Di zaman Imam Abu Hanifah rahimahullah
terdapat sekelompok kaum Sumaniyah yang atheis. Mereka mengingkari
keberadaan Allah dan menyatakan alam tercipta secara kebetulan. Langit,
bumi, gunung dan lautan menurut mereka juga ada secara kebetulan.
Suatu hari mereka berdebat dengan Abu
Hanifah soal keyakinan ini. Karena perdebatan berlangsung lama dan tak
kunjung selesai, Abu Hanifah minta debat ditunda beberapa hari. Mereka
pun menentukan hari dan waktu debat berikutnya.
Tiba jam yang disepakati, Abu Hanifah
belum tiba di lokasi. “Mana Abu Hanifah? Ia terlambat, tak menepati
janji?” kata orang-orang Sumaniyah kepada kaum muslimin yang hendak
menyaksikan perdebatan itu.
“Mengapa kamu terlambat? Kemarin kamu
mengatakan Allah itu ada dan memperhitungkan semua amalmu, mana bukti
semua kata-katamu?” seorang tokoh Sumaniyah segera mencerca dengan
serentetan pertanyaan begitu Abu Hanifah datang.
“Wahai semuanya,” jawab Abu Hanifah yang
ternyata sengaja datang terlambat, “Jangan terburu-buru menilaiku. Saat
aku hendak menyeberangi sungai, aku tidak mendapatkan perahu. Tak ada
satu pun perahu di sana.”
“Lalu bagaimana kau bisa kemari?”
“Ada sesuatu yang aneh terjadi”
“Aneh? Apa itu?”
“Aku berdiri di tepi sungai. Menoleh ke
kanan dan ke kiri mencari-cari barangkali ada perahu, sambil berharap
semoga Allah memudahkanku datang kemari. Tiba-tiba, secara kebetulan ada
angin berhembus kencang. Lalu ada petir besar menyambar. Jika ia
menyambar rumah, mungkin rumah itu akan roboh. Tapi secara kebetulan
petir itu menyambar sebuah pohon besar, lalu pohon tersebut terbelah
menjadi dua. Secara kebetulan, robohnya ke sungai. Lalu secara kebetulan
datanglah potongan besi dan ada dahan yang masuk ke sana membentuk
kapak. Secara kebetulan kapak itu bergerak-gerak menghantam potongan
pohon tersebut dan jadilah sebuah perahu. Tak berhenti di situ, ada dua
ranting yang jatuh ke sungai dan menempel di sisi kanan dan sisi perahu,
setelah itu perahu tersebut mendekat padaku dan aku naik. Begitu aku di
atasnya, perahu itu mendayung sendiri dengan cepat hingga aku bisa tiba
di sini. Nah, begitu ceritanya. Sekarang, mari kita lanjutkan diskusi
kita, apakah alam semesta ini tercipta secara kebetulan atau tidak?”
“Tunggu sebentar! Kau ini waras atau tidak?” tanya mereka yang masih terheran-heran dengan cerita Abu Hanifah.
“Waras”
“Tapi ceritamu itu tidak masuk akal.
Bagaimana mungkin sebuah perahu bisa tercipta dari petir yang menyambar
secara kebetulan lalu terpotong secara kebetulan dari pohon dan ranting
jatuh menempel di sisi kanan dan kiri perahu. Tidak mungkin. Untuk
membuat perahu dibutuhkan orang yang mengerjakannya, memotong kayunya,
memasang tali, membuat sampan dan seterusnya.”
“Subhanallah,” jawab Abu Hanifah,
“Kalian mengatakan bahwa langit, bumi, gunung, laut, manusia, hewan,
matahari, bulan dan bintang semuanya da secara kebetulan; tapi mengapa
kalian tak percaya bahwa ada satu perahu yang tercipta secara
kebetulan?” jawaban itu membuat orang-orang atheis Sumaniyah terbungkam.
Mereka tak berkutik.
[Muchlisin BK/Bersamadakwah]
[Muchlisin BK/Bersamadakwah]
*Disarikan dari Rihlatu Hayah karya DR Muhammad Al Arifi
viagra
BalasHapusviagra asli
jual viagra
toko viagra
viagra usa
viagra original
obat viagra
viagra pfizer
obat kuat viagra
obat kuat viagra asli
obat viagra asli
agen viagra
agen viagra asli
apotik viagra
apotik viagra asli
toko viagra asli
jual viagra asli
jual pil biru
toko pil biru
jual obat kuat
toko obat kuat
viagra asli pfizer
viagra asli usa
viagra asli original
obat viagra jakarta
viagra cod jakarta
viagra jakarta
viagra asli jakarta
obat kuat jakarta
obat kuat asli jakarta
pil biru jakarta
pil biru asli jakarta
jual viagra jakarta
toko viagra jakarta
agen viagra jakarta
apotik viagra jakarta
toko obat kuat jakarta
toko obat kuat di jakarta
harga viagra
harga viagra asli
beli viagra
pil biru asli
penjual viagra
viagra original usa
titan gel asli
titan gel
jual titan gel
toko titan gel
jual cialis
toko cialis
cialis asli
cialis jakarta
cialis asli jakarta