Bentuk
dan model serta cara berpakaian, dalam ajaran Islam termasuk persoalan
adat. Islam hanya mewajibkan wanita dan laki-laki menutup aurat dengan
batasan yang sudah ditentukan. Adapun cara menutup auratnya, bentuk
pakaiannya, semuanya diserahkan kepada manusia itu sendiri, selama tidak
menyalahi aturan di atas, menutup aurat.
Dalam
kaidah fiqih disebutkan, bahwa asal dalam masalah adat adalah boleh,
sampai ada dalil yang melarangnya (al-ashlu fil 'adah al-Ibahah, hatta
yadullad dalil 'alat tahrim). Artinya, silahkan manusia berkreasi
sendiri tentang cara, bentuk dan lain sebagainya. Dan ini berbeda dengan
masalah ibadah. Untuk masalah ibadah, khususnya ibadah mahdah, asal
dalam ibadah adalah dilarang, sampai ada dalil yang memerintahkannya
(al-ashlu fil ibadah al-buthlan hatta yadullad dalil 'alal amri). Jadi
untuk masalah ibadah, kita tidak boleh berkreasi mencipta-cipta. Jika
tidak ada petunjuk dari Allah dan RasulNya, maka kita tidak boleh
membuat atau melakukan apapun.
Karena
cara dan bentuk berpakaian termasuk masalah adat, maka sebagaimana
telah saya sampaikan, semuanya diserahkan kepada kita cara dan
bentuknya. Hanya, ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam
berpakaian, khususnya untuk wanita:
1.
Laa taksyif, artinya jangan terbuka. Maksudnya, jangan sampai pakaian
tersebut membuka aurat kita, sehingga aurat nampak dan tidak tertutup.
Pakaian yang tidak memenuhi syarat ini, tidak diperbolehkan dipakai,
karena tidak menutup aurat.
2.
Laa tasyif, artinya jangan transparan. Maksudnya, selain pakaian
tersebut harus menutup aurat, juga tidak boleh sampai membayang atau
transparan, sehingga bentuk dalam badan kita nampak dari luar. Dengan
kata lain, bahan pakaian yang dipergunakan jangan sampai yang tembus
pandang atau terlalu tipis sehingga tubuh kita membayang. Pakaian yang
tidak memenuhi syarat ini juga tidak dibenarkan untuk dipakai.
3.
Laa tashif (menggunakan huruf shad, dari kata washafa yashifu), yang
artinya jangan ketat. Sekalipun pakaian itu tidak membuka aurat kita,
tidak transparan, namun jika sangat ketat sehingga bentuk tubuh kita
kelihatan, ini juga tidak dibenarkan untuk dipakai. Mengapa? Karena
bentuk tubuh atau lekukan tubuh yang nampak karena pakaian yang ketat,
juga mengundang perhatian berlebihan dari kaum laki-laki.
Demikian
tiga hal utama yang perlu diperhatikan dalam hal berpakaian. Lalu
apakah celana panjang atau jeans boleh dipakai oleh wanita? Hemat saya,
sulit untuk mencarikan dalil tidak bolehnya wanita memakai celana
panjang atau jeans. Tentu selama tidak termasuk salah satu dari tiga hal
di atas, terutama hal yang ketiga, tidak ketat.
Mengatakan
jeans adalah menyerupai laki-laki, juga hemat saya kurang tepat. Yang
dimaksud dengan jangan dan tidak boleh perempuan menyerupai laki-laki
dalam kontek pakaian adalah bahwa pakaian itu menurut keumuman adat yang
berlaku hanya dipakai oleh laki-laki. Sehingga ketika seorang perempuan
memakainya, maka hampir seluruh orang yang melihat akan mengatakan dia
adalah laki-laki. Nah, hal ini, hemat saya, tidak didapatkan untuk
celana panjang atau jeans.
Untuk
saat sekarang, jeans bukan milik semata kaum adam, tapi juga milik
berdua; kaum hawa dan adam. Karena itu, hemat saya dan Allah tentu Maha
Tahu yang lebih benar, wanita diperbolehkan memakai celana panjang atau
celana jeans jika memenuhi syarat-syarat di atas. Sungguh luar biasa,
dan ini yang sangat diharuskan, bagi wanita yang memakai celana panjang
atau celana jeans, hendaknya ia memanjangkan bajunya sehingga menutup,
maaf, pantat dan pahanya. Jika seseorang memakai celana panjang, tapi
pantat kelihatan dan menjadi pusat perhatian kaum adam karena membentuk,
maka pakaian seperti ini tidak diperbolehkan.
Oleh
karena itu, model pakaian wanita yang menggunakan celana panjang selama
tidak termasuk salah satu dari tiga hal di atas, dan ditambah dengan
menutup bagian pantat dan paha, hemat saya, sesuai dengan ajaran Islam.
Wallahu a'lam bis shawab.