0 Comment


Menurut etimologi (secara asal-usul kata), tetangga adalah siapa saja yang rumahnya dekat dengan kita.

Imam Syafi’i menyatakan bahwa tetangga adalah siapa saja yang badannya dekat dengan lainnya.

Menurut terminologi, definisinya tak jauh beda dengan pengertian bahasa, yaitu tetangga adalah siapa saja yang rumahnya berdampingan dan dekat dengan kita.

Namun ada perbedaan batasan tetangga yang disebutkan oleh para ulama madzhab.

Ulama Syafi’iyah dan Hambali berpendapat bahwa yang menjadi tetangga adalah 40 rumah dari segala arah (depan, belakang, kanan dan kiri). Mereka berdalil dengan hadits, “Hak tetangga adalah 40 rumah seperti ini dan seperti itu.” Namun hadits ini dha’if.

Ulama Malikiyah berpendapat bahwa disebut tetangga jika berdempatan dilihat dari berbagai penjuru atau antar rumah itu hanya dipisah jalan sempit, bukan dipisah pasar besar atau sungai lebar yang melintang. Begitu pula disebut tetangga kalau dikumpulkan oleh satu masjid atau berada di antara dua masjid yang berdekatan. Bisa jadi pula disebut tetangga dengan patokan ‘urf (anggapan masyarakat) walau tidak memakai batasan tadi.

Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa disebut tetangga jika berdampingan atau menempel. Sedangkan ulama Hanafiyah lainnya yaitu Abu Yusuf dan Muhammad berpendapat bahwa tetangga itu yang berdampingan dan yang disatukan oleh masjid. Definisi terakhir ini adalah definisi syar’i dan definisi menurut penilaian masyarakat (‘urf). (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 16: 216-217)

Ringkasnya, tetangga adalah siapa saja yang berdampingan dan dekat dengan rumah kita. Mereka ini berhak dapat hak hidup bertetangga. Di antara haknya adalah tidak mengganggu mereka.

Dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ada seseorang bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Wahai Rasulullah, si fulanah sering melaksanakan shalat di tengah malam dan berpuasa sunnah di siang hari. Dia juga berbuat baik dan bersedekah, tetapi lidahnya sering mengganggu tetangganya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

“Tidak ada kebaikan di dalam dirinya dan dia adalah penduduk neraka.”

Para sahabat lalu berkata,

“Terdapat wanita lain. Dia (hanya) melakukan shalat fardhu dan bersedekah dengan gandum, namun ia tidak mengganggu tetangganya.”

Beliau bersabda,

“Dia adalah dari penduduk surga.” (Ash Shahihah 190)

Sangat beruntung jika kita memiliki tetangga yang baik. Dari Nafi’ ibnu ’Abdil Harits berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Di antara kesenangan bagi seorang muslim adalah tempat tinggal yang luas, tetangga yang shalih dan kendaraan yang tenang.” (Ash Shahihah 282)

Moga manfaat.

https://rumaysho.com

Posting Komentar Blogger

 
Top