Sering
kali, penyanyi bus kota mengatakan kepada para penumpang, sebelum
mereka meminta imbalan atas nyanyian yang mereka dendangkan, “Ikhlas dari Anda, halal buat kami.” Benarkah jika para penumpang memberi imbalan kepada mereka karena nyanyian mereka, maka harta tersebut menjadi halal untuk mereka?
Betapa banyak hati yang rusak karena lagu-lagu. Betapa banyak uang
yang terbuang percuma untuk sekadar menikmati nyanyian. Betapa banyak
waktu yang terbuang untuk bernyanyi. Betapa banyak institusi yang disibukkan hanya untuk urusan nyanyian.
Betapa banyak anak muda yang bingung karena terbuai mimpi-mimpi dunia
hiburan, padahal mereka selayaknya menjadi pelaku pokok pembangunan
masyarakat dan saka guru peradaban, tidak hanya semata-mata duduk di
pinggir jalan dengan khayalan berjumpa dengan artis sambil berharap artis tersebut mau menolehkan wajah kepadanya, memberi kecupan, ataupun sekadar memberi senyuman.
Jawaban atas hal tersebut bisa Anda jumpai dalam tulisan berikut ini.
Pertanyaan, “Apakah penghasilan penyanyi itu haram meski mereka menyedekahkan sebagian uang penghasilan mereka ke yayasan sosial, rumah sakit, dan orang-orang miskin?”
Jawaban,
“Menjadi sebuah keniscayaan bahwa nyanyian yang tersebar atas nama seni
di zaman ini adalah sebuah kemungkaran yang besar, perbuatan keji, dan
merupakan suatu hal yang memalukan serta berbuah keburukan yang
bertebaran di mana-mana.
Orang yang masih memiliki fitrah yang sehat tentu akan mengakui betapa berbahayanya lagu dan nyanyian. Sisi haram yang ada pada lagu-lagu di zaman ini tidak hanya berkaitan dengan permasalahan penggunaan alat musik namun merembet
pada penyanyi yang pasti buka-buka aurat, tidak lagi memiliki rasa malu
dalam berpakaian, berpenampilan, dan bertingkah laku, serta perilaku
penyanyi–yang intinya–membangkitkan birahi laki-laki normal dan ujungnya
adalah jatuhnya nilai manusia yang mulia berubah menjadi barang dagangan penebar syahwat yang isi hidupnya hanya berkutat dalam masalah cinta.
Setelah menyimak realita dan dampak buruk di atas, kami tidak mengetahui alasan sehingga bisa-bisanya penghasilan penyanyi itu menjadi penghasilan yang halal.
Jika uang yang didapatkan penyanyi tidak haram, lantas seperti apa yang
namanya penghasilan yang haram? Lantas, kapankah sebuah pekerjaan
dinilai sebagai pekerjaan yang terlarang?
Pendapatan yang haram
adalah pendapatan yang didapatkan oleh seseorang melalui cara-cara yang
tidak dibenarkan oleh syariat, baik dengan cara menzalimi harta orang
lain–dengan kata lain, mengambil harta orang lain tanpa kerelaan
mereka–ataupun dengan cara melanggar hukum syariat dengan menerjang
larangan Allah. Siapa saja yang
menjadikan perbuatan haram sebagai jalan untuk mendapakan penghasilan
maka uang penghasilannya adalah harta yang haram, dengan berdasarkan kesepakatan ulama.
Dr. Abbas Al-Baz
mengatakan, ‘Manusia tidaklah diperkenankan untuk memiliki harta atau
membelanjakannya, kecuali jika diizinkan oleh syariat. Segala perbuatan
yang tidak diizinkan oleh syariat itu tidak boleh diizinkan pula oleh
manusia, karena aturan syariatlah yang harus di-‘nomor-satu’-kan. Izin
yang diberikan oleh seorang pemilik harta haruslah selaras dengan aturan
syariat. Jika izin yang diberikan oleh pemilik harta itu tidak sejalan
dengan aturan syariat maka izin yang diberikan manusia itu batal dan
yang berlaku adalah aturan syariat, karena syariat adalah landasan
adanya hak kepemilikan dan kewenangan untuk membelanjakan harta.
Oleh karena itu,
semua harta yang didapatkan dengan cara terlarang yang tidak diizinkan
oleh syariat adalah harta yang haram. Haram bagi seorang muslim untuk
memilikinya atau berupaya mendapatkannya dengan melakukan hal terlarang
tersebut.’ (Diringkas dari buku berjudul Ahkam Al-Mal Al-Haram, hlm. 48)
Dalil pernyataan di atas adalah hadits berikut ini:
عن
أبي مسعود الأنصاري رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه
وسلم نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ ، وَمَهْرِ الْبَغِىِّ ، وَحُلْوَانِ
الْكَاهِنِ
رواه البخاري 2282 ومسلم 1567
Dari Abu
Mas’ud Al Anshari, bahwa sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang hasil penjualan anjing, upah pelacur, dan upah yang
didapatkan oleh dukun. (HR. Bukhari dan Muslim)
Perhatikanlah betapa dalam hadits di atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengharamkan
harta yang didapatkan dari dua sumber: pertama, dari jual beli barang
yang diharamkan; kedua, penghasilan yang didapatkan melalui cara yang
tidak diperbolehkan oleh syariat, semisal melacur dan perdukunan. Uang
yang didapatkan karena menyanyi dan memainkan alat musik dianalogikan
dengan uang hasil melacur dan perdukunan. Simak penjelasan lebih lanjut
di buku Ahkam Al-Mal Al-Haram, hlm. 67.
Para ulama dari berbagai mazhab bersepakat secara bulat untuk mengharamkan uang yang didapatkan oleh penyanyi.
An-Nawawi Asy-Syafi’i mengatakan, ‘Mereka, para ulama, bersepakat atas haramnya uang upah yang didapatkan oleh penyanyi karena telah menyanyi.’ (Syarh Muslim, 10:231)
Ibnu Abidin Al-Hanafi mengatakan, ‘Di antara bentuk uang haram adalah penghasilan para pemain musik. Di antaranya, sebagaimana dalam kitab Al-Mujtaba, adalah uang penghasilan penyanyi karena melantunkan nyanyian.’ (Radd Al-Mukhtar ‘ala Ad-Dur Al-Mukhtar, 6:424)
Adapun amalan bersedekah kepada fakir miskin yang dilakukan oleh para artis dan penyanyi, demikian pula berbagai kegiatan sosial yang mereka lakukan, tidaklah menyebabkan penghasilan mereka–yang pada asalnya adalah haram–berubah menjadi halal, atau perbuatan mereka yang buruk berubah menjadi baik. Penghasilan mereka itu tetaplah haram meski sebagiannya mereka sedekahkan. Sebagaimana pula, perbuatan mereka itu (yaitu menyanyi, ed.) merupakan perbuatan yang tercela meski mereka rajin shalat, puasa, bersedekah, dan berhaji berkali-kali. Ini semua tidaklah menyebabkan perbuatan mereka menjadi boleh dan mengubah penghasilan mereka menjadi halal. Yang benar adalah sebagaimana yang Allah firmankan,
(فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ * وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (الزلزلة/7-8
(Yang artinya) ‘Barang
siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun maka niscaya dia
akan melihat (balasan)nya, dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan
sebesar dzarrah pun maka niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.‘ (QS. Az-Zalzalah:7–8)
Bahkan, lebih gawat lagi, Allah tidaklah menerima harta haram yang disedekahkan di jalan Allah.
عن
أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( مَنْ
تَصَدَّقَ بِعَدْلِ تَمْرَةٍ مِنْ كَسْبٍ طَيِّبٍ، وَلاَ يَصْعَدُ إِلَى
اللَّهِ إِلَّا الطَّيِّبُ، فَإِنَّ اللَّهَ يَتَقَبَّلُهَا بِيَمِينِهِ،
ثُمَّ يُرَبِّيهَا لِصَاحِبِهِ، كَمَا يُرَبِّي أَحَدُكُمْ فُلُوَّهُ،
حَتَّى تَكُونَ مِثْلَ الجَبَلِ ) . رواه البخاري 7430 ومسلم 1014)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Barang
siapa yang bersedekah senilai satu butir kurma dari penghasilan yang
halal–dan tidak ada yang naik dilaporkan kepada Allah kecuali
penghasilan yang halal–maka Allah akan menerima dengan tangan kanan-Nya
lalu merawatnya untuk kalian, sebagaimana kalian merawat anak kudanya.
Akhirnya, pahala sedekah tersebut menjadi semisal gunung.‘
وفي لفظ للبخاري (1410) : وَلاَ يَقْبَلُ اللَّهُ إِلَّا الطَّيِّبَ
Dalam redaksi Bukhari, ‘Allah itu tidaklah menerima kecuali sedekah yang berasal dari sumber yang halal.‘
Betapa indahnya perkataan penyair arab yang mengatakan,
“Kudengar engkau bangun masjid dengan harta yang haram.
Alhamdulillah, engkau bukanlah orang yang tepat bertindak.
Bagaikan orang yang memberi makan kepada orang-orang zuhud dari hasil melacur.
Celaka engkau! Janganlah berzina dan janganlah bersedekah!”
“Kudengar engkau bangun masjid dengan harta yang haram.
Alhamdulillah, engkau bukanlah orang yang tepat bertindak.
Bagaikan orang yang memberi makan kepada orang-orang zuhud dari hasil melacur.
Celaka engkau! Janganlah berzina dan janganlah bersedekah!”
Mereka, para
penyanyi, sepatutnya dinasihati supaya bertobat serta memperbaiki
penampilan dan ucapan mereka. Itu yang lebih penting daripada nasihat
agar mereka berinfak dengan penghasilan mereka.”
Diterjemahkan dari http://islamqa.com/ar/ref/161312
Artikel www.PengusahaMuslim.com
Posting Komentar Blogger Facebook