0 Comment
Lajnah Da’imah ketika ditanya masalah ini menjawab [1]: Boleh memberikan daging kurban untuk orang kafir mu’ahid (orang kafir yang mengikat perjanjian damai dengan kaum muslimin) dan tawanan yang masih kafir, baik karena mereka miskin, kerabat, tetangga, atau sekedar melunakkan hati mereka, karena ibadah kurban itu intinya adalah menyembelihnya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan ibadah kepada-Nya.

Adapun dagingnya, maka yang paling afdhal adalah dimakan pemiliknya sepertiga, diberikan kepada kerabat, tetangga dan sahabatnya sepertiga, kemudian disedekahkan buat fakir miskin sepertiga.

Seandainya pembagiannya tidak rata, atau sebagian yang lain merasa cukup (sehingga yang lain tidak mendapatkan daging kurban) maka tidak mengapa ; di dalam permasalahan ini ada keluasan. Akan tetapi , daging kurban tidak boleh diberikan kepada orang kafir harbi (yang memerangi Islam) karena yang wajib (bagi orang Islam) adalah menghinakan dan melemahkan mereka, bukan menelongnya atau menguatkan mereka dengan pemberian (sedekah) ; demikian pula hukumnya sama dalam sedekah yang bersifat sunnah, sebagaimana keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ﴿٨﴾إِنَّمَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ قَاتَلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَأَخْرَجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ وَظَاهَرُوا عَلَىٰ إِخْرَاجِكُمْ أَنْ تَوَلَّوْهُمْ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap mereka yang tidak memerangimu karena agama (mu) dan yang tidak mengusirmu dari tempatmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Allah hanya melarang kamu untuk menjadikan mereka yang memerangimu, mengusirmu dari tempatmu, dan membantu orang lain mengusirmu sebagai kawanmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka adalah orang-orang yang zalim. [al-Mumtahanah/60: 8-9]

Dan juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Asma binti Abi Bakar Radhiyallahu anhuma untuk selalu menyambunga (silaturahmi) dengan ibunya dengan memberinya harta, padahal ibunya masih musyrik saat masih dalam perjanjian damai [2]


HUKUM MEWAKILKAN KURBAN
Pemilik binatang kurban menyembelih sendiri sembelihannya jika ia mampu, itulah salah satu yang disunnahkan dalam berkurban sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berkurban.

Anas bin Malik Radhiyallahu anhu menerangkan.

ضَحَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ذَجَحَهُمَا بِيَدِهِ

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dua ekor domba yang bagus lagi bertanduk. Beliau menyembelih sendiri dengan tangannya. [HR al-Bukhari 5139 dan Muslim 3635]

Akan tetapi, jika ada keperluan maka boleh mewakilkan kepada orang lain [3]. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mewakilkan sembelihannya kepada sahabatnya. Dalam sebuah hadits yang panjang tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menggiring unta-untanya menuju Makkah untuk disembelih.

Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhuma mengatakan :

فَنَحَرَ ثَلاَثًا وَسَتَّيْنَ بِيَدِهِ ثُمَّ أَعْطَى عَلِيَّا فَنَحَرَمَا غَبَرَ

Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih dengan tangannya sendiri 63 ekor (dari 100 ekor untanya), kemudian menyerahkan sisanya kepada Ali Radhiyallahu anhu untuk disembelih. [HR Muslim 2137]

Demikianlah, bagi pemilik hewan kurban jika punya udzur seperti sakit, lemah karena tua, tidak mengetahui cara menyembelih, orang buta dan kaum wanita, maka boleh mewakilkannya kepada orang lain, bahkan lebih utama.


DAGING KURBAN DIBAGIKAN SETELAH DIMASAK
Lajnah Da’imah pernah ditanya tentang kurban dan pembagiannya, maka jawabnya [4] : Berkurban hukumnya sunnah kifayah, dan ulama ada yang mengatakan wajib ‘ain. Adapun masalah pembagiannya dimasak atau tidak dimasak, maka ada keluasan didalamnya, yang penting (pemiliknya memakan sebagiannya, dihadiahkan sebagiannya dan disedekahkan sebagiannya).


MENGUSAPKAN DARAH SEMBELIHAN KE BADAN BINATANG
Ada sebuah kebiasaan yang sering dilakukan oleh para penyembelih binatang kurban, yaitu setelah menyembelih leher binatang dengan pisau, lalu pisau yang berlumuran darah itu diusapkan ke badan hewan yang telah disembelih.

Jika yang dilakukan itu hanya kebiasaan semata, atau dilakukan dengan maksud membersihkan darah bekas sembelihan yang ada pada pisau, maka tidak ada masalah. Akan tetapi, jika ada suatu keyakinan yang mendasari perbuatan ini, dan menganggap perbuatan ini lebih baik daripada ditinggalkan, atau meyakini ini termasuk sunnah, maka perbuatan ini menjadi bid’ah dalam agama.

Lajnah Daimah ditanya hukum mengusapkan darah ke badan hewan dengan keyakinan bahwa ini adalah perbuatan para sahabat Nabi Ibrahim Alaihissallam, maka Lajah menjawab : Mengusapkan darah ke badan hewan sembelihan, kami tidak mengetahui seorang pun dari kalangan sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang melakukannya. Ini adalah termasuk bid’ah sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : Barangsiapa mengamalkan suatu amalan yang tidak ada dalilnya maka perbuatan itu terolak. Dan dalam suatu riwayat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Barangsiapa berbuat bid’ah dalam agama ini yang tidak termasuk darinya, maka amalan itu tertolak. [HR al-Bukhari dan Muslim][5]


KURBAN ONLINE
Kurban online adalah berkurban dengan cara mentransfer sejumlah uang sesuai dengan harga binatang kurban yang telah disepakati kepada lembaga sosial atau yang semisalnya, lalu lembaga tersebut membelikan hewan kurban, menyembelih pada waktunya dan membagikan dagingnya. Kurban semacam ini tidak jauh berbeda dengan kurban di negeri lain yang lebih membutuhkan.

Kita katakan : Hukum asalnya berkurban dilakukan dengan tangannya sendiri di negerinya sendiri, sebagian daging kurbannya dia makan, dan sebagian lainnya diberikan kepada kaum muslimin dan tidak berkurban secara online. Akan tetapi, dibolehkan kurban dengan cara online ketika ada kebutuhan yang mendesak, selagi lembaga tersebut benar-benar terpercaya, dan melaksanakan ibadah kurban sesuai aturan. Wallahu a’lam


[Disalin secara ringkas dari Kontemporer Ibadah Kurban penyusun Ustadz Abu Ibrohim Muhammad Ali AM, Majalah Al-Furqon Edisi 4 Tahun Ketigabelas Dzulqadah 1434H, Diterbitkan oleh Lajnah Dakwah Ma’had Al-Furqon al-Islami, Alamat Ma’had al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim 61153, Telp. 031-3940347]
_______
Footnote
[1]. Fatawa Lajnah Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta. No. 1997, ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdullah bin Qu’uds serta Abdullah bin Ghadiyah keduanya sebagai anggota.
[2]. HR al-Bukhari 4/126 no. 3183
[3]. Lihat Fiqhus Sunnah, as-Sayyid Sabiq, cet Maktabah as-Rusyd 1422H
[4]. Fatwa Lajnah Daimah 11/394, fatwa no. 9563, ditandatangani oleh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua dan Abdurrazzaq Afifi sebagai wakilnya, serta Abdullah bin Ghadiyan sebagai anggota.
[5]. Fatwa no. 6667. Ditandatangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz sebagai ketua, Abdurrazzaq Afifi sebagai wakilnya, dan Abdullah bin Qu’ud serta Abdullah bin Ghadiyan keduanya sebagai anggota

Posting Komentar Blogger

 
Top