Gerakan dakwah yang dibidani oleh Muhammad Ilyas
Al-Kandahlawi ini merupakan salah satu gerakan dakwah Tashawwuf
yang sudah menyebar ke berbagai negara Islam maupun non Islam .
Secara lahir gerakan ini nampak baik , karena banyak orang-orang
yang dahulunya berandalan menjadi terbimbing melaksanakan ibadah lewat
jamaah ini. Namun akhirnya para Ulama mengetahui kebobrokan aqidah
kelompok ini, satu persatu ketahuan bid'ah-bid'ah yang ada dalam
gerakan ini. Selain itu, pada dasarnya dakwah ini memang diilhami
dari pemahaman tasawwuf atau tarekat. Syaikh Al-Albani mengatakan
bahwa mereka adalah Shufiyyah 'Ashriyah (tasawwuf model baru).
Gerakan ini berbasis di negara India dan disanalah gerakan ini
pertama sekali muncul. Demikian juga di Pakistan dan Bangladesh.
Sehingga ketiga negara tersebut (India, Pakistan, dan Bangladesh)
merupakan dareah sasaran utama bagi anggota-anggota mereka untuk
khuruj. Di Indonesia jama'ah ini sangat berkembang terutama di
daerah timur Indonesia.
Makna kalimat tauhid menurut jamaah Tabligh
Jama'ah
Tabligh mempunyai kalimat rahasia yang digunakan sebagai asas
tegaknya jama'ah mereka yaitu Segala sesuatu (walaupun merupakan
kebenaran) yang bisa menyebabkan orang lari atau berpecah-belah
atau berselisih maka harus ditinggalkan dan disingkirkan jauh-jauh
Oleh
karena hal ini maka mereka menafsirkan kalimat tauhid Laa ilaha
illa LLah dengan makna Rububiah. Dengan penafsiran beginilah maka
kaum muslimin tidak akan berselisih dan berpecah belah. Sebab jika
ditafsirkan dengan makna Uluhiah atau Asma' wa Sifat maka hal ini
bisa membuat kaum muslimin lari dari mereka, tidak menerima dakwah
mereka dan lebih parah lagi anggota-anggota mereka akan bubar. Hal
ini dikarenakan anggota-anggota mereka ada yang Mathurudiah, Asya'iroh
dan lain sebagainya. (lihat Qutbiah hal-10) Mereka menafsirkan
makna Laa ilaha illa LLah bahwasanya hanya Allah yang menciptakan,
memberi rezeki, dan makna-makna yang lainnya yang merupakan
makna-makna tauhid rububiah. Padahal Kaum musyrikin Arab dulu juga
mengakui tauhid ini.
Sehingga
didapatkan ada diantara mereka yang menganggap bahwa sahabat nabi
tidak mengetahi memahami tauhid. Sebagaimana ada sebuah kisah
seorang guru yang merupakan anggota Jama'ah Tabligh sedang mengajar
di sebuah madrasah ibtida'iah. Dia mnjelaskan tentang kecintaan
kepada khulafaur Rosidin. Lalu sampailah dia pada kisah Umar bin
Khatab yang di masa beliau timbul kelaparan dan paceklik. Lalu Umar
pun menirim surat kepada amir-amir kota untuk membantu memberi rezeki
keepadanya. Sehingga Umarpun menyeleweng dari agama disebabkan
pengambilan sebab (yaitu Umar meminta tolong kepada manusia).
Kemudian guru tersebut berkata pada murid-muridnya :Jika diantara
kalian ada yang tertimpa kebakaran atau tenggelam maka janganlah
dia berteriak dan menyeru manusia (untuk menolongnya), sebab
menyeru kepada manusia adalah kesyirikan. Guru tersebut telah
menghilangkan pengambilan sebab dan telah menganggap Umar tidak
memahami tauhid karena telah mengambil sebab yang menurut guru
tersebut hal itu adalah kesyirikan. (lihat al-qoul al-baligh
hal-47-48)
Syirik dan khurafat yang terdapat dalam kitab Tablighi Nishab (Manhaj Jamaah Tabligh).
Didalamnya terdapat :
1. Tawaasul dengan Nabi
2. Berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah
3. Meminta syafaat kepada selain Allah.
4. Berlebih-lebihan terhadap orang shalih.
5. Wihdatulwujud.
6. Hikayat khurafat.
7. Ajaran-ajaran Shufiyah yang sesat.
8. Hadits-hadits Dhoif, Dusta dan Palsu.
Fatwa terakhir Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahumallah
Dalam
buku yang berjudul Jilaaul Adzhan karangan Ghulam Musthafa Hasan
dicantumkan fatwa-fatwa syaikhaini yang isinya adalah dukungan dan
rekomendasi bagi gerakan Jamaah Tabligh ini. Namun sangat
disayangkan penulis buku tersebut tidak mencantumkan fatwa terakhir
dari kedua Syaikh tersebut. Selayaknya ia mencantumkan fatwa
syaikh yang memansukhkan (menghapus) fatwa sebelumnya, karena hal itu
merupakan tuntutan amanah ilmiyah. Sehingga tidak timbul anggapan
bahwa rekomendasi dari syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin
Ibrahim masih tetap berlaku! Kedua fatwa itu adalah sebagai
berikut:
Fatwa terakhir Syaikh Muhammad Bin Ibrahim
Dari
Muhammad bin Ibrahim kepada Hadrat Putera Mahkota Kerajaan Al-Amir
Khalid bin Su'ud, Ketua Dewan Kerajaan Yang Terhormat.
As-Salamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuhu
Saya
telah menerima surat dari yang Mulia nomor 37/4/5 dengan tanggal
21/1/1382H, yaitu permintaan dari Muhammad bin Abdul Hamid dan Syah
Ahmad Nurani dan Abdussalam Al-Qadiri dan Su'uud Ahmad Dahlawi
kepada Paduka Raja yang Mulia, tentang permintaan bantuan untuk
proyek Jam'iyyah mereka yang bernama Kuliyyatud-Dakwah
Wat-Tablighil-Islamiyyah demikian pula tentang tiga buah kitab yang
disertakan bersama surat mereka. Saya jelaskan kepada yang Mulia
bahwa Jam'iyyah ini tidak ada kebaikan padanya sebab ia adalah
jam'iyyah bidah lagi sesat. Setelah membaca ketiga buku yang
disertakan tersebut kami mendapatkan ketiga kitab itu penuh dengan
kesesatan dan bidah dan ajakan kepada penyembahan kuburan dan
syirik serta banyak lagi perkara yang tidak bisa didiamkan begitu saja.
Oleh karena itu kami akan membantahnya InsyaAllah dan menyingkap
kesesatan seta memberantas kebathilannya. Allah pasti menolong
Agama-Nya dan meninggikan Kalimat-Nya
As-Salamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh
29/1/1382H
(Adapun
surat Syaikh Muhammad bin Ibrahim kepada para ulama di Al-Ahsa'
dan Kawasan Timur yang isinya adalah permohonan agar memberikan
bantuan kepada Jamaah Tabligh tertanggal 19/5/1373H yaitu 9 tahun
sebelumnya.)
Fatwa terakhir Syaikh Bin Baz yang dikeluarkan pada tahun 1416 H
Ada yang bertanya kepada Syaikh sebagai berikut:
Wahai
Syaikh yang Mulia, kami sering mendengar tentang Jamaah Tabligh
dan dakwah yang mereka sebarkan, Bolehkah saya ikut berkecimpung
dalam Jamaah ini ? Saya mohon nasehat dan pengarahan dari Anda
semoga Allah membalas Anda dengan Pahala yang besar
Jawab :
Setiap
Orang yang menyeru kepada Agama Allah maka ia adalah Muballigh.
(Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat). Akan tetapi Jamaah
Tabligh dari India yang sudah dikenal ini, terdapat khurafat, bidah
dan perbuatan syirik pada mereka. Maka tidak boleh khuruj bersama
mereka kecuali seseorang yang memiliki ilmu dengan maksud untuk
mengingkari (kemungkaran-kemungkaran mereka) dan memberikan
pelajaran kepada mereka. Akan tetapi apabila hanya sekedar khuruj
mengikuti mereka maka hal itu tidak boleh , disebabkan khurafat,
kesalahan dan minimnya ilmu yang ada pada mereka. Apabila yang
khuruj bersama mereka adalah orang alim dan berilmu dalam rangka
berdakwah kepada jalan Allah dan memberikan pengarahan dan
bimbingan kepada kebaikan serta mengajari mereka sehingga meninggalkan
cara mereka yang bahil dan berpegang kepada manhaj ahlu sunnah Wal
Jamaah, maka hal itu dibolehkan.(dicuplik dari kaset Ta'qib
Samahatusy-Syaikh Abdul-Aziz bin Baz 'Alaa An-Nadwah)
(Sedangkan
surat-surat Syaikh Bin Baz yang berisi rekomendasi bagi Jamaah
Tabligh dikelurkan pada tahun 1407 H yaitu 9 tahun sebelumnya).
Khurujnya Jama'ah Tabligh
Syaikh
al-Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam FATAWA
AL-IMARATIAH (hal-30) ditanya tentang Jama'ah Tabligh, beliau
memberikan jawaban berikut ini:
Dakwah Jama'ah Tabligh adalah dakwah Sufi masa kini yang tidak berpijak pada kitab Allah dan sunnah Rosul-Nya.
Khuruj
(keluar untuk berdakwah) yang mereka lakukan dan mereka tentukan
selama 3 hari atau 40 hari tidak pernah menjadi amalan generasi
Salaf, dan bahkan tidak pernah pula menjadi amalan generasi Khalaf
(kaum mataakhirin). Yang mengherankan, mereka keluar untuk tabligh
(menyampaikan dakwah), padahal mereka sendiri mengakui bahwa mereka
bukanlah ahlinya untuk tabligh.
Tabligh
(menyampaikan dakwah) sepantasnya hanyalah dikerjakan oleh
orang-orang yang berilmu, seperti halnya pernah dilakukan oleh
Rosulullah ketika mengutus delegasinya yang terdiri dari para
shahabat yang alim untuk mengajarkan Islam kepada ummat. Misalnya
beliau mengutus Ali bin Abi Tholib seorang diri, mengutus Mu'adz
bin Jabal seorang diri (untuk menyampaikan dakwah kepada ummat) dan
tidak pernah mengutus serombongan shahabat lain untuk menyertai
individu-individu utusan Rosul tersebut. Sekalipun mereka adalah
juga shahabat-shahabat Rosul, namun ilmunya tidak dapat menyamai
individu-individu para shahabat yang diutus beliau.
Karena
itulah, kami menasehati agar mereka (orang-orang Jama'ah Tabligh)
mau belajar dan memperdalam pemahaman mereka tentang agama.
Kemudian, dalam kepergiannya ke negeri kafir untuk berdakwah,
sesungguhnya mereka menghadapi fitnah yang jelas sekali, padahal
tidak mereka memahami bahasa orang-orang kafir tersebut. Di sisi
lain , tidak jarang mereka berdalil dengan perkataan : Lihatlah
para sahabat,......mereka ada yang Mekah dan ada pula yang berasal dari
Madinah, namun kuburan-kuburan mereka ada yang di negeri Bukhara
dan ada yang di negeri Samarkand. (Jika demikian dalil mereka),
maka jawabannya adalah betapa inginnya kita seandainya bisa keluar
(khuruj) sebagaimana para shahabat dulu telah keluar (khuruj).
Mereka keluar untuk berjihad dalam peperangan. Artinya, analogi
(pengkiasan) orang-orang Jema'ah Tabligh diatas adalah analogi yang
tidak pada tempatnya. Kita tidak mengingkari amar ma'ruf nahi
mungkar, tetapi kita mengingkari tanzhim (pengorganisasian dakwah)
yang bernama Jama'ah Tabligh ini.
Sesungguhnya
ada salah seorang tokoh Jama'ah Tabligh menyusun sebuah risalah.
Ketika sampai pada penjelasan kalimat Laa ilaha illa LLah, ia
menafsirkannya dengan penafsiran Tidak ada yang disembah kecuali
Allah... Bagaimana mungkin tidak ada yang disembah selain Allah,
padahal berhala-berhala yang disembah (selain Allah) jumlahnya
banyak sekali. Para ulama menafsirkan kalimat tersebut dengan
:Tidak ada yang disembah dengan benar selain Allah. Kalau yang disembah
secara tidak benar, (maka jumlahnya banyak ). Lata disembah, Uzza
disembah, Manat disembah, Api disembah dan seterusnya...
Written by Abu Ihsan Al Atsary
Written by Abu Ihsan Al Atsary
Posting Komentar Blogger Facebook