Mengapa? Karena shalat, haji, i’tikaf dan
semisalnya memang murni dari ajaran Islam, jadi tidak perlu pake
embel-embel Islami segala. Beda dengan nasyid yg bukan berasal dari
Islam, jadi agar menarik harus diberi embel-embel Islam.
Inilah yg harus kita waspadai… jangan
sampai kita tertipu oleh embel-embel yg indah tadi sebelum mengetahui
hakikatnya. Banyak sekali dari ‘nasyid Islami’ tadi yang sebenarnya
tidak Islami, bahkan tidak berbeda hukumnya dengan lagu dan musik yg
diharamkan dalam Islam.
Dan parahnya, yang terjebak dalam hal ini
bukanlah orang-orang awam saja, namun menjangkiti para ‘aktivis’
dakwah pula… karena mereka ingin mencari pelarian halal dari
mendengarkan musyik dan lagu, maka akibat kurang hati-hati mereka
terjerumus dalam kubangan nasyid-nasyid yg bermasalah tadi tanpa mereka
sadari…
Kondisi semakin parah ketika seseorang
jadi kecanduan mendengarkan nasyid, baik bahasa Indonesia maupun bahasa
lainnya, termasuk bahasa Arab. Sedikit-sedikit ia menyetel nasyid
untuk mengusir kepenatan, atau untuk menyemangati, atau untuk ini dan
itu…
Akibatnya, banyak waktu yg terbuang
sia-sia karena asyik mendengarkan nasyid… andai saja nasyid tersebut ia
ganti dengan tilawah Al Qur’an yg indah, lalu ia resapi maknanya,
niscaya ia akan mendapat pahala yg jauuuuh lebih besar dari sekedar
mendengarkan nasyid –tapi jangan difahami bahwa mendengarkan nasyid ada
pahalanya lho, perbandingan ini tidak berarti demikian–
Okelah, agar tidak bertele-tele, berikut ini beberapa hal yg harus kita perhatikan dlm mendengarkan nasyid:
1- Pilihlah nasyid yg tidak mengandung
musik, baik musik asli maupun musik tiruan. Musik asli adalah musik yg
keluar dari alat musik, sedangkan musik tiruan adalah yg keluar dari
mulut manusia mirip dgn alat musik. Atau yg diproses dengan alat-alat
canggih hingga menghasilkan efek suara yg indah dan merdu. Keduanya
meski berbeda asalnya, tapi hukumnya tetap sama, sebagaimana yg
difatwakan oleh sejumlah ulama.
2- Pilihlah nasyid yg bebas dari
efek-efek suara, yg menjadikan suara terdengar merdu bertalu-talu
laksana alunan musik… dan sayangnya kebanyakan nasyid tidak lepas dari
hal ini.
3-Nasyid yg dibolehkan adalah yg maknanya
baik, dan digunakan untuk tujuan yg syar’i, seperti menyemangati diri
dlm mengerjakan sesuatu, dan dalam porsi yg wajar. Oleh karenanya, hal
tsb jarang dilakukan oleh para salaf. Para sahabat umpamanya, sejauh yg
kami ketahui, hanya bersenandung –menyanyikan nasyid– ketika mereka
menggali parit untuk perang Khandaq, atau saat menempuh perjalanan
jauh. Artinya jika kondisi mereka sedang fit dan semangat, mereka tidak
mendengarkan nasyid… namun mengisinya dengan ibadah.
4- Ingatlah bahwa apa yg Anda lakukan
hanyalah perbuatan yg hukumnya asalnya mubah (boleh) jika bebas dari
hal-hal yg kami sebutkan dlm poin2 tadi. Oleh karenanya, membuang waktu
untuk sesuatu yg mubah sebenarnya merugikan diri kita, karena umur
berkurang namun pahala tidak bertambah…
Wallaahu a’lam bisshawaab