0 Comment
Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA


عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ وَعَبْدِ اللهِ بْنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الْعِدَةُ دَيْنٌ

Dari ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dan ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma, bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janji adalah utang.”

Hadits ini dikeluarkan oleh Imam ath-Thabrani t dalam al-Mu’jamul Ausath (no. 3513 dan 3514) dan al-Mu’jamush Shagîr (no. 419), Imam Abu Nu’aim al-Ashbahani dalam Akhbar Ashbahan (no. 1527), Ibnu ‘Asâkir dalam Târikh Dimasyq (52/293) dan Imam al-Qudha-‘i dalam Musnad asy-Syihâb (1/40, no. 7), semuanya dari jalur Sa’id bin Malik bin ‘Isa, dari ‘Abdullah bin Muhammad bin Abil Asy’ats, dari al-A’masy, dari Ibrâhîm an-Nakhâ’i, dari ‘Alqamah dan al-Aswad, dari ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dan ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhuma, dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam .

Hadits ini adalah hadits yang lemah. Dalam sanadnya ada rawi yang bernama ‘Abdullah bin Muhammad bin Abil Asy’ats.

Imam adz-Dzahabi berkata tentangnya, “Dia meriwayatkan hadits yang mungkar, aku tidak mengenalnya.”[1] Ucapan beliau ini dibenarkan oleh Imam Ibnu Hajar.[2]

Imam al-‘Iraqi dan Imam Ibnu Rajab mengisyaratkan kelemahan hadits ini. Beliau t berkata, “Dalam sanadnya ada rawi yang tidak dikenal.”[3]

Hadits ini juga dinyatakan lemah oleh Imam al-Haitsami[4] , al-Munawi[5] dan Syaikh al-Albani[6] .

Hadits yang semakna juga diriwatkan dari ‘Ali bin Abi Thâlib Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan lafazh, “Janji seorang mukmin adalah utang”. Hadits ini dikeluarkan oleh Imam ad-Dailami dalam Musnadul Firdaus[7] .

Hadits ini diisyaratkan kelemahannya oleh Imam al-Munawi. Beliau berkata, “Dalam sanadnya ada (rawi yang bernama) Darim bin Qubaishah, (Imam) adz-Dzahabi berkata (tentangnya): Dia tidak dikenal.”[8]

KESIMPULANNYA :
Hadits ini adalah hadits lemah sehingga tidak boleh dinisbatkan kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak boleh dijadikan sebagai argumentasi untuk menetapkan bahwa kedudukan janji dalam Islam itu sama seperti utang.

Cukuplah ayat-ayat al-Qur-an dan hadits-hadits yang shahih dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi sandaran dan argumentasi tentang kewajiban menepati janji dan haramnya mengingkarinya.

Diantaranya, firman Allâh Azza wa Jalla :

وَأَوْفُوا بِالْعَهْدِ ۖ إِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْئُولًا

Dan penuhilah janji. Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya [al-Isrâ’/17:34]

Juga sabda Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلَاثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Tanda-tanda orang munafik ada tiga; kalau berbicara dia berdusta, kalau berjanji dia ingkar, dan kalau diberi amanah (kepercayaan) dia berkhianat.[9]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XVII/1435H/2014M]
_______
Footnote
[1]. Kitab Mîzânul I’tidâl (2/490).
[2]. Dalam kitab Lisânul Mîzân (3/337).
[3]. Kitab Takhrîju Ahâdîtsi Ihyâ-i ‘Ulûmiddîn (2/154) dan Jâmi’ul ‘Ulûmi wal Hikam (1/431).
[4]. Dalam kitab Majma’uz Zawâid (4/295).
[5]. Dalam kitab Faidhul Qadîr (4/377).
[6]. Dalam kitab Dha’îful Jâmi’ish Shagîr (no. 3853 dan 3854).
[7]. Dinukil oleh Imam al-Munawi dalam kitab Faidhul Qadîr (4/308).
[8]. Ibid.
[9]. HSR al-Bukhâri (no. 33) dan Muslim (no. 59).

Posting Komentar Blogger

 
Top