0 Comment


Bantahan untuk Luqman Ba’abduh dan Buku Mereka Adalah Teroris (bag. 1)

Koreksi Buku Mereka Adalah Teroris karya Luqman Ba’abduh (bag. 1)

laskar jihad, luqman ba'abduh, buku mereka adalah teroris
Assalamu’alaikum warahmatullah.
Banyak komentar yang menyatakan bahwa kawan-kawan yang pernah tergabung dalam FKAWJ & LJ sudah bertaubat termasuk saudara Luqman Ba’abduh dari berbagai kesalahan yang disebutkan, lantas mengapa kok masih juga diungkit-ungkit?
Jawaban: benar demikian yang saja dengar dan baca, dan ini bukanlah hal yang baru bagi saya, akan tetapi saya masih merasa sikap taubat tersebut masih tidak sempurna, dengan sebab beberapa hal berikut:
  1. Betapa banyak dari saudara-saudara kita yang dimusuhi, diklaim sururi atau dinyatakan sebagai ahlul bid’ah hanya karena menyelisihi dan tidak sudi untuk andil dalam apa yang mereka sebut-sebut sebagai jihad, akan tetapi hingga kini tidak ada perubahan sikap dari saudara-saudara kita mantan FKAWJ & LJ.
  2. Dahulu dan hingga saat ini saudara-saudara kita yang pernah tergabung di FKAWJ& LJ senantiasa mengatakan bahwa jihad mereka berdasarkan fatwa ulama’, sampai-sampai terkesan itu adalah sikap seluruh ulama’ sehingga mereka menganggap orang yang tidak sepaham dengan jihad mereka dianggap telah menggembosi jihad yang syar’i. Padahal setiap orang tahu bahwa ulama’ tidak semuanya sepakat dengan pendapat tersebut, bahkan kebanyakan ulama’ tidak menyetujui jihad Ambon tersebut, termasuk Syeikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin, Abdul Muhsin Al Abbad, Sholeh As Suhaimy, dan ulama’-ulama’ lainnya. Sehingga semestinya ada upaya untuk meluruskan fakta ini dan upaya pembersihan nama saudara-saudara mereka yang telah mereka tuding secara sepihak tanpa alasan yang dibenarkan telah menggembosi jihad syar’i. Nyatanya hingga saat ini hal tersebut tidak terjadi.
  3. Lebel “Ihyaut Turats”. Setiap atau kebanyakan orang yang dimusuhi oleh saudara-saudara kita yang pernah tergabung dengan FKAWJ & LJ senantiasa dituding-tuding berlimang-limang atau berenang di riak-riak dinar “Ihyaut Turats” atau menjadi dai “Ihyaut Turats”, sampai-sampai hal ini seakan-akan menjadi suatu prinsip dalam aqidah saudara-saudara kita yang pernah tergabung dalam FKAWJ & LJ. Padahal setiap dari kita sudah tahu bahwa para ulama’ berselisih pendapat dalam hal ini, dan tidak setiap orang menerima dana dari mereka apalagi menjadi da’inya. Secara pribadi saya setuju untuk tidak menerima dana dari mereka, demi menjaga persatuan dan kesatuan salafiyyin di Indonesia, walau demikian, tidak berarti saya harus memusuhi setiap orang yang menerima dari mereka, sebagaimana yang pernah dijelaskan oleh Syeikh Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaily.
Karena beberapa hal di atas dan juga yang  lainnya, maka kami masih merasa perlu untuk mengingatkan saudara-saudara kita akan pentingnya introspeksi
Oleh karena itu kami masih merasa perlu untuk mengingatkan akan pentingnya koreksi diri sehingga ruju’ kepada kebenaran dapat terwujud dengan sebaik-baiknya, bukan dengan cara dipilah-pilah. Ini bukan berarti kami beranggapan bahwa kami adalah yang terbenar dan bersih dari kesalahan, kami yakin bahwa kami memiliki kesalahan dan banyak kekurangan, akan tetapi itu tidak menjadi penghalang bagi kami untuk menyampaikan nasehat dan kritikan yang membangun.Dan perlu kami tegaskan sekali lagi bahwa secara global kami setuju dan sepaham dengan pemaparan saudara Luqman Ba’abduh dalam bukunya tersebut, dan kami mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada beliau dan seluruh saudara-saudara kami yang telah ikut andil dalam penulisan buku beliau tersebut.
Semoga Allah melimpahkan taufiq dan ‘inayahnya kepada kita semua, sehingga kita dapat berjiwa besar dan menerima kebenaran dari manapun datangnya.

Koreksi Buku Mereka Adalah Teroris

Adapun buku karya Saudara Luqman Ba’abduh, maka secara garis besar, kami sepakat dengan muatan ilmiyahnya, hanya saja pada kesempatan ini, kami hanya ingin menyampaikan tiga kritikan kepada saudara Luqman Ba’abduh, semoga dengan tiga kritikan ini karya tulis beliau semakin bermanfaat bagi kaum Muslimin di Indonesia secara umum, dan saudara-saudaraku yang telahmengenal manhaj salaf secara khusus:
Kritikan pertama: Penggunaan Kata “Teroris”
Kata “teroris” tidak pernah ada dalam kamus kaum muslimin, terlebih-lebih para ulama’ ahlis sunnah wal jama’ah. Kata “teroris” bukan hanya tidak ada dalam kamus umat Islam, akan tetapi kata tersebut lebih sering digunakan untuk menjelek-jelekkan umat islam secara umum, dan ahlis sunnah secara khusus. Ahlus sunnah dimana-mana senantiasa mereka hantui dengan tuduhan-tuduhan semacam ini. Oleh karena itu hingga saat ini musuh-musuh Islam beranggapan dan mempropagandakan bahwa pusat teroris adalah negara tauhid dan negara yang berdiri di atas dasar aqidah Ahlis sunnah wal jama’ah, yaitu Saudi Arabia.
Padahal setiap orang tahu betapa besar teror dan kekejaman yang telah dilakukan oleh Israel dan anteknya yaitu Amerika dan konco-konconya terhadap uamt manusia secara umum dan umat islam secara khusus. Betapa banyak darah manusia yang telah mereka tumpahkan?
Akan tetapi kenapa umat islamlah yang saat ini selalu dicurigai sebagai teroris, atau dituduh berpaham teroris?!
Dahulu mereka senantiasa menghantui umat Islam secara umum dan ahlis sunnah secara khusus dengan kata “fundamentalis” dan sekarang mereka menghantui mereka dengan kata “teroris”. Momok semacam ini senantiasa diarahkan kepada umat islam, dan tidak pernah ditujukan kepada selain mereka.
Fakta ini telah menjadi bagian nyata dari kehidupan umat islam di mana-mana, sehingga menurut hemat kami tidak lagi memerlukan pembuktian. Dan saya yakin saudara Luqman mengetahui akan hal ini.
Bila demikian ini halnya, maka tidaklah layak bagi seorang muslim untuk ikut membeo, taklid dan latah dengan selain mereka sehingga menggunakan kata-kata sesat ini.
Sikap latah semacam ini termasuk cermin lemahnya kepribadian dan akidah seseorang. Oleh karena itu jauh-jauh hari Nabi shallallahu ‘alaihi sallam  telah memperingatkan kita dari sikap semacam ini, sampai-sampai beliau bersabda:
(من تشبه بقوم فهو منهم) رواه أحمد وابن أبي شيبة وغيرهما وصححه الألباني
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia tergolong dari mereka”.  Riwayat Ahmad, Ibnu Abi Syaibah dll, serta dishahihkan oleh Al Albani.
Larangan menyerupai selain umat Islam bukan hanya pada perilaku, penampilan, keyakinan, ibadah, ucapan, bahkan mencakup segala aspek kehidupan kita. Sebagai salah satu penerapannya Allah Ta’ala melarang kaum muslimin untuk menyerupai orang-orang yahudi dalam hal ucapan :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَقُولُواْ رَاعِنَا وَقُولُواْ انظُرْنَا وَاسْمَعُوا ْوَلِلكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ البقرة 104
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad), “Raa’ina,” tetapi katakanlah, “Unzhurna,” dan “Dengarlah.” Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.” Al Baqarah 104.
Kata “raa’ina” dalam bahasa arab berartikan : “perhatikanlah/tunggulah kami” akan tetapi kata ini dapat diplesetkan menjadi “ra’unah” yang artinya dungu.
Allah Ta’ala pada ayat ini melarang kaum muslimin untuk mengucapkan kata ‘raa’ina” karena dahulu orang-orang Yahudi mengucapkan kata ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi sallam memngesankan mereka meminta kepada beliau shallallahu ‘alaihi sallam agar tidak terlalu cepat ketika berbicara, akan tetapi mereka memelesetkannya, sehingga mereka denganya menghina Nabi shallallahu ‘alaihi sallam dengan anggapan dungu. Umat Islam di larang mengucapkan kata ini, walaupun maksud mereka benar dan tidak ada niat keji semacam ini, guna menghindari segala hal yang menyerupai perbuatan orang-orang
Ibnu katsir setelah menyebutkan hadits di atas berkata: “Pada hadits ini terdapat larangan keras, ancaman tegas dari menyerupai orang-orang kafir dalam ucapan, perilaku mereka, pakaian, hari perayaan, peribadatan dan urusan mereka lainnya yang tidak disyari’at kepada kita dan tidak juga kita diizinkan untuk melakukannya.”([1])
Larangan untuk menyerupai kelompok sesat bukan hanya berlaku pada menyerupai kaum kafir semata, bahkan menyerupai ahlil bid’ahpun kita dilarang.([2]) Oleh  karena itu dahulu para ulama’ tidaklah menggunakan istilah-istilah hasil rekayasa ahlul bid’ah, kecuali dalam kesempatan tertentu dan dalam batasan tertentu pula. Ini semua demi menjaga pemahaman, persepsi dan kepribadian umat Islam secara umum dan ahlus sunnah secara khusus.
Imam Ibnu Abil ‘Izzi Al Hanafy: “Mengungkapkan kebenaran dengan menggunakan istilah-istilah yang diajarkan dalam syari’at Nabi dan yang diturunkan oleh Allah, adalah metode/manhaj Ahlus sunnah wal Jama’ah.([3])
Oleh karena itu amat mengherankan bila saudara Luqman yang berpenampilan ganas dan garang dalam memperjuangkan as sunnah atau akidah atau manhaj ahlis sunnah dan memerangi bid’ah ternyata amat mudah dan dengan perasaan tak bersalah membeo dengan orang-orang lain sehingga ikut-ikutan menggunakan kata “teroris”.
Ditambah lagi, saudara luqman pasti tahu bahwa masyarakat internasional hingga saat ini tidak pernah menyepakati akan definisi dan kriteria “teroris”. Masing-masing negara atau organisasi yang ada menggunakan kata ini selaras dengan pemahamannya masing-masing. Oleh karena itu tidak sepantasnya sebagai seorang da’i untuk menggunakan suatu kata yang memiliki banyak penafsiran dan diperselisihkan kandungannya. Sehingga kata ini dapat diartikan selaras dengan alhaq/kebenaran, dan juga dapat diartika dengan pemahaman yang menyelisihi al haq, dan bahkan malah menghancurkan al haq.
Diantara metode Ahlus sunnah, adalah tidak menggunakan kata-kata semacam ini kecuali setelah menjelaskan dan merinci kandunganya, sehingga tidak menimbulkan kesalah pahaman dan kerancuan (talbis&tadlis). Dan hal ini tidak pernah dilakukan oleh saudara Luqman, sehingga sikapnya ini dapat menimbulkan salah penafsiran tentang kata “teroris”. Bahkan saudara Luqman dalam banyak kesempatan menafsirkan kata “teroris’ dengan “khowarij”. Misalnya pada ucapannya berikut ini: “Pdahal jelas-jelas  dengan tegas Rasulullah shallallahu ‘alaihi sallam telah menyatakan bahwa para khawarij/ teroris itu sebagai anjing-anjing jahannam.” (Mereka adalah teroris 14, cet II)
Penafsiran ini bila dipandang dari kaca mata ahlis sunnah, perlu ditinjau ulang dari berbagai sisi pandang, diantaranya dari sisi pendalilan, sehingga dikatakan kepada saudara Luqman: apa dalil anda bahwa khowarij adalah sinonim dengan teroris? Siapakah panutan anda dalam penafsiran ini? Dst.
Tatkala menjabarkan tentang sikap ahlis sunnah terhadap berbagai istilah yang digunakan oleh ahlul bid’ah dalam permasalahan asma’ dan sifat Allah Ta’ala, Ibnu Taimiyyah berkata: ” Adapun kata-kata yang diperselisihkan kandungannya oleh para pencetusnya sendiri dari kalangan orang-orang mutaakhirin, misalnya kata: Al Jismu, Al Jauhar, Al Mutahayyiz, Jihah([4]), dan kata-kata yang  serupa dengannya, maka tidaklah sepatutnya untuk diingkari secara mutlak dan tidak juga diakui secara mutlak, sampai ditilik maksud pengucapnya. Bila ia memaksudkan dari penetapan dan pengingkaran kata tersebut suatu makna yang benar lagi selaras dengan yang telah dikabarkan oleh Rasulullah r, maka makna yang ia inginkan dari kata tersebut kita akui/benarkan, akan tetapi seyogianya dia mengungkapkan makna tersebut dengan kata-kata yang telah disebutkan dalam dalil. Tidak sepatutnya ia menggunakan kata-kata hasil rekayasa lagi bersifat global semacam ini, melainkan pada saat diperlukan saja, dengan disertai berbagai qarinah (pertanda) yang menunjukkan akan maksudnya…..Adapun bila yang ia maksudkan adalah suatu makna yang batil, maka makna tersebut harus diingkari, dan bila kata tersebut mengandung makna yang benar dan batil secara bersamaan, maka makna yang benar diakui dan yang batil diingkari.”( Minhajus Sunnah oleh Ibnu Taimiyyah 2/554-555.)
Demikianlah seyogyanya kita mensikapi kata “teroris”, tidaklah kita menggunakannya kecuali setelah merinci berbagai penafsiran yang ada, kemudian kita menjelaskan sikap kita terhadap setiap penafsiran tersebut.
Tunggu bantahan bagian ke-2………….
Catatan:
[1] ) Tafsir Ibnu Katsir 1/148.
[2]) Tasyabuh dengan selain ahlis sunnah dilarang bila tidak memenuhi beberapa persyaratan berikut ini: 1. Tidak ada kemanfaatan yang dapat dipetik darinya, 2. Perbuatan tersebut tidak disyari’atkan dalam Islam. 3. Adanya niat untuk sengaja menyerupai. 4. Perbuatan tersebut merupakan kekhususan/ciri khas mereka.
Adapun hal-hal yang ada kemanfaatannya dan tidak ada larangan khusus darinya, maka tidaklah dapat dikatakan sebagai tasyabbuh, misalnya menggunakan pesawat terbang, stempel ketika bersurat menyurat, alat-alat telekomunikasi yang ada sekarang ini, dan lain sebagainya. Atau hal tersebut  merupakan syari’at yang berlaku pada mereka dan pada umat Islam pula, misalnya sholat, puasa, hukum qhishos dll, Atau hal tersebut bukan merupakan kekhususan mereka misalnya: celana panjang yang tidak membentuk lekak-lekuk aurat dan tidak transparan bagi kaum pria, baju  kaos, menggunakan sendok ketika makan, dll, maka tidak dapat dikatakan sebagai tasyabuh. Bagi yang ingin mengetahui hukum tasyabuh lebih mendalam, silahkan baca kitab: At Tasyabuh Al Manhi ‘Anhu fil Fiqhil Islami, karya Jamil bin Habib Al Luwaihiq.
[3] ) Syarah Al ‘Aqidah At Thahawiyyah , oleh Ibnu Abil ‘Izzi 63. Silahkan baca juga Majmu’ Fatawa 6/36-37.
[4] ) Ini adalah beberapa kata dan istilah hasil rekasaya ahlul kalam dalam mensifati Allah Ta’ala.

sumber artikel

Posting Komentar Blogger

 
Top