0 Comment
sholat diatas tanah, tidak bertentangan dengan Sunnah Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam. Memang Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam sering shalat di atas tanah tanpa penghalang, namun beliau juga pernah shalat di atas tikar, khumrah (tikar kecil atau tenunan daun kurma atau semacamnya sebagai alas wajah ketika sujud, sehingga ukurannya juga sebesar itu; jadi semacam sajadah kecil namun khusus untuk wajah).[1]

Demikian juga, beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam tidak pernah memerintahkan umat agar shalat langsung di atas tanah, dan tidak pernah melarang sholat di atas permadani, keramik, atau semacamnya. Sebagai seorang muslim, kita tidak boleh mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan oleh Allâh Ta'âla dan RasulNya. Dan kita tidak boleh mengharamkan sesuatu yang tidak diharamkan oleh Allâh Ta'âla dan RasulNya.

Namun begitu, ada juga ulama yang memakruhkan shalat diatas sajadah yang penuh gambar nan mewah dan mengatakan bahwa yang paling utama adalah meneladani Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam. Al-‘Izz bin Abdis Salam –rahimahullâh– mengatakan : “Dimakruhkan shalat di atas sajadah yang dihias-hiasi dan berwarna-warni. Juga di atas sajadah yang mahal dan indah. Karena kondisi saat shalat adalah kondisi merendahkan hati dan merendahkan diri. Di masjid Makkah dan Madinah orang-orang (yakni pada zaman itu-red) senantiasa melakukan shalat di atas tanah, pasir, dan kerikil, karena merendahkan diri kepada Allâh Ta'âla.

Beliau –rahimahullâh– juga mengatakan : “Maka yang lebih utama adalah mengikuti perkataan dan perbuatan-perbuatan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, baik yang kecil maupun yang besar. Barangsiapa menaatinya, maka dia pasti mendapatkan petunjuk dan dicintai oleh Allâh Ta'âla dan barangsiapa yang tidak mentaati dan meneladani beliau, maka dia jauh dari kebenaran seukuran jauhnya dari mengikuti Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam “.[2]

Wallâhu a’lam.


[1]Lihat Shifat Sholat Nabi, hlm. 150, karya syaikh al-Albâni, Penerbit Maktabah Al-Ma’ârif

[2]Fatâwâ Al-‘Izz bin Abdis Salâm, hlm. 68, dinukil dari al-Qaulul Mubîn fî Akh-thail Mushallîn, hlm. 66

sedikit tambahan..

Sebagian muslim ada yang menyatakan memakai sajadah saat shalat itu bid’ah. Sehingga mereka pun shalat di atas tanah. Mereka menyandarkan pendapat ini pada Ibnu Taimiyah. Apakah benar beliau berpendapat seperti itu?
Menurut Ibnu Taimiyah: Shalat Di Atas Sajadah itu Bid’ah, Benarkah?

Ibnu Taimiyyah -rahimahullah- pernah ditanya tentang orang yang menggelar sajadah di masjid untuk shalat, apakah termasuk bid’ah ataukah bukan?

Jawab Ibnu Taimiyah,

الصلاة على السجادة بحيث يتحرى المصلى ذلك : فلم تكن هذه سنَّة السلف من المهاجرين والأنصار ومَن بعدهم مِن التابعين لهم بإحسان على عهد رسول الله ، بل كانوا يصلون في مسجده على الأرض لا يتخذ أحدهم سجادة يختص بالصلاة عليها

“Jika ada yang shalat di atas sajadah dengan angapan bahwa patutnya dengan sajadah, maka seperti beramal seperti itu tidaklah diajarkan oleh salaf dari kalangan Muhajirin dan Anshar, juga diajarkan oleh tabi’in setelah mereka. Bahkan para salaf melakukan shalat di atas tanah. Di antara mereka tidak mengkhususkan shalat di atas sajadah.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 163)

Kalau kita mau lihat konteks jawaban dari Ibnu Taimiyah, bukan memakai sajadah yang bid’ah, namun menganggap bahwa shalat itu mesti di sajadah. Bila tidak menggunakan sajadah berarti tidak afdhol. Itulah yang dimaksud. Buktinya adalah beliau membawakan riwayat yang sama dengan apa yang dibawakan oleh kakeknya dari kitab Al Muntaqo dalam beberapa halaman selanjutnya setelah membawakan perkataan di atas. Setelah itu, Ibnu Taimiyah berkata,

وَإِذَا ثَبَتَ جَوَازُ الصَّلَاةِ عَلَى مَا يُفْرَشُ – بِالسُّنَّةِ وَالْإِجْمَاعِ – عُلِمَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَمْنَعْهُمْ أَنْ يَتَّخِذُوا شَيْئًا يَسْجُدُونَ عَلَيْهِ يَتَّقُونَ بِهِ الْحَرَّ

“Jika ada dalil pendukung yang menyatakan bolehnya shalat di atas alas -hal ini berdasarkan As Sunnah dan Ijma’ (kesepakatan para ulama), maka diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah melarang shalat di atas alas untuk menghalangi dari panas.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 175).

Jadi, jelas sekali Ibnu Taimiyah mengatakan asalnya boleh shalat di atas sajadah bahkan hal itu didukung oleh hadits, juga ijma’ (konsensus para ulama). Sehingga cara mengkompromi perkataan beliau adalah seperti yang penulis kemukakan di atas, yaitu yang keliru bila beranggapan bahwa patutnya shalat dengan menggunakan sajadah, tidak afdhol jika tidak menggunakannya.

.

Syaikh ‘Utsman Al Khomis menerangkan, “Yang dimaksud bid’ah adalah jika berkeyakinan bahwa shalat mesti di sajadah dan ia mengharuskan seperti itu. Ini jelas bid’ah. Namun yang tepat, sujud di atas sajadah bukanlah bid’ah. Dan para ulama pun tidak menggolongkannya sebagai bid’ah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang shalat di atas khumroh (tikar kecil), terkadang pula shalat di atas tanah, juga kadang shalat di atas hashir (tikar dengan ukuran lebih besar). Beliau shalat di tempat mana saja yang mudah bagi beliau. Beliau tidak bersusah-susah diri dalam melaksanakan shalat. Kalau ada tikar di depan beliau, beliau tidak memindahkannya lalu shalat di atas tanah. Begitu pula ketika ada permadani lainnya, beliau tidak memindahkannya dan shalat di atas tanah. Apa yang beliau peroleh, beliau shalat di situ. Jadi, perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah bagi yang memaksudkan shalat harus di sajadah dan mengganggap shalat selain pada sajadah bermasalah. Jadi Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan para ulama tidaklah mengatakan shalat di atas sajadah itu bid’ah secara mutlak. Sehingga tidak tepat mengatakan tidak boleh shalat di atas sajadah. Ini perkataan yang tidak benar.”
Aturan Shalat dengan Sajadah

Secara umum, penggunaan sajadah itu dibolehkan namun tetap memperhatikan beberapa syarat berikut:

1- Sajadah tersebut tidak terdapat gambar makhluk yang memiliki ruh (manusia dan hewan), wajib gambar tersebut dihapus jika ada.

2- Sajadah tersebut tidak terdapat gambar yang melalaikan dari shalat. Sajadah seperti ini dihukumi makruh.

3- Sajadah yang digunakan bukan dianggap lebih baik dari shalat di atas tanah.

4- Sajadah yang digunakan bukan dianggap lebih baik dari sajadah yang digunakan di masjid atau melakukannya karena khawatir adanya najis.

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Ada yang bersikap ekstrim dan memberikan was-was, mereka tidak mau shalat di atas tanah (lantai) atau tidak mau shalat di sajadah yang digunakan oleh kebanyakan orang, mereka hanya mau shalat di atas sajadah khusus yang mereka bawa.” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 177).

5- Tidak boleh menganggap patutnya shalat dengan sajadah atau harus shalat dengan sajadah yang khusus untuk shalat. Ia mengharuskan shalat dengan seperti itu baik di rumah maupun di masjid. Bahkan ada yang beranggapan bahwa harus shalat di sajadah, padahal di rumah sudah dalam keadaan beralas (permadani atau tikar). Inilah yang dicela oleh Ibnu Taimiyah seperti yang dijelaskan di atas. (Lihat pembahasan Syaikh Sholeh Al Munajjid dalam Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 27000)

Semoga tulisan ini dapat meluruskan sebagian muslim yang keliru dalam memahami hukum sajadah. Hanya Allah yang memberi taufik.


www.rumasyo.com

Posting Komentar Blogger

 
Top