0 Comment
Ibnul Jauzi dan Ibnu Qoyyim Al Jauziyah adalah dua orang yang berbeda dan hidup dalam kurun waktu yang berbeda. Berikut adalah Biografi dari keduanya
1.   IBNUL JAUZI 
Nama lengkap beliau adalah ‘Abdurrahman bin Abil Hasan ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ubaidillah al-Qurasyi. Kakeknya terkenal dengan sebutan Ibnul Jauzi (anak kelapa), karena kelapa yang ia miliki di Wasith, di mana di sana sama sekali tidak ada kelapa selain milik beliau.
Beliau lahir pada tahun 510 H. Ayahnya meninggal ketika beliau berumur tiga tahun, lalu beliau diasuh oleh bibinya (dari pihak ayah). Ketika beliau mulai tumbuh, bibinya membawa beliau kepada al-Hafizh Ibnu Nashir, lalu beliau belajar kepadanya dan menghasilkan ilmu dalam memberikan wejangan yang tidak dihasilkan oleh seorang pun selainnya, bahkan diceritakan bahwa sebagian majelisnya dihadiri oleh lebih dari 100.000 orang.
Ibnul Jauzi menulis buku 2.000 jilid dengan tulisan tangan beliau, 100.000 orang telah bertaubat dengan perantaraannya dan 20.000 orang masuk Islam dengan perantaraannya pula.
Ibnul Jauzi rahimahullah memiliki perawakan yang LEMBUT, tabiat yang MANIS, suara yangMERDU dan gerakan yang TERATUR, beliau tidak pernah menyia-nyiakan waktu sedikit pun, sehingga beliau dapat menulis empat buku tulis setiap hari.
Beliau memiliki peran dalam semua bidang ilmu, beliau adalah seorang yang sangat menonjol dalam bidang tafsir, memiliki gelar al-Hafizh dalam bidang hadits, termasuk ulama yang sangat luas dalam bidang sejarah, bahkan beliau memiliki satu buku dalam bidangKEDOKTERAN yang diberi nama “Kitab al-Luqath”.
Beliau wafat pada tahun 597 H, mendekati 90 tahun dari usianya dan dimakamkan di pemakaman Bab Harb. Semoga Allah Ta’ala merahmatinya, amin.
IBNUL JAUZI DAN SHIFAATUSH SHAFWAH
Salah seorang murid Ibnul Jauzi berkata kepada beliau, “Ketika aku membaca kitab Hilyatul Auliaa’ karya Abu Nu’aim al-Asbahani, aku sangat kagum akan cerita orang-orang shalih yang ada di dalamnya, dan aku melihat obat bagi penyakit jiwa yang ada di dalamnya, hanya saja aku sangat menyayangkan akan pengungkapan beliau terhadap beberapa hadits yang tidak layak dan pengungkapan beliau akan perkataan beberapa orang yang sedikit manfaatnya.
Sang murid memohon kepada Ibnul Jauzi agar meringkas buku tersebut dan mensarikan kebaikan-kebaikan yang ada di dalamnya, lalu Ibnul Jauzi menanggapi permintaan tersebut dengan berkata:
“Aku sangat kagum akan kebenaran penelitianmu, hanya saja engkau belum membuka semua tirai yang ada di dalamnya, dan aku akan membukanya sekarang. Maka aku katakan, ketahuilah sesungguhnya kitab al-Hilyah banyak mencakup hadits dan hikayat dalam jumlah yang bisa dikatakan bagus, hanya saja buku tersebut telah terkotori dengan beberapa hal, ada sepuluh masalah yang telah mengotorinya.”
Lalu beliau menuturkan sepuluh hal tersebut dengan terperinci, di antaranya adalah biografi yang campur aduk antara satu dengan yang lainnya, beliau (Abu Nu’aim) mencampur adukkan biografi para ulama dengan perkataan mereka di dalam buku-buku mereka, di mana biografi Mujahid dipenuhi dengan tafsir beliau, biografi ‘Ikrimah dipenuhi dengan tafsirnya, dan biografi Ka’ab bin al-Ahbar dipenuhi dengan kilasan tentang Taurat, beliau pun banyak mengungkapkan hadits marfu’ yang hanya diriwayatkan oleh satu orang.” Ibnul Jauzi mengisyaratkan bahwasanya Abu Nu’aim banyak mengungkapkan hadits-hadits bathil yang palsu dengan tujuan memperbanyak hadits dan agar riwayat-riwayat beliau laku.
Di antara aib Hilyatul Auliaa’ yang diungkapkan oleh Ibnul Jauzi adalah sajak yang hampa ketika beliau mengungkapkan sebuah biografi yang hampir saja mengandung makna yang tidak benar, terutama ketika beliau mengungkapkan definisi Tashawwuf sebagaimana beliau juga menghubungkan Tashawwuf dengan para tokoh seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, al-Hasan, Syuraih, Sufyan, Syu’bah, Malik dan asy-Syafi’i, padahal mereka sama sekali tidak memiliki cerita yang berhubungan dengan Tashawwuf.
Jika ada seseorang yang berkata, “Yang dimaksud dengan Tashawwuf adalah zuhud dan mereka ini adalah orang-orang yang zuhud.” Maka, sesungguhnya Tashawwuf adalah sebuah aliran yang terkenal dan tidak hanya terkenal dengan sikap zuhudnya, akan tetapi Tashawwuf adalah sebuah aliran yang memiliki ciri khas dan akhlak yang diketahui oleh para pemimpin mereka, Tashawwuf adalah sebuah aliran yang berdasarkan atas asas kemalasan, (yang) seandainya seseorang menempuh jalan Tashawwuf pada pagi hari, maka dia tidak akan datang pada waktu Zhuhur kecuali dalam keadaan pandir.
Di antara aib Hilyatul Auliyaa’ yang diungkapkan oleh Ibnul Jauzi bahwa sesungguhnya beliau meriwayatkan perkataan beberapa orang yang tidak benar dalam perkataannya dan tidak ada manfaatnya, sebagaimana beliau mengungkapkan hal-hal yang berhubungan dengan Tashawwuf yang tidak layak untuk diungkapkan.
Ibnul Jauzi mengomentari kitab Hilyatul Auliyaa’ dengan ungkapannya bahwasanya beliau (Abu Nu’aim) telah mencampur adukkan dalam mengurutkan para tokoh, beliau mendahulukan orang-orang yang seharusnya diakhirkan dan mengakhirkan orang-orang yang seharusnya didahulukan, beliau tidak mengurutkan para Sahabat sesuai dengan keutamaan mereka, atau sesuai dengan urutan tanggal lahir mereka, beliau pun tidak mengumpulkan sebuah kaum dengan negeri yang sama dalam satu kelompok, walaupun terkadang beliau melakukannya dalam satu kesempatan, lalu kembali mencampur adukkan dalam kesempatan yang lain, terutama di akhir kitab, maka hampir saja seseorang tidak dapat menemukan tokoh yang ia cari dalam buku tersebut.
Ibnul Jauzi berkata:
Ada tiga hal yang luput dari Abu Nu’aim di dalam kitabnya Hilyatul Auliyaa’, yaitu:
Pertama, beliau tidak menyebutkan tokoh utama dalam hal zuhud, pemimpin untuk semua dan teladan bagi yang ada setelahnya, dia adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliaulah yang jalannya harus selalu diikuti dan diteladani keadaannya.
Kedua, beliau tidak menyebutkan banyak tokoh yang terkenal dalam ibadah dan perjuangan.
Ketiga, hanya sedikit beliau mengungkapkan tokoh wanita di dalam ibadah.
Karena sebab-sebab di atas, Ibnul Jauzi menulis sebuah kitab yang lebih memuaskan daripada kitab Hilyatul Auliyaa’, di dalam bukunya itu beliau menceritakan orang-orang yang shalih dan keadaan mereka, bahkan beliau menambahkan cerita orang-orang yang tidak diungkapkan oleh Abu Nu’aim dan sekelompok orang yang lahir setelah beliau wafat, kitab itu adalah SHIFAATUSH SHAFWAH, Ibnul Jauzi di dalam kitab tersebut menuturkan kebaikan para kaum sesuai dengan nama kitabnya itu sendiri, SHIFAATUSH SHAFWAH (Sifat-sifat Orang-orang Pilihan), orang-orang yang diungkapkan di dalam buku tersebut kira-kira mencapai seribu orang, di antaranya adalah dua ratus wanita.
2.  IBNU QOYYIM AL JAUZIYAH 
NAMA DAN NASAB BELIAU
Nama lengkapnya adalah Abu ‘Abdullah Syamsuddin Muhammad Abu Bakr bin Ayyub bin Sa’d bin Huraiz bin Makk Zainuddin az-Zur’i ad-Dimasyqi dan dikenal dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Dia dilahirkan pada tanggal 7 Shafar tahun 691 H. Dia tumbuh dewasa dalam suasana ilmiah yang kondusif. Ayahnya adalah kepala sekolah al-Jauziyah di Dimasyq (Damaskus) selama beberapa tahun. Karena itulah, sang ayah digelari Qayyim al-Jauziyah. Sebab itu pula sang anak dikenal di kalangan ulama dengan nama Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
PERJUANGAN DALAM MENUNTUT ILMU
Dia memiliki keinginan yang sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Tekad luar biasa dalam mengkaji dan menelaah sejak masih muda belia. Dia memulai perjalanan ilmiahnya pada usia tujuh tahun. Allah mengkaruniainya bakat melimpah yang ditopang dengan daya akal luas, pikiran cemerlang, daya hapal mengagumkan, dan energi yang luar biasa. Karena itu, tidak mengherankan jika dia ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai lingkaran ilmiah para guru (syaikh) dengan semangat keras dan jiwa energis untuk menyembuhkan rasa haus dan memuaskan obsesinya terhadap ilmu pengetahuan. Sebab itu, dia menimba ilmu dari setiap ulama spesialis sehingga dia menjadi ahli dalam ilmu-ilmu Islam dan mempunyai andil besar dalam berbagai disiplin ilmu.
GURU-GURUNYA
Ibnu Qayyim telah berguru pada sejumlah ulama terkenal. Mereka inilah yang memiliki pengaruh dalam pembentukan pemikiran dan kematangan ilmiahnya. Inilah nama guru-guru Ibnu Qayyim.
1. Ayahnya Abu Bakr bin Ayyub (Qayyim al-Jauziyah) di mana Ibnu Qayyim mempelajari ilmu faraid. Ayahnya memiliki ilmu mendalam tentang faraid.
2. Imam al-Harran, Ismail bin Muhammad al-Farra’, guru mazhab Hanbali di Dimasyq. Ibnu Qayyim belajar padanya ilmu faraid sebagai kelanjutan dari apa yang diperoleh dari ayahnya dan ilmu fikih.
3. Syarafuddin bin Taimiyyah, saudara Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah. Dia menguasai berbagai disiplin ilmu.
4. Badruddin bin Jama’ah. Dia seorang imam masyhur yang bermazhab Syafi’i, memiliki beberapa karangan
5. Ibnu Muflih, seorang imam masyhur yang bermazhab Hanbali. Ibnu Qayyim berkata tentang dia, “Tak seorang pun di bawah kolong langit ini yang mengetahui mazhab imam Ahmad selain Ibnu Muflih.”
6. Imam al-Mazi, seorang imam yang bermazhab Syafi’i. Di samping itu, dia termasuk imam ahli hadits dan penghafal hadits generasi terakhir.
7. Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah Ahmad bin al-Halim bin Abdussalam an-Numairi. Dia memiliki pengaruh sangat besar dalam kematangan ilmu Ibnu Qayyim. Ibnu Qayyim menyertainya selama tujuh belas tahun, sejak dia menginjakkan kakinya di Dimasyq hingga wafat. Ibnu Qayyim mengikuti dan membela pendapat Ibnu Taimiyyah dalam beberapa masalah. Hal inilah yang menyebabkan timbulnya penyiksaan yang menyakitkan dari orang-orang fanatik dan taklid kepada keduanya, sampai-sampai dia dan Ibnu Taimiyyah dijebloskan ke dalam penjara dan tidak dibebaskan kecuali setelah kematian Ibnu Taimiyyah.


DISIPLIN ILMUNYA
Disiplin ilmu yang didalami dan dikuasainya hampir meliputi semua ilmu syariat dan ilmu alat. Ibnu Rajab, muridnya, mengatakan, “Dia pakar dalam tafsir dan tak tertandingi, ahli dalam bidang ushuluddin dan ilmu ini mencapai puncak di tangannya, ahli dalam fikih dan ushul fikih, ahli dalam bidang bahasa Arab dan memiliki kontribusi besar di dalamnya, ahli dalam bidang ilmu kalam, dan juga ahli dalam bidang tasawuf.”Dia berkata juga, “Saya tidak melihat ada orang yang lebih luas ilmunya dan yang lebih mengetahui makna Al-Qur’an, Sunnah dan hakekat iman daripada Ibnu Qayyim. Dia tidak makshum tapi memang saya tidak melihat ada orang yang menyamainya.”2
Ibnu Katsir berkata, “Dia mempelajari hadits dan sibuk dengan ilmu. Dia menguasai berbagai cabang ilmu, utamanya ilmu tafsir, ilmu hadits, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih.”3
Adz-Dzahabi berkata, “Dia mendalami hadits, matan dan perawinya. Dia menggeluti dan menganalisa ilmu fikih. Dia juga menggeluti dan memperkaya khasanah ilmu nahwu, ilmu ushuluddin, dan ushul fikih.”4
Ibnu Hajar berkata, “Dia berhati teguh dan berilmu luas. Dia menguasai perbedaan pendapat para ulama dan mazhab-mazhab salaf.”5
As-Suyuthi berkata, “Dia telah mengarang, berdebat, berijtihad dan menjadi salah satu ulama besar dalam bidang tafsir, hadits, fikih, ushuluddin, ushul fikih, dan bahasa Arab.”6
‘ Dzail Thabqaat al-Hanabilah (IV 448). Dzail Thabqaat al-Hanabilah (11/450). 3Al-Bidayah wa an-Nihayah (XIVI202).
Al-Mu ‘jam al-Mukhtash li Syuyukhihi, huruf mim, sebuah manuskrip.
Ad-Durar al-Kaminah (IV/21). 6Baghyah ad-Du’a (1/63).
Ibnu Tughri Burdi berkata, “Dia menguasai beberapa cabang ilmu, di antaranya tafsir, fikih, sastra dan tatabahasa Arab, hadits, ilmu-ilmu ushul dan furu’. Dia telah mendampingi Syaikh Ibnu Taimiyyah sekembalinya dari Kairo tahun 712 H dan menyerap darinya banyak ilmu. Karena itu, dia menjadi salah satu tokoh zamannya dan memberikan manfaat kepada umat manusia.”7
MURID-MURIDNYA
Manusia mengambil manfaat dari ilmu Ibnu Qayyim. Karena itu, dia memiliki beberapa murid yang menjadi ulama terkenal. Di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Al-Burhan Ibnu Qayyim. Dia adalah putra Burhanuddin Ibrahim, seorang ulama nahwu dan fikih yang mempuni. Dia belajar dari ayahnya. Dia telah berfatwa, mengajar, dan namanya dikenal. Metodenya sama dengan sang ayah. Dia memiliki keahlian dalam bidang tatabahasa Arab. Karena itu, dia menulis komentar atas kitabAlfiyah IbniMalik. Kitab komentar (syarh) itu dia namakan Irsyad al-Salik ila Halli Alfiyah Ibni Malik.
2. Ibnu Katsir. Dia adalah Ismail ‘Imaduddin Abu al-Fida’ bin ‘Umar bin Katsir ad- Dimasyqi asy-Syafi’i, seorang imam hafizh yang terkenal.
3. Ibnu Rajab. Dia adalah Abdurrahman Zainuddin Abu al-Faraj bin Ahmad bin Abdurrahman yang biasa digelar dengan Rajab al-Hanbali. Dia memiliki beberapa karangan yang bermanfaat.
4. Syarafuddin Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Dia adalah putra Abdullah bin Muhammad. Dia sangat brilian. Dia mengambil alih pengajaran setelah ayahnya wafat di ash- Shadriyah.
5. As-Subki. Dia adalah Ali Abdulkafi bin Ali bin Tammam as-Subki Taqiyuddin Abu al-Hasan.
6. Adz-Dzahabi. Dia adalah Muhammad bin Ahmad bin ‘Usman bin Qayimaz adz- Dzahabi at-Turkmani asy-Syafi’i. Dia adalah seorang imam, hafizh yang memiliki banyak karangan dalam hadits dan Iain-lain.
7. Ibnu Abdulhadi. Dia adalah Muhammad Syamsuddin Abu Abdullah bin Ahmad bin Abdulhadi al-Hanbali. Dia adalah seorang hafizh yang kritis.
8. An-Nablisi. Dia adalah Muhammad Syamsuddin Abu Abdullah an-Nablisi al- Hanbali. Dia mempunyai beberapa karangan, di antaranya kitab Mukhtashar Thabaqat al-Hanabilah.
9. Al-Ghazi. Dia adalah Muhammad bin al-Khudhari al-Ghazi asy-Syafi’i. Nasabnya sampai kepada Zubair bin Awwam r.a.
10. Al-Fairuzabadi. Dia adalah Muhammad bin Ya’qub al-Fairuzabadi asy-Syafi’i. Dia pengarang sebuah kamus dan karangan-karangan lain yang baik.
An-Nujum az-Zahirah fi Akhbar Mishr wa al-Qahirah (X/249).
KARYA KARYANYA
Ibnu Qayyim adalah orang yang sangat banyak mengarang buku. Hal inilah yang menyebabkan inventarisasi karya-karyanya secara teliti menjadi sulit. Inilah daftar buku-buku karangannya yang diberikan para ulama.
1. Al-Ijtihad wa at-Taqlid. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitab Miftah Dar As-Sa’adah.
2. Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyah. Telah dicetak berulang kali.
3. Ahkam Ahl adz-Dzimmah. Telah dicetak dalam dua jilid yang ditahkik oleh Shubhi ash-Shalih.
4. Asma’ Muallafat Ibnu Taimiyyah. Sebuah disertasi yang diterbitkan atas tahkik Shalahuddin al-Minjid.
5. Ushul at-Tafsir. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitab Jala’ al-Afham.
6. Al-A’lam bi Ittisa ‘i Thuruq al-Ahkam. Dia menyebutkannya dalam kitab Ighatsah al-Luhfan.
7. A’lam al-Muaqqi ‘in ‘an Rabb al-Alamin. Telah dicetak berulang kali dalam empat jilid.
8. Ighatsah al-Luhfan min Mashadir asy-Syaithan. Telah berkali-kali dicetak dalam dua jilid.
9. Ighatsah al-Luhfan fi Hukm Thalaq al-Ghadban. Sebuah disertasi yang telah dicetak atas tahkik Muhammad Jamaluddin al-Qasimi.
10. Iqtida’ adz-Dzikr bi Hushul al-Khair wa Daf’i asy-Syar. Ash-Shufdi menyebutkannya dalam kitab al-Wafi bi al-Wafiat (11/271) dan Ibnu Tughri Burdi dalam kitab al-Manhal ash-Shafi 011/62),sebuah manuskrip.
11. Al-Amali al-Makkiyah. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitab Badai’u al- Fawaid.
12. Amtsal al-Qur’an. Telah tercetak.
13. Al-Ijaz. Pengarang kitab Kasyf azh-Zhunun (1/206) dan al-Baghdadi dalam kitab Hadiah al-Arifin (11/158) menisbahkannya kepada Ibnu Qayyim.
14. Badai’ al-Fawaid. Tercetak dalam dua jilid.
15. Buthlan al-Kimiya’ min Arba’in Wajhan. Buku ini telah diisyaratkan oleh Ibnu Qayyim dalam buku Miftah Dar as-Sa ‘adah.
16. Bayan al-Istidlal ‘ala Buthlan Isytirath Muhallil as-Sibaq wa an-Nidhal. Kitab ini telah disebutkan oleh Ibnu Qayyim dalam kitab A’lam al- Muwaqqi’in. Dan juga ash-Shufdi dalam kitab al-Wafi bi al-Wafiyat (11/271) dan Ibnu Rajab dalam kitab Dzail Thabaqat al-Hanabilah(11/450) telah menyebutkannya dengan nama ad-Dalil ‘ala Istighnai al-Musabaqah ‘an at- Tahlil.
17. At-Tibyan fi Aqsam al-Qur’an. Telah dicetak beberapa kali.
18. At-Tahbir lima Yahillu wa Yahrum min Libas al-Harir. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitab Zad al-Ma ‘ad.
19. At-Tuhfah al-Makkiyah. Dia menyebutkannya dalam berbagai tempat dalam kitab Badai’u al-Fawaid.
20. Tuhfah al-Maududfi Ahkam al-Maulud. Telah dicetak berulang kali.
21. Tuhfah an-Nazilin bi Jiwar Rabb al-Alamin. Dia menyebutkannya dalam kitab Madarij as-Salikin.
22. Tadbir ar-Riasah fi al-Qawaid al-Hukmiyah bi adz-Dzaka’ wa al-Qarihah. Al- Baghdadi menyebutkannya dalam kitab al-Idhah al-Maknun fi adz-Dzail ‘ala Kasyf azh-Zhunun (1/271).
23. At-Ta’liq ‘ala al-Ahkam. Ibnu Qayyim mengisyaratkannya dalam kitab Jala’ al- Afham.
24. At-Tafsir al-Qayyim. Ini adalah tulisan terpisah-pisah dalam tafsir Syaikh Muhammad Uwais an-Nadawi dalam satu jilid. Tapi, dia tidak mencakup semua ucapan Ibnu Qayyim dalam tafsir. Namun, itu adalah suatu usaha yang patut mendapat pujian.
25. Tafdhil Makkah ‘ala al-Madinah. Ibnu Rajab dalam kitab adz-Dzail (11/450), ad- Dawudi dalam kitab Thabaqat al-Mufassirin (11/193), Ibnu al-’Ammad dalam kitab Syadzarat al-Dzahab (6/178) dan al-Sakhawi dalam kitab al-A’lam bi at- Taubikh (him. 280) telah menyebutkannya, tapi dengan nama Tafdhil Makkah.
26. Tahdzib Mukhtashar Sunan Abi Daud. Telah dicetak bersama dengan kitab Mukhtashar al-Mundziri dan syarahnya Ma ‘alim as-Sunan oleh al-Khatthabi dalam delapan jilid.
27. Al-Jami’ bain as-Sunan wa al-Atsar. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitab Badai’u al-Fawaid.
28. Jala’u al-Afhamfi ash-Shalat wa as-Salam ‘ala Khair al-Anam. Telah dicetak berkali-kali di Mesir dan India.
29. Jawabat Abidi ash-Shalban wa Anna ma Hum ‘alaih Din asy-Syaithan. Ibnu Rajab dalam kitabadz-Dzail (11/450), ad-Dawudi dalam kitab ath-Thabaqat (IV 93) dan Ibnu al-’Ammad dalam kitab asy-Syadzarat (VI/179) menyebutkannya.
30. Al-Jawab asy-Syafi li man Sa ‘ala ‘an Tsamarah ad-Du ‘a idza Kana ma Quddura Waqi’un.Asy-Syaukani menyebutkannya dalam kitabal-Badrath-Thali’(1V144).
31. Hadi al-Arwah ila Bilad al-Afrah. Telah dicetak berkali-kali.
32. Al-Hamil, Hal Tahidhu am La. Ibnu Qayyim telah menyinggung masalah ini dalam kitabTahdzib Sunan at-Tirmidzi.
33. Al-Hawi. Ahmad ‘Ubaid dalam kata pengantar kitab Rawudah al-Muhibbin berkata, “Ibnu Hajar al-Asqallani telah menyebutkannnya dalam kitab Fath al- Bari, juz XI”
34. Hurmah as-Sima’. Haji Khalifah dalam kitab Kasyf azh-Zhunun (1/650) dan al- Baghdadi dalam kitab Hadiyah al-Arifin (11/158) telah menyebutkannya.
35. Hukm Tarik ash-Shalah. Telah berkali-kali dicetak.
36. Hukm Ighmam HilalRamadhan. Ibnu Rajab dalam kitab adz-Dzail (11/450), ad- Dawudi dalam kitab ath-Thabaqat (11/93) dan Ibnu al-’Ammad dalam kitab asy- Syadzarat (VI/169) telah menyebutkannya.
37. Hukm Tafdhil Ba’d al-Awulad ‘ala Ba’d fi al-’Athiyah. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitab Tahdzib as-Sunan.
38. Ad-Da’ wa ad-Dawa’. Telah dicetak berkali-kali dan dinamakan juga dengan al- Jawab al-Kafi liman Sa’ala ‘an ad-Dawa’asy-Syafi.
39. Dawa’ al-Qalb. ‘Abdullah al-Jabburi menyebutkannya dalam Fihris Maktabat Awuqaf Baghdad(11/369). Ada juga naskah dengan tulisan tangan oleh al-Jabburi dengan nomor 4732. Kemungkinan besar naskah ini adalah naskah kitab ad- Da ‘ wa ad-Dawa’. Meskipun demikian, lebih baik kita menahan diri dalam mengambil kesimpulan sebelum membaca transkrip naskah tersebut. Wallahu a’lam.
40. Rabi’ul-Abrar fi-ashshalah ‘ala an-Nabi al-Mukhtar. Al-Baghdadi menye butkannya dalam kitab Hadiyah al-’Arifin (11/272) setelah menyebutkan kitab Jala’u al-Afham.
41. Ar-Risalah al-Halabiyahfi ath-Thariqah al-Muhammadiyah. Ini adalah kumpulan bait-bait syair. Muridnya ash-Shufdi dalam al-Wafi bi al-Wafiyat (11/272), Ibnu Tughri Burdi dalam al-Manhal ash-Shafi yang masih dalam bentuk manuskrip (111/62), ad-Dawudi dalam ath-Thabaqat(IV93) dan Haji Khalifah dalam Kasyf azh-Zhunun (1/861) menyebutkannya.
42. Ar-Risalah asy-Syafi’iyah fi Ahkam al-Mu’awwidzatain. Muridnya ash-Shufdi dalam al-Wafi bi al-Wafiyat (11/272) dan Ibnu Tughri Burdi dalam al-Manhal as- Shafi (111/62)menyebutkannya.
43. Risalah Ibni Qayyim ila Ahad Ikhwanihi. Ditemukan satu naskahnya dalam kumpulan manuskrip perpustakaan al-Mahmudiyah di Madinah al-Munawwarah nomor 8/221 majami’ yang terdiri dari beberapa halaman dalam ukuran kecil.
44. Ar-Risalah at-Tabukiyah yang dicetak di Mesir dengan nama ini dan dicetak juga dengan judulTuhfah al-Ahbab fi Tafsir Qawuluhi Ta ‘ala: wa ta ‘awanu ‘alalbirri wattaqwa wa la ta’awanu ‘alalitsm wal’udwan wa attaqullaha innallaha syadidul’iqab.
45. Raf’u at-Tanzil. Haji Khalifah dalam Kasyf azh-Zhunun (1/909) dan al-Baghdadi dalamHadiyah al-’Arifin (11/158) menyebutkannya.
46. Raf’u al-Yadainfi ash-Shalah. Muridnya Ibnu Rajab dalam adz-Dzail (11/150), ash-Shufdi dalam al-Wafi bi al-Wafiyat (11/272), Ibnu Hajar dalam ad-Duraf al- Kaminah (IV/33), as-Suyuthi dalamBaghyah al-Wu’at (V63), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93), Ibnu al-’Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/168) dan Haji Khalifah dalam Kasyf azh-Zhunun (1/911).
47. Raudhah al-Muhibbin wa Nazhah al-Musytaqin. Ibnu Qayyim menulisnya dalam perjalanan jauh dari tanah air dan perpustakaannya. Kitab ini telah dicetak berkali- kali.
48. Ar-Ruh. Telah tersebar di kalangan beberapa penuntut ilmu bahwa kitab ini bukan karangan Ibnu Qayyim atau dia menulisnya sebelum berhubungan dengan Ibnu Taimiyyah.
Akan tetapi, orang yang menelaahnya akan menemukan kejelasan bahwa kitab ini adalah karangan Ibnu Qayyim dan ditulisnya setelah berhubungan dengan Ibnu Taimiyyah. Yang menguatkan pendapat ini adalah bahwa Ibnu Qayyim telah menyebutkan kitab ini dalam kitabnya at-Tibyan. Ibnu Qayyim juga telah menyebutkan gurunya, Ibnu Taimiyyah kurang lebih sepuluh kali dalam kitab ar-Ruh dengan mengutip pendapat-pendapatnya serta menyebutkan pendapat yang dipilihnya.
Di samping itu, kita menemukan ada sekelompok tokoh autobiografer Ibnu Qayyim telah menyebutkan kitab ini dalam buku-buku karangan mereka. Mereka itu seperti al-Hafizh Ibnu Hajar dalam ad-Durar al-Kaminah (IV/23), as-Suyuthi dalam Baghyah al-Wu’at (1/63), Ibnu al-’Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/170), asy-Syaukani dalam al-Badr at-Thali’ (11/144), Haji Khalifah dalamKasyfazh-Shunun (11/1421), al-Baghdadi dalam Hadiyah al-’Arifin (11/158) dan al-Alusi dalamJala’u al-’Ainain (him. 32).
49. Ar-Ruh wa an-Nafs. Ini bukan kitab ar-Ruh. Ibnu Qayyim telah menyebutkannya dalam kitabar-Ruh, Mitah as-Sa’adah dan Jala’u al-Afham.
50. Zad al-Musafirin ila Manazil as-Su ‘ada ‘fi Hadyi Khatam al-Anbiya’. Ibnu Rajab dalam adz-Dzail (11/93), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93), Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat(VI/169), dan al-Baghdadi dalam Hadiyah al-Arifin (11/158).
51. Zad al-Ma’ad fi Hadyi Khair al-’Ibad. Ini telah dicetak berkali-kali di India, Mesir, Syiria dan terakhir diterbitkan dalam lima jilid.
52. As-Sunnah wa al-Bid’ah. Ahmad ‘Ubaid menyebutkannya dalam mukadimah kitab Rawudhah al-Muhibbin.
53. Sharh Asma’ al-Kitab al-Aziz. Ibnu Rajab dalam adz-Dzail (11/449), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/92) dan Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/169) menyebutkannya.
54. Syarh al-Asma’ al-Husna. Ibnu Rajab dalam adz-Dzail (11/450), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat(11/93) dan Ibnu al-’Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/170) menyebutkannya.
55. Syifa’ al-Alil fi Masail al-Qadha’ wa al-Qadr wa al-Hikmah wa at-Ta’lil. Ini telah diterbitkan.
56. Ash-Shabr wa as-Sakan. Haji Khalifah dalam Kasyf azh-Zhunun (11/1432) dan al-Baghdadi dalam Hadiyah al-Arifin (11/158) telah menyebutkannya.
57. Ash-Shirath al-Mustaqim fi Ahkam Ahl al-Jahim. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail(11/450), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93), Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat(VI/169).
58. Ash-Shawaiqal-Munazzalah ‘alaaj-Jahmiyah waal-Mu’atthilah, satujilid. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/450), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93), Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/169), asy-Syaukani dalam al-
Badr at-Thali’ (117144), Haji Khalifah dalam Kasyf azh-Zhunun (11/1083), al-Baghdadi dalamHadiyah al-’Arifin (11/158) dengan nama ash-Shawaiq al-Mursalah. Kitab ini belum diterbitkan, yang telah diterbitkan hanya kitab al-Mukhtashar karya Muhammad bin al-Maushili.
59. At-Tha’un. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/93), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93), Ibnu al-’Ammad dalam Asy-Syadzarat (W196) dan al-Baghdadi dalamHadiyah al-Arifin (11/158).
60. Thibb al-Qulub. Az-Zarkali menyebutkannya dalam kitab al-A’lam (VI/280), Ahmad ‘Ubaid dalam mukadimah Rawudhah al-Muhibbin dan dia berkata, “Profesor Ma’luf menyebutkan bahwa ada satu naskahnya di Berlin.”
61. At-Thibb an-Nabawi. Ibnu Qayyim menyatukannya dengan kitab Zad al-Ma ‘ad, tapi ia telah diterbitkan secara terpisah.
62. Thariq al-Hijratain wa Bab as-Sa’adatain. Telah dicetak beberapa kali. Ibnu Qayyim menyebutkan kitab ini dalam berbagai kitab karangannya dengan judul Safar al-Hijratain.
63. At-Thuruq al-Hukmiyahfi as-Siyasah asy-Syar’iyah. Telah dicetak ulang beberapa kali.
64. Thariqah al-Bashair ila Hadiqah as-Sarair fi Nazhm al-Kabair. Kitab ini tercantum dalam indeks buku-buku Auqaf di Baghdad dan disebutkan bahwa buku ini ada naskahnya yang sangat berharga ditulis tahun 811 H.
65. Thalaq al-Haidh. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitab Tahdzib Sunan Abi Dawud.
66. ‘Uddah ash-Shabirin wa Dzakhirah asy-Syakirin. Ini telah dicetak berulang kali.
67. Aqd Muhkam al-Ahibba’ baina al-Kalam at-Thayyib wa al-Amal ash-Shalih al- Marfu’ ila Rabb as-Sama’. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/ 449), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/92), Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/169) dan al-Baghdadi dalam Hadiyah al-Arifin (11/158).
68. Al-Fatawa. Al-Alusi menyebutkannya dalam Jala ‘u al- Ainain.
69. Al-Fath al-Quds. Ibnu Rajab dalam adz-Dzail (II450), ad-Dawudi dalam at- Thabaqat (11/93), Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/169) dan al-Baghdadi dalam Hidayah al-Arifin(11/158).
70. Al-Fath al-Makki. Ibnu Qayyim telah menyebutkannya dalam kitabnyaitoda’w al-Fawaid.
71. Al-Futuhat al-Qudsiyah. Ibnu Qayyim menyebutkannya dalam kitabnyaMiftah Daras-Sa’adah.
72. Al-Farq bain al-Khillah wa al-Mahabbah wa Munazharah al-Khalil li Qawumih. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/450) dan Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/168).
73. Al-Farusiyah. Kitab ini adalah ringkasan kitab al-Farusiyah asy-Syar’iyah. Dan, telah dicetak di Mesir.
74. Al-Farusiyah asy-Syar’iyah. Ibnu Tughri Burdi menyebutkannya dalam a\-Manhal ash-Shafi(E/hlm. 93
75. Fahdl ‘Iim wa Ahlih. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/450) dan ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93).
76. Fawadh fi al-Kalam ‘ala Hadits al-Ghamamah wa Hadits al-Ghazalah wa ad- Dhub wa Ghairih.Sebuah tulisan yang terdiri dari sembilan belas lembar dalam manuskrip perpustakaan azh-Zhahiriyah di Damaskus dengan nomor 5485. Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam indeks perpustakaan halaman 100 juga menyebutkannya.
77. Al-Fawaid. Telah dicetak.
78. Qurrah ‘Uyun al-Muhibbin wa Rawudhah Qulub al-’Arifin. Al-Baghdadi menyebutkannya dalam Hidayah al-’Arifin (11/158).
79. Al-Kafiyah asy-Syafiyah fi an-Nahw. Pengarang Kasyf azh-Zhunun (11/1369).
80. Al-Kafiyah asy-Syafiyah fi al-Intishar li al-Firqah an-Najiyah. Telah dicetak beberapa kali. Kitab inilah yang dikenal dengan al-Qashidah an-Nuniyah.
81. Al-Kabair. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/450), ad-Dawud dalam at-Thabaqat (11/93), Ibnu al-’Ammad dalam asy-Syadzarat (Vl/hlm. 168) dan al-Baghdadi dalamHidayah al-Arifin (11/158).
82. Kasyf al-Ghitha’ ‘an Hukm Sima’ al-Ghina’.
83. Al-Kalam at-Thayyib wa al-’Amalash-Shalih. Telah dicetak beberapa kali di Mesir dan India dengan judul al-Wabil ash-Shaib min al-Kalam at-Thayyib.
84. Al-Lamhahfiar-Rad ‘alaIbni Thalhah. Al-’Allamahal-Manawimenyebutkannya dalam Faidh al-Qadir (1/116).
85. Madarij as-Salikin baina Manazil Iyyaka Na’bud wa Iyyaka Nasta’in. Ini telah dicetak dalam tiga jilid.
86. Al-Masail at-Tharablisiyah. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/ 449), ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93) dan Ibnu al-’Ammad dalam asy- Syadzarat (VI/169).
87. Ma’ani al-Hurufwa al-Adawat. Ash-Shufdi menyebutkannya dalam al-Wafi bi al-Wafiyat (11/271), Ibnu Tughri Burdi dalam al-Manhal ash-Shafi (11/62) yang masih dalam bentuk manuskrip, ad-Dawudi dalam at-Thabaqat (11/93), as-Suyuthi dalam Baghyah al-Wu’at (1/63) dan Haji Khalifah dalam Kasyf azh-Zhunun (11/ 1729).
88. Miftah Dar as-Sa’adah wa Mansyur Wilayah al-’Hm wa al-Iradah. Inilah kitab kita sekarang ini. Ibnu Qayyim menyebutnya dalam mukadimah dengan judul Miftah Dar as-Sa ‘adah wa Mansyur Wilayah AM al- ‘Urn wa al-Iradah. Kitab ini telah dicetak dua kali, tapi tanpa tahkik. Cetakan ini, sepanjang pengetahuan kami, merupakan naskah tahkik pertama.
89. Al-Manar al-Muniffi ash-Shahih wa ad-Dhaif. Ini telah berulangkali dicetak.
90. Al-Mawurid ash-Shafi wa az-Zhil al-Wafi. Al-Baghdadi menyebutkannya dalam Hidayah al-’Arifin (11/159) dan Ibnu Qayyim dalam kitabnya Thariq al-Hijratain.
91. Maulid an-Nabawi saw. Asy-Syaukani menyebutkannya dalam al-Badr ath-Thali’ (11/144) dan Shadiq al-Qannuji dalam at-Tajal-Mukallal. Al-Qannuji menyebutkan bahwa dia memiliki satu manuskrip dari kitab ini.
92. Al-Mahdi. Haji Khalifah menyebutkannya dalam Kasyf azh-Zhunun (11/1465).
93. Al-Muhadzab fi…. Haji Khalifah menyebutkannya dalam Kasyf azh-Zhunun (IV1914).
94. Naqd al-Manqul wa al-Mahk al-Mumayyiz bain al-Maqbul wa al-Mardud. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/450), ad-Dawudi dalamath-Thabaqat (11/93), Ibnu al-’Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/168) dan al-Baghdadi dalam Hidayah al-’Arifin (11/159).
95. Nikah al-Muhrim. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/450), ad- Dawudi dalamath-Thabaqat (11/193), dan Ibnu al-’Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/168).
96. Nur al-Mu’min wa Hayatuh. Ibnu Rajab menyebutkannya dalam adz-Dzail (11/ 450), Ibnu al-Ammad dalam asy-Syadzarat (VI/178) dan al-Baghdadi dalam Hidayah al-’Arifin (11/159).
97. Hidayah al-HayarifiAjubah al-Yahud wa an-Nashara. Ini telah tercetak beberapa kali.
Selain itu, di sana ada juga artikel atau tulisan tersendiri karya Ibnu Qayyim yang diambil dari buku dan karangan-karangannya. Misalnya kitab Bulugh as-Sulfi Aqdhiyatil-Rasulsaw. yang
disarikan dari kitab A’lam al-Muwaqqi’in, Tafsir al-Fatihah dari kitabMadarijas-Salikin, Tafsir al-Mu’awwidzatain dari kitabBadaiul-Fawaid, ar-Risalah al-Qabriyahfi ar-Radd ‘ala MunkiriAdzabil-QabrMinaz-Zanadiqah wal-Qadariyah dari kitab ar-Ruh.
Sebagian orang tidak mampu membedakan antara Ibnu Qayyim al-Jauziyah dengan Ibnu al-Jauzi karena kemiripan nama. Kesalahan ini telah berakibat pada penisbahan beberapa kitab karya Ibnu al-Jauzi kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Kesalahan seperti itu terjadi karena kelalaian para penulis manuskrip atau karena perbuatan orang-orang yang sentimen terhadap Ibnu Qayyim al-Jauziyah.
Sebagai bukti adalah bahwa Ibnu al-Jauzi adalah Abdurrahman bin Ali al-Qursyi, wafat tahun 597 H. Meskipun dia adalah salah seorang ulama dari golongan Hanbali yang terkemuka dan banyak menulis, tapi dalam kajian masalah nama-nama dan sifat Allah  dia tidak mengikuti metode Imam Hanbal karena dia dalam hal ini menempuh metode takwil. Ini jelas bertentangan dengan metodologi Ibnu Qayyim sebab dia menempuh metode ulama salaf.
Di antara buku yang dinisbahkan kepada Ibnu Qayyim, padahal sebenarnya itu adalah karya Ibnu al-Jauzi, adalah kitab Daf’u Syubahit-Tasybih bi Akaffit-Tanzih. Kitab ini banyak memuat takwil yang keliru. Karena itu, dia terjerumus dalam ta’thil guna melepaskan diri dari noda tasybih(penyerupaan).
Allah Tabaroka wa ta’ala telah memberikan petunjuk kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah sehingga dia mengikuti langkah ulama salaf. Sebab itu, dia selamat dari noda tasybih dan bahaya
takwil. Dia menempuh cara ulama salaf di mana dia hanya menetapkan apa yang ditetapkan Allah untuk diri-Nya dan apa yang ditetapkan oleh Rasul-Nya tanpa melakukan penyimpangan,tasybih dan ta ‘thil.
Demikian pula kitab Akhbar an-Nisa’. Kitab ini dinisbahkan kepada Ibnu Qayyim al-Jauziyah, padahal kitab ini dikenal sebagai karya Ibnu al-Jauzi.


WAFATNYA
Kitab-kitab biografi sepakat bahwa Ibnu Qayyim al-Jauziyah wafat pada malam Kamis setelah azan Isya’, tanggal 13 Rajab tahun 751H. Dia dishalati setelah shalat Zhuhur keesokan harinya di Mesjid al-Umawi, kemudian di Mesjid

Dari berbagai sumber mohon ditambahkan jika ada kekurangan atau kesalahan

Posting Komentar Blogger

 
Top