0 Comment
Setiap perempuan pasti menginginkan untuk bisa tampil cantik dan menawan. Berbagai cara pun dilakukan, bahkan sampai membahayakan kesehatan dan menabrak batasan syar’i. Berikut akan kita bahas trend kecantikan yang memiliki risiko kesehatan yang merugikan.



1. KOSMETIKA PEMUTIH
Tinjauan Medis
Terdapat sejumlah bahan berbahaya yang disalahgunakan (ditambahkan) pada produk pemutih, antara lain:
a. Mercury
  • Dilarang, tapi masih banyak dipakai oleh beberapa bleaching.
  • Tanda kosmetika mengandung mercury adalah memberikan hasil yang instan, dalam pemakaian 1-2 pekan warna kulit akan menjadi putih tidak wajar (pucat) karena pigmen melanin dimatikan
  • Mercury memang menjadikan kulit tampak putih mulus tapi lama kelamaan akan mengendap di bawah kulit, Setelah bertahun-tahun kulit akan kehitaman, bahkan memicu timbulnya kanker.
b. Hidrokuinon
  • Golongan obat keras yang hanya digunakan berdasarkan resep dokter dan dengan pengawasan yang ketat.
  • Konsentrasi maksimum 2% dan tidak boleh digunakan dalam jangka panjang.
  • Tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar, serta muncul bercak-bercak hitam.
c. Asam Retinoat
  • Meratakan pigmen dan mengelupas kulit dengan hebat.
  • Hanya diperbolehkan dengan resep dokter karena daya iritasinya yang tinggi.
  • Banyak ditemukan produk pemutih dengan konsentrasi 0,1-1%. Padahal secara medis yang diperbolehkan maksimal 0,01%.
  • Efek samping : kulit bisa terus mengelupas dan tipis sehingga memudahkan terjadinya eksim dan kanker kulit.
d. AHA (Alpha Hydroxy Acid)
  • Disamping memiliki efek pemutih juga dapat menyebabkan pengelupasan kulit.
  • Pada produk pemutih yang dijual bebas hanya diperbolehkan <4%. Lebih dari itu harus dengan pengawasan dokter.
  • Dapat meningkatkan sensitivitas kulit sebanyak 50% terhadap sinar matahari. Dengan demikian risiko penuaan dini dan kanker kulit menjadi lebih tinggi saat taerkena sinar matahari. Untuk menghindarinya, gunakan produk kosmetik dengan AHA <4%.
e. BHA  (Asam Salisilat)
  • Harus hati-hati sekali karena fungsinya yang menghancurkan sel kulit mati.
  • Konsentrasi maksimum 2% dan itupun harus dengan resep dokter.
Tinjauan Syar’i
Sebuah pertanyaan telah diajukan kepada Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Beredar di kalangan wanita produk-produk kecantikan yang berkhasiat memutihkan wajah dengan cara dioleskan pada wajah. Kemudian lapisan kulit wajah yang paling luar akan terkelupas sehingga nampaklah lapisan berikutnya yang lebih putih dan menarik. Bagaimana hukum menggunakan produk tersebut?”
Beliau menjawab: “Menurut pendapat kami, apabila hal itu dilakukan dalam rangka berhias dan mempercantik diri maka hukumnya haram. Berdasarkan qiyas (analogi) dengan perbuatan namsh (mencabut rambut), wasyr (mengikir gigi untuk merenggangkan antara satu dengan yang lainnya agar semakin indah dan menarik), dan yang semisalnya. Dan jika dalam rangka menghilangkan cacat pada wajah maka hukumnya boleh. Seperti menghilangkan flek hitam, noda hitam, dan goresan pada wajah serta yang serupa dengannya. Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam salah seorang sahabatnya yang putus hidungnya untuk menggantinya dengan hidung palsu yang terbuat dari emas.” (Majmu’ Rasa`il, 17/19-20).


2. TATO
Tinjauan Medis
  1. Jarum yang digunakan dalam pembuatan tato sering tidak steril sehingga menjadi media penularan penyakit-penyakit tertentu, seperti penyakit kulit, tetanus, hepatitis B, hepatitis C, HIV, dan penyakit lainnya.
  2. Zat warna pada tato juga rentan menyebabkan reaksi alergi.
  3. Pada orang-orang tertentu yang memiliki bakat keloid, pembuatan tato dapat merangsang timbulnya keloid.
Tinjauan Syar’i
Dari Alqomah dari Abdullah bin Mas’ud, beliau mengatakan, “Allah melaknat wanita yang menjadi tukang tato dan wanita yang minta ditato, wanita yang mencabuti bulu alis dan wanita yang minta agar bulu alisnya dicabuti, demikian pula wanita yang merenggangkan giginya demi kecantikan. Merekalah wanita-wanita yang mengubah ciptaan Allah” (HR Bukhari no 4604 dan Muslim no 5695).
Semua perbuatan yang pelakunya diancam dengan laknat adalah dosa besar. Tidak disangsikan lagi bahwa hadits di atas dalil bahwa mentato adalah perbuatan yang nilainya dosa besar baik dilakukan oleh perempuan ataupun laki-laki. Perempuan secara khusus disebutkan dalam hadits di atas karena menimbang bahwa yang paling banyak bertato di masa silam adalah kalangan perempuan.
Dosa besar yang ada dalam masalah tato bukan hanya diperuntukkan untuk pelaku (baca: tukang tato) namun juga didapatkan oleh objek tato.
Bagaimana Hukumnya Tato dengan Tempelan?
Abu Malik Kamal bin al Sayid Salim mengatakan, “Di zaman ini muncul tato model baru yaitu tato yang dicapkan dan dilukis pada kulit, tidak dimasukkan ke dalam kulit. Tato model ini dibolehkan dengan syarat jika tidak membahayakan kulit dan tidak diperlihatkan kepada selain suaminya. Kita katakan boleh karena hal tersebut tidak termasuk mengubah ciptaan Allah maka semisal dengan pacar untuk kuku atau rambut. Meski demikian yang lebih baik adalah meninggalkannya karena menyerupai orang yang benar-benar bertato” (Fiqh Sunnah lin Nisa hal 427, Maktabah Taufiqiyyah Mesir).

3. PAKAIAN DAN CELANA KETAT
Tinjauan Medis
  1. Jika bahannya kurang dapat menyerap keringat dengan baik, si pemakai dapat terserang infeksi bakteri atau jamur yang memang senang dengan suasana lembab.
  2. Penggunaan yang terlalu ketat akan mengganggu peredaran darah dan syaraf.
  3. Kelainan neuralgia parestethica, dengan gejala nyeri dan baal di daerah luar paha.
Tinjauan Syar’i
Terdapat dalam shahih muslim dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Ada dua golongan dari ahli neraka yang aku belum pernah melihatnya: pertama, suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor-ekor sapi yang dipakai untuk memukul manusia; kedua, wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang lenggak lenggok di kepalanya ada sanggul seperti punduk unta. Mereka tidak akan masuk surga dan tidak akan mendapatkan baunya dan sesungguhnya bau surga itu akan didapatkan dari jarak ini dan itu.”
Maka ucapan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, telanjang adalah bahwa mereka memakai pakaian tetapi tidak menutupi yang semestinya tertutup, baik itu karena pendeknya atau tipisnya atau karena ketatnya, diantaranya adalah yang terbuka bagian dadanya, karena yang demikian itu menyelisihi perintah Allah, dimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ
“Dan hendaknya mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya” (QS An Nur [24] : 31)

4. HIGH HEEL (SEPATU HAK TINGGI)
Tinjauan Medis
  1. Memakai sepatu high heel berarti memberi tekanan pada jari-jari kaki yang menjadi tumpuan tubuh, dalam waktu lama hal ini akan menimbulkan kelelahan, rasa pegal-pegal dan nyeri pada daerah kaki dan betis.
  2. Penggunaan high heel dalam waktu lama dan terus menerus dapat menimbulkan kerusakan bentuk anatomi kaki.
  3. Beberapa kelainan bisa muncul seperti neuroma morton, yang merupakan tumor jinak yang menimbulkan rasa nyeri akibat penebalan jaringan yang biasa terjadi antara jari ke-3 dan ke-4.
  4. Timbul Haglund’s deformity yang merupakan pembesaran tulang di daerah tumit belakang dan menyebabkan nyeri yang dirasakan pada pertemuan antara tendon achilles dan tumit belakang.
  5. Dapat mengalami pemendekan dan penebalan tendon achilles yang juga dapat menimbulkan rasa nyeri.
  6. Dapat menyebabkan nyeri punggung karena saat menggunakan high heel, posisi tubuh kita tidak dalam posisi yang sesuai dengan allignment tubuh yang seharusnya.
Tinjauan Syar’i
Perlu diketahui, tabarruj menurut syar’i meliputi memperlihatkan apa yang tidak boleh diperlihatkan, berbusana yang menyingkap aurat, ber-ikhtilath (campur baur) dengan ajnabi (orang yang bukan mahram-nya), bersentuhan dengan mereka lewat jabat tangan, berdesak-desakan, dan sebagainya, termasuk berlaku genit dalam berjalan dan berbicara di hadapan mereka.
Berangkat dari sini, menggunakan sepatu tumit tinggi tergolong dalam tabarruj yang diharamkan. Di samping itu, sepatu tumit tinggi terbukti menyebabkan berbagai penyakit, padahal diantara misi diturunkannya syari’at ialah untuk menjaga diri manusia. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kalian mencampakkan diri kalian dalam kebinasaan…” (QS. Al Baqarah [2]: 195).
Syaikh Abdurrahman As Sa’dy menjelaskan bahwa mencampakkan diri dalam kebinasaan mengandung dua pengertian; Pertama: meninggalkan apa yang diperintahkan, yang dengan meninggalkan perintah tersebut seseorang jadi celaka baik jasmani maupun ruhaninya. Kedua: melakukan apa yang mencelakakan jasmani maupun ruhaninya, dan ini mencakup banyak hal [Tafsir As Sa’dy 1/90].
Selain itu, memakai sepatu seperti ini akan menimbulkan suara yang menarik perhatian lawan jenis. Lebih-lebih jika haknya runcing maka suaranya semakin keras, dan perilaku semacam ini lebih cepat membangkitkan syahwat lelaki. Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala:
وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ
“Dan janganlah mereka (kaum wanita) menghentakkan kakinya (saat berjalan), hingga diketahui bahwa mereka menggunakan perhiasan yang tersembunyi…” (QS. An Nur [24] : 31).
Ini menunjukkan bahwa cara berjalan seorang wanita yang menarik perhatian adalah haram hukumnya.
Apalagi dengan memakai hak tinggi, pinggul wanita yang memakainya akan menonjol, dan ini juga perbuatan yang haram bila dilakukan dengan sengaja. Kemudian bila pemakainya berniat agar nampak lebih tinggi, maka tambah lagi dosanya, yaitu dosa mengelabui orang lain. Dan yang terakhir, sepatu semacam ini telah menjadi trend wanita-wanita kafir, dari dahulu hingga sekarang. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
أَنَّ امْرَأَةً مِنْ بَنِى إِسْرَائِيلَ كَانَتْ قَصِيرَةً فَاتَّخَذَتْ لَهَا نَعْلَيْنِ مِنْ خَشَبٍ فَكَانَتْ تَمْشِي بَيْنَ امْرَأَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ تَطَاوَلُ بِهِمَا
“Ada seorang wanita Bani Israel yang bertubuh pendek memakai sandal dari kayu. Kemudian berjalan diantara dua wanita yang tinggi agar terlihat tinggi dengan sandal tersebut…”. [HR. Muslim no 2252, Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban (12/379), dan ini lafazh Ibnu Hibban].
Berarti, wanita yang memakainya otomatis meniru-niru kebiasaan wanita kafir alias tasyabbuh, dan ini juga diharamkan. Kesimpulannya, mengenakan sepatu tumit tinggi hukumnya haram menurut syari’at Islam.

Sumber tulisan: dr. Avie Andriyani

Posting Komentar Blogger

 
Top