ini, maka dia adalah orang berbahagia yang sesungguhnya: mensyukuri nikmat Allah, bersabar terhadap cobaan, dan meminta ampunan dari dosa.
Ibnul Qoyyim mengatakan:
Bersyukur jika diberi nikmat, bersabar jika diberi ujian dan memohon ampunan jika berdosa, sungguh tiga perkara ini adalah tanda kebahagiaan dan keberuntungan seorang hamba di dunia dan akhirat. Dan seorang hamba tidak akan lepas dari tiga perkara ini selamanya.” (Al Waabilush Shayyib hal. 6)

Kalau engkau menundukkan kepalamu sejenak, mengintrospeksi diri atas segala kekurangan, memandang betapa besar ketergelincirannya, khawatirkan atas segala kesalahannya karena takut kepada Allah, dan engkau melupakan segala kebaikan yang telah diperbuatnya karena menginginkan pahala dari Allah, maka itu adalah pertan da dari jiwa yang sedang mencari kehidupan yang penuh kebahagiaan.
Ibnul Qoyyim mengatakan:
Tanda kebahagiaan ialah jika seseorang meletakkan segala perbuatan baiknya di belakang punggungnya sedangkan perbuatan jeleknya dipelupuk matanya. Sementara tanda kesengsaraan ialah jika seseorang meletakkan perbuatan-perbuatan baiknya di pelupuk matanya sedangkan perbuatan-perbuatan jeleknya di belakang punggungnya.” (Miftah Daarus Sa’adah 2/310).
Maka orang yang berbahagia adalah orang yang bertakwa kepada Penciptanya, berinteraksi secara baik dengan sesama makhluk, mensyukuri setiap kenikmatan dan menggunakannya untuk taat kepada Allah, menghadapi ujian dengan kesabaran dan mengharapkan pahala dari Allah serta dengan pikiran yang lapang karena yakin bahwa Allah sedang mensucikan dan mengangkat derajatnya dengan berbagai ujian itu, dan ia meminta ampun kepada Rabbnya dan menyesali setiap dosa-dosa dan kesalahan-kesalahannya.

Sumber:
Khutuwat Ilaa Sa’adah, karya DR. Abdul Muhsin bin Muhammad al-Qasim.

Posting Komentar Blogger

 
Top