Asma'ul Husna

Mengenal Allah Ta’ala dan mengilmui nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya serta perbuatan-Nya adalah cabang ilmu agama yang paling mulia. Karena yang menjadi pembahasan adalah Allah Ta’ala, Dzat Yang Maha Mulia. Mengharapkan wajah-Nya adalah puncak tujuan. Beribadah kepada-Nya adalah amal yang paling agung. Dan memuji Allah dengan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya adalah ucapan yang paling indah. (Fiqh Asma’ul Husna, Syaikh ‘Abdurrazzaq Al Badr, hal 16 )

Kesempurnaan nama-nama Allah

Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), Dan milik Allah, nama-nama yang husna (QS. Al A’raaf : 180). Makna dari al Husna dalam ayat ini adalah Maha Indah yang mencapai puncak kesempurnaan, karena nama-nama tersebut mengandung sifat-sifat kesempurnaan yang tidak ada kekurangannya sedikitpun. Misalnya nama Al Hayyu, artinya Allah Maha Hidup dengan hidup yang sempurna, dan tidak akan binasa. Demikian pula kesempurnaan nama-nama Allah yang lain. (Al Qowa’idul Mutsla, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ’Utsaimin, hal 11).
Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya), Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Rabb-ku, maka habislah lautan itu sebelum selesai ditulisnya kalimat-kalimat Rabb-ku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu pula (QS. Al Kahfi : 109).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan keagungan Allah dan betapa luasnya sifat-sifat Allah. Allah mengumpamakan semua lautan sebagai tinta, dan di ayat Al Qur’an yang lain, Allah mengumpamakan semua pohon-pohon dunia sebagai pena. Hal ini untuk mendekatkan pemahaman kita. Karena lautan dan pohon adalah makhluk, Maka sebanyak apapun makhluk tersebut, pasti jumlahnya terbatas. Adapun sifat Allah bukan makhluk, sehingga jumlahnya tidak terbatas. Dan Allah diatas seluruh makhluk-Nya. Demikian pula semua sifat-sifat-Nya seperti ilmu-Nya, hikmah-Nya, kuasa-Nya dan kasih sayang-Nya. Maka jika ilmu semua makhluk dari awal sampai akhir, yang berada di langit maupun di bumi, digabungkan, tentu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan ilmu Allah sebagaimana tinta jika dimasukkan dalam luasnya lautan. Demikian pula sifat-sifat Allah yang lain. (Taisiirul Kariimir Rahmaan hal. 459-460)

Nama Allah sekaligus sifat bagi Allah

Artinya lafadznya menunjuk pada nama Allah dan maknanya menunjuk pada sifat Allah. Misalnya nama ’Al ’Alim’. Artinya, salah satu nama Allah adalah ’Al ’Alim’, dan Allah memiliki sifat ’Alim (berilmu). (Al Qowa’idul Mutsla, hal 13).
Syaikh ’Abdurrahman bin Nashir As Sa’di ketika menjelaskan surat Al A’raf ayat 180, beliau mengatakan, nama-nama Allah disebut nama yang husnaa karena setiap nama tersebut mengandung sifat yang agung dan sempurna. Jika suatu nama tidak mengandung sifat, maka tidak dikatakan husnaa. Demikian pula jika suatu nama mengandung sifat namun bukanlah sifat yang sempurna, nama tersebut juga tidak dikatakan husnaa. (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 287).
Sifat-sifat Allah tersebut tidaklah bertentangan dengan nama-Nya. Tidak seperti manusia, yang sifat-sifatnya banyak yang bertentangan dengan namanya. Ada seorang yang bernama Ahmad (yang terpuji), namun dia bukanlah seorang yang terpuji. Ada lagi yang bernama Sobirin (yang penyabar), namun dia tidaklah penyabar, dan sebagainya.

Nama Allah tidak terbatas jumlahnya

Sebagian orang mengatakan nama Allah berjumlah 99 nama. Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ”Sesungguhnya Allah mempunyai 99 nama yang siapa saja meng-ahsha’-nya, maka masuk surga”.(HR. Bukhari no.7392). Imam An Nawawi rahimahullahu menjelaskan makna meng-ahsha’ yaitu menghafalnya, memahami maknanya, serta beramal dengan isi kandungan dari nama tersebut. (Fiqh Asma’ul Husna, Hal 77).
Makna hadist ini, siapa saja yang meng-ahsha’ 99 nama dari nama-nama Allah, maka masuk surga. Dan hal ini tidak menutup kemungkinan kalau Allah mempunyai nama-nama yang lain selain 99 nama tersebut. Sebagaimana jika kita katakan, “Saya punya 99 dirham yang akan saya sedekahkan”. Maka, tidaklah menutup kemungkinan saya punya dirham yang lain yang tidak saya sedekahkan. (Fiqh Asma’ul Husna, Hal 71-72).
Terdapat beberapa hadist lain yang menunjukkan nama Allah tidaklah dibatasi dengan bilangan tertentu. Diantaranya do’a Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Ya Allah, aku meminta kepada-Mu dengan seluruh nama yang Engkau miliki, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau yang Engkau kabarkan di dalam kitab-Mu, atau yang Engkau ajarkan kepada salah seorang dari makhluk-Mu, atau nama yang engkau simpan disisi-Mu”. (HR.Ahmad no.391, shahih). Dalam hadist ini disebutkan bahwa ada nama-nama Allah yang disimpan dan hanya Allah sendiri yang mengetahuinya.

Nama Allah yang berpasangan

Di berbagai tempat dalam Al Qur’an dan Sunnah, terdapat banyak nama Allah yang berpasangan, misalnya Al ‘Aziz Al Hakim, Al Ghaniy Al Hamid, Al Ghofur Ar Rahim, dan yang lainnya. Tidaklah diragukan, dalam gabungan nama-nama tersebut menunjukkan hikmah yang agung dan faidah yang penting dalam kesempurnaan pujian untuk Allah Ta’ala. Nama Al ‘Aziz Al Hakim bermakna kekuasaan Allah (‘Izzah Allah) adalah ‘izzah yang penuh hikmah, tidak diiringi dengan kezhaliman sebagaimana kekuasaan/’izzah makhluk. Nama Al Ghaniy Al Hamid bermakna Allah berhak dipuji dengan pujian yang sempurna (Hamid) sekaligus Maha Kaya (Ghaniy). Siapa yang bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmatNya dan memuji Allah atas keutamaan yang diberikan kepadanya, maka syukurnya orang yang bersyukur dan pujian orang yang memuji tersebut tidaklah menambah kerajaan Allah sedikitpun. Karena Allah adalah Maha Kaya yang tidak membutuhkan hamba-Nya. Bahkan hambalah yang sangat membutuhkan Allah Ta’ala. (Fiqh Asma’ul Husna, Hal 50-51).
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As Sa’di menjelaskan berdo’a dengan nama Allah yang husnaa meliputi do’a ibadah dan do’a permintaan. Diantaranya meminta kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang sesuai dengan sesuatu yang akan diminta. Misalnya berdo’a “Allāhumma-ghfirlī warhamnī, innaka ghafūrun rohīm”, yang artinya “Ya Allah ampunilah aku dan sayangilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Taisiirul Kariimir Rahmaan, hal. 287-288). Dan tidak diperbolehkan mewiridkan asma’ul husna dengan bilangan tertentu, misalkan Ya Allah sekian kali, Ya Rahman sekian lagi, dan yang lainnya tanpa dalil.
Demikian pula kita berusaha meneladani kandungan nama-nama Allah yang bisa atau boleh diteladani. Misalkan Al ‘Afwu (Maha Pemaaf) dan Allah mencintai sikap pemaaf, Al Kariim (Maha Dermawan) dan Allah mencintai sikap dermawan, maka hendaklah kita berhias dengan akhlak pemaaf dan dermawan tersebut, dan yang semisalnya. Tentunya dengan kandungan makna yang layak untuk hamba.
Kita meminta petunjuk kepada Allah Ta’ala agar bisa mengenal-Nya, mencintai-Nya dan melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagai hamba-Nya. Sesungguhnya Allah Maha memberi petunjuk kepada hamba yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha mengabulkan segala do’a.
Penulis : Ferdiansyah Aryanto, S.T. (Alumni Ma’had Al ‘Ilmi Yogyakarta)
Muroja’ah : Ustadz Afifi Abdul Wadud
Iam moslem.. Pengagum Rasulullah shalallahu alahi wasallam

Posting Komentar

© Meraih Ilmu Syar'i. All rights reserved. Premium By Raushan Design