Di bawah ini dibawakan beberapa hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wassalam, diantaranya yang diriwayatkan oleh
Imam Tirmidzi dan Abu Dawud.
“Dari sahabat Abdullah bin Umar berkata :
“Aku mempunyai seorang istri serta aku mencintainya dan Umar tidak suka
kepada istriku. Kata Umar kepadaku, ‘Ceraikanlah istrimu’, lalu aku
tidak mau, maka Umar datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan menceritakannya, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata kepadaku, ‘Ceraikan istrimu’” [Hadits Riwayat Abu Dawud 5138,
Tirmidzi 1189, dan Ibnu Majah 2088]
Hadits kedua diriwayatkan oleh Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu.
“Dari Abu Darda Radhiyallahu ‘anhu
berkata bahwa ada seseorang datang kepadanya berkata, “Sesunggguhnya
aku mempunyai seorang istri dan ibuku menyuruhku untuk menceraikannya.
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Orang
tua itu ialah sebaik-baik pintu surga, seandainya kamu mau maka
jagalah pintu itu jangan engkau sia-siakan maka engkau jaga” [Hadits
ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan
Shahih].
Hadist ini dijadikan dalil oleh
sebagian ulama bahwa seandainya orang tua kita menyuruh untuk
menceraikan istri kita, wajib ditaati. [Nailul Authar 7/4]
Ini terjadi bukan hanya pada zaman
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tetapi juga pada zaman
Nabi Ibrahim ‘Alaihis Shalatu wa sallam. Ketika Ibrahim ‘Alaihi Shalatu
wa sallam berkunjung ke rumah anaknya -Ismail ‘Alaihi salam- dan
anaknya saat itu tidak ada di tempat, kemudian Ibrahim berkata kepada
istri Ismail ‘Alaihi Salam, “Sampaikan pada suamimu hendaklah dia
mengganti palang pintu ini” . Ketika Ismail datang, istrinya mengatakan
bahwa ada orang tua yang datang menyuruh ganti palang pintu. Ismail
kemudian mengatakan bahwa orang tua yang datang itu ialah ayah yang
menyuruh menceraikan istrinya. [Hadits Riwayat Bukhari no. 3364 (Fathul
Baari 6/396-398)]
Sebagian ulama yang lain mengatakan jika
orang tua kita menyuruh menceraikan istri tidak harus diataati.
[Masaail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 96-97]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika
ditanya tentang seseorang yang sudah mempunyai istri dan anak kemudian
ibunya tidak suka kepada istri dan mengisyaratkan agar menceraikannya,
Syaikhul Islam berkata, “Tidak boleh dia mentalaq istrinya karena
mengikuti perintah ibunya. Menceraikan istri tidak termasuk berbakti
kepada Ibu” [Majmu’ Fatawa 33/112]
Ada orang berta kepada Imam Ahmad,
“Apakah boleh menceraikan istri karena kedua orang tua menyuruh untuk
menceraikannya ?” Dikatakan oleh Imam Ahmad, “Jangan kamu talaq”. Orang
tersebut bertanya lagi, “Tetapi bukankah Umar pernah menyuruh sang
anak menceraikan istrinya ?” Kata Imam Ahmad, “Boleh kamu taati orang
tua, jika bapakmu sama dengan Umar, karena Umar memutuskan sesuatu
tidak dengan hawa nafsunya” [Masail min Fiqil Kitab wa Sunnah hal. 27]
Permasalahan mentaati perintah orang
tua ketika diminta untuk menceraikan istri, sudah berlangsung sejak
lama. Oleh karena itu para imam (aimmah) sudah menjelaskan penyelesaian
dari permasalahan tersebut. Pada zaman Imam Ahmad (abad kedua) dan
zaman Syaikhul Islam (abad ketujuh) permasalahan ini sudah terjadi dan
sudah dijelaskan bahwa tidak boleh taat kepada kedua orang tua untuk
menceraikan istri karena hawa nafsu. Kecuali jika istri tidak taat
kepada suami, bertindak zhalim, berbuat kefasikan, tidak mengurus
anaknya, berjalan dengan laki-laki lain, tidak memakai jilbab
(tabaruj/memperlihatkan aurat), jarang shalat dan suami sudah menasehati
dan mengingatkan tetapi istri tetap nusyuz (durhaka), maka perintah
untuk menceraikan istri wajib ditaati. Wallahu ‘Alam.
[Disalin dari Kitab Birrul Walidain,
edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin
Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]