
Telah tertulis dengan jelas di kitabNya yang mulia, bahwa Dialah
Allah satu-satunya pemegang kunci-kunci keghaiban, dan tidak ada
seorangpun yang mengetahui yang ghaib, tidak para Malaikat yang dekat
denganNya, dan tidak pula para Rasul yang diutusNya. Cobalah simak
beberapa ayatNya yang mulia, dan ini hanyalah sebagiannya saja.
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang
ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia
mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun
yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir
biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang
kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)”
[Al-An'aam 59]
“Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui
perkara yang ghaib kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila
mereka akan dibangkitkan” [An-Naml : 65]
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang
hari Kiamat; dan Dia lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang
ada di dalam rahim, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan
pasti) apa yang diusahakan besok, dan tiada seorang pun yang mengetahui
di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal” [Luqmân: 34].
Memang benar, Allah menampakkan sebagian dari ilmu yang ghaib kepada
para Rasul yang diridhoiNya. Sebagaimana tertulis dalam firmanNya:
“Ilmu tentang yang ghaib tidak ditampakkan kepada seorang pun kecuali orang-orang yang Alloh ridhoi diantara para rosul.” (Al Jin: 27)
Namun perlu dicatat, bahwa itu hanyalah sebagian yang amat kecil saja
dari seluruh Ilmu Alloh. Dan dalam hal ini pun Allah Ta’ala telah
memerintahkan kepada Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,
sebagai bentuk penegasan akan ketidaktahuan beliau shallallahu ‘alaihi
wasallam akan ilmu ghaib melainkan mengikuti apa yang diwahyukan saja.
Katakanlah : “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa
perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang
ghaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang
malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku”
[Al-An’am : 50]
Dan lebih kuat lagi Allah menegaskan pada ayat berikut ini:
“Katakanlah (wahai Muhammad): Aku tidak kuasa
mendatangkan kemanfaatan bagi diriku dan tidak pula kuasa menolak
kemadharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan andaikata aku
mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya
dan aku tidak akan ditimpa kemadharatan. Aku tidak lain hanyalah
pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang
beriman”. [al-A’râf: 188]
‘Ala kulli hal, entah darimana asal-usulnya, ternyata masih
berkembang keyakinan pada sebagian kaum muslimin, bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alahi wasallam mengetahui hal-hal yang ghaib, memegang
kunci-kunci ghaib, mengetahui segala sesuatu, yang semuanya itu
merupakan hak
Rububiyah Allah Subhanahu wa ta’ala. Padahal,
jauh-jauh hari Al-Qur’an telah menegaskan dalam ayat-ayatnya yang
berulang-ulang, dan ‘Aisyah radhiyallahu’anha pun telah menepis dugaan
sebagian kaum muslimin pada masa itu, sebagaimana tercatat dalam riwayat
yang shahih.
“Barang siapa yang mengatakan bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahui apa yang akan terjadi di esok
hari, maka sungguh dia telah berbuat dusta yang besar kepada Allah Azza
wa Jalla (Karena) Allah Azza wa jalla telah berfirman (yang artinya),
”Katakanlah, tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui
perkara yang gaib, kecuali Allah [an-Naml: 65].”.[ Shahîh Bukhâri
(4/1840), Shahîh Muslim (1/110). Teks ini milik Muslim]
Maka barang siapa yang meyakini bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi
wasallam mengetahui perkara-perkara yang ghaib, dan atau meyakini ada
seseorang yang mengetahui perkara yang ghaib, maka dia telah mendustakan
al Qur’an. Mendustakan sebagian ayat sama halnya dengan mendustakan
seluruh isi Al-Qur’an. Dan karena mengimani Al-Qur’an merupakan salah
satu rukun Iman yang 6, maka mendustakan Al-Qur’an telah meruntuhkan
salah satu rukun Iman dari dirinya. Allahul Musta’an.