0 Comment
Di antara yang membatalkan puasa seseorang adalah mendapati haidh (menstruasi) di tengah-tengah berpuasa.
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai sebab kekurangan agama wanita, beliau berkata,
Ø£َÙ„َÙŠْسَ Ø¥ِØ°َا Ø­َاضَتْ Ù„َÙ…ْ تُصَÙ„ِّ ÙˆَÙ„َÙ…ْ تَصُÙ…ْ
Bukankah wanita jika haidh tidak shalat dan tidak puasa?” (HR. Bukhari no. 304 dan Muslim no. 79).
Penulis Kifayatul Akhyar berkata, “Telah ada nukilan ijma’ (sepakat ulama), puasa menjadi tidak sah jika mendapati haidh dan nifas. Jika haidh dan nifas didapati di pertengahan siang, puasanya batal.” (Kifayatul Akhyar, hal. 251)
Syaikh Musthofa Al Bugho berkata, “Jika seorang wanita mendapati haidh dan nifas, puasanya tidak sah. Jika ia mendapati haidh atau nifas di satu waktu dari siang, puasanya batal. Dan ia wajib mengqadha’ puasa untuk hari tersebut.” (Al Fiqhu Al Manhaji, hal. 344)
Ada beberapa point penting yang mesti diperhatikan:
1- Jika wanita mengalami haidh di siang hari puasa, puasanya batal. Wanita tersebut tidak perlu meneruskan puasanya hingga Maghrib. Namun hendaklah ia tidak terang-terangan berbuka di hadapan orang lain, terutama anak-anak.
2- Jika wanita yang mengalami haidh suci di siang hari puasa, tidak masalah untuknya makan dan minum pada hari itu. Jika suaminya yang tidak berpuasa karena safar pulang lantas mengajak hubungan intim (setelah istri mandi besar), ia boleh melayaninya. Catatan: suami tidak berpuasa karena ada udzur syar’i.
3- Jika wanita suci sebelum masuk Fajar Shubuh dan ia berniat untuk puasa, maka sah puasanya walau mandinya telat setelah masuk Shubuh. Demikian pendapat mayoritas ulama. Asalkan ia segera mandi dan melaksanakan shalat Shubuh. (Lihat bahasan Syaikh Abu Malik dalam Fiqhus Sunnah lin Nisa’, hal. 277).

Semoga bermanfaat.

muslimah.or.id

Posting Komentar Blogger

 
Top