Ulil Abshar Abdalla, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) dikirimi paket buku berisi bom, Selasa (15/3/2011) di KBR 68 H, Utan Kayu, Jakarta Timur. Buku berisi bom tersebut berjudul "Mereka Harus Dibunuh! Karena Dosa-Dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin". Apa dosa Ulil terhadap Islam dan kaum Muslimin sehingga harus dibunuh?
Tidak aneh jika Ulil, tokoh JIL menjadi target pembunuhan. Track record lelaki
kelahiran Pati, Jawa Tengah, 11 Januari 1967 ini sudah dikenal "anti"
syariat Islam. Pada 18 November 2002, Ulil menulis artikel di harian
umum Kompas berjudul "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam" yang menuai fatwa hukum mati dari Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI).
Dalam
artikel yang menghebohkan tersebut, Ulil mengobok-obok Islam
sesadis-sadisnya yang tentu saja menjadi dosa Ulil terhadap Islam dan
kaum Muslimin paling parah dan takkan pernah terlupakan. Dalam artikel
tersebut Ulil menistakan syariat Islam, dan menganggapnya hanya sebagai
budaya Arab.
"Aspek-aspek
Islam yang merupakan cerminan kebudayaan Arab, misalnya, tidak usah
diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan, qishash, rajam, jenggot,
jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya ekspresi lokal partikular
Islam di Arab. Aspek-aspek Islam yang merupakan cerminan kebudayaan
Arab, misalnya, tidak usah diikuti. Contoh, soal jilbab, potong tangan,
qishash, rajam, jenggot, jubah, tidak wajib diikuti, karena itu hanya
ekspresi lokal partikular Islam di Arab."
Ulil tidak mengimani syariat Islam atau yang disebutnya sebagai hukum Tuhan.
"Menurut
saya, tidak ada yang disebut "hukum Tuhan" dalam pengertian seperti
dipahami kebanyakan orang Islam. Misalnya, hukum Tuhan tentang
pencurian, jual beli, pernikahan, pemerintahan, dan sebagainya. Yang ada
adalah prinsip-prinsip umum yang universal yang dalam tradisi
pengkajian hukum Islam klasik disebut sebagai maqashidusy syari'ah, atau
tujuan umum syariat Islam."
Lebih jauh, Ulil juga menghina insan termulia dalam Islam, nabi Muhammad SAW., dan menganggapnya banyak kekurangan.
"Bagaimana
meletakkan kedudukan Rasul Muhammad SAW dalam konteks pemikiran
semacam ini? Menurut saya, Rasul Muhammad SAW adalah tokoh historis yang
harus dikaji dengan kritis, (sehingga tidak hanya menjadi mitos yang
dikagumi saja, tanpa memandang aspek-aspek beliau sebagai manusia yang
juga banyak kekurangannya), sekaligus panutan yang harus diikuti (qudwah
hasanah).
Ulil bahkan membenarkan semua agama, mencampuradukan dan mengatakan kebenaran Islam ada dalam filsafat Marxisme.
"Saya
berpandangan lebih jauh lagi: setiap nilai kebaikan, di mana pun
tempatnya, sejatinya adalah nilai Islami juga. Islam-seperti pernah
dikemukakan Cak Nur dan sejumlah pemikir lain-adalah "nilai generis"
yang bisa ada di Kristen, Hindu, Buddha, Konghucu, Yahudi, Taoisme,
agama dan kepercayaan lokal, dan sebagainya. Bisa jadi, kebenaran
"Islam" bisa ada dalam filsafat Marxisme."
Dari artikel Ulil di tahun 2002 yang dimuat Kompas saja,
dosa-dosa Ulil kepada Islam dan kaum Muslimin dianggap tidak dapat
diampuni. Sayangnya, Ulil tidak berhenti menghina Islam dan kaum
Muslimin.
Di
tahun 2005, dari Boston dia menulis sebuah surat yang lagi-lagi
menistakan Islam dan menbuat heboh. Dalam surat tersebut Ulil mengatakan
yang salah saat ini bukan hanya umat Islam, tetapi Islam itu sendiri.
"Menurut
saya, memang ada yang salah saat ini, bukan pada umat Islam, tetapi
pada Islam itu sendiri. Kalau hal ini tidak diakui, maka "kultur
kematian" (saya tak mau menyebutnya sebagai "martyrdom") seperti yang
meledak di Bali itu akan terus-menerus mewarnai Islam,
di
masa-masa mendatang. Hanya saat umat Islam menyadari kesalahan itu, dan
mengakuinya sebagai sejenis penyakit, maka mereka akan segera bergegas
ke
dokter,
dan mencari pengobatan. "Politic of denial", menolak terus-menerus,
sambil mengatakan bahwa "Ini bukan Islam, ini oknum," hanya
memperpanjang umur penyakit itu, akan membuatnya kian kronis, dan
menggerogoti Islam sendiri. Kultur itu hanyalah
parasit yang harus segera dipotong."
Dosa Ulil dan JIL Menuai Adzab & Bencana
Dosa-dosa
Ulil secara khusus dan JIL secara umum terhadap Islam dan Kaum Muslimin
tersebut bisa jadi merupakan penyebab dirinya dikirimi paket buku
berisi bom. Hal ini terlihat dari judul buku "Mereka Harus Dibunuh! Karena Dosa-Dosa Mereka terhadap Islam dan Kaum Muslimin" yang dikirim seseorang bernama Drs. Sulaiman Azhar, Lc dan mengaku berasal dari Ciomas, Bogor.
Dalam
surat tersebut, pengirim menjelaskan bahwa tema bukunya adalah "Deretan
nama dan dosa-dosa tokoh Indonesia yang pantas dibunuh". Dalam buku
berjumlah halaman 412 tersebut, nama Ulil tentu saja dipastikan ada
walaupun entah di urutan keberapa dan apakah buku tersebut betul-betul
telah ditulis dan diterbitkan.
Nama
Ulil dalam buku berjudul "50 Tokoh Islam Liberal Indonesia" yang
ditulis oleh Budi Handrianto dan diterbitkan oleh Hujjah Press,
menempati urutan ke 48 dan termasuk ke dalam kategori "Para Penerus
Perjuangan" JIL Indonesia. Di urutan ke 49, terdapat nama Zuhairi
Misrawi, yang uniknya juga nyaris dibunuh karena kiprahnya di JIL. Juga
Masdar F Mas'udi (urutan ke 19 dan masuk kategori senior JIL).
Berikut
kronologis peristiwanya sebagaimana terdapat dalam buku "Kekafiran
Berfikir Sekte Paramadina, Wihdah Press, 2004, hlm 146).
Medio
Februari 2004 publik muslim Mesir dan Indonesia geger dengan peristiwa
ancaman bunuh terhadap Masdar F Mas'udi dan Zuhairi Misrawi oleh Limra
Zainuddin, Presiden Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI)
Mesir.
Masdar
F Mas'udi, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat
(P3M) Jum'at sore di bulan Februari 2004 berada di Hotel Sonesta, Kairo.
Ia berada di sana karena memiliki gawe bertajuk "Pendidikan dan Bahtsul
Masail Islam Emansipatoris". Acara ini akan dilangsungkan di hotel
bintang lima tersebut, Sabtu hingga Senin. Kegiatan tersebut merupakan
kerja sama P3M, Kekatiban Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU),
dan organisasi mahasiswa setempat, "Sanggar Strategi TEROBOSAN".
Pesertanya sekitar 75 mahasiswa Indonesia di Mesir yang mewakili
sejumlah simpul. Pemikir Mesir, Prof.Dr.Hassan Hanafi dan Dr.Youhanna
Qaltah, dijadwalkan menjadi pembicara.
Sore
itu, Limra mendatangi hotel untuk menolak acara tersebut. Setelah
menemui manajer hotel, ia bertemu panitia dari unsur mahasiswa Indonesia
di Kairo. Limra menyebutkan alasan menolak acara, karena lontaran
pemikiran Zuhairi dianggap meresahkan masyarakat.
"Peryataan
Zuhairi tentang shalat tidak wajib. Dan permasalahan muslim menikahi
wanita musyrik," kata Limra. "Juga pendapat Masdar tentang haji," Limra
menambahkan. Baru beberapa menit Limra berada di lobi hotel, kemudian
muncul Masdar bersama beberapa mahasiswa.
Limra
menyampaikan tembusan surat keberatan PPMI kepada Masdar. Surat
tertanggal 5 Februari 2004 itu meminta Duta Besar RI untuk Mesir
meniadakan acara yang akan digelar Zuhairi Misrawi selaku koordinator
Program Islam Emansipatoris P3M. Penolakan itu, katanya, berdasar
aspirasi mahasiswa Indonesia di Mesir. Ujung surat PPMI itu menyiratkan
ancaman. "Bapak sudah bisa membaca apa yang terjadi, bila acara Zuhairi
tetap dilaksanakan." Menanggapi persoalan itu, Masdar berusaha
mendinginkan suasana dengan menawarkan dialog. Limra menolak, dengan
alasan hanya buang-buang waktu. Ia menilai pandangan Masdar tentang
pelanggaran waktu haji telah mengungkit akidah. "Itu sekedar pemikiran.
Anda tidak harus mengikutinya," kata Masdar, berargumentasi. "Pokoknya
tidak bisa," ujar Limra dengan nada tinggi. "Saya sudah capek mengurus
persoalan seperti ini, sampai program saya terbengkalai. Sejak lebaran,
saya sudah marah. Sampai sekarang saya masih marah."
Masdar
lalu menantang, "Seandainya acara ini tetap dilaksanakan, apa akibatnya
?" Limra menanggapinya dengan melontarkan ancaman akan membunuh Masdar.
Dengan tenang, Masdar meledek Limra, "Bisa enggak saya dibikinkan surat
ancaman bahwa saya akan dibunuh?" Dan Limra pun berkelit, "Saya hanya
bisa lewat lisan, saya banyak pekerjaan."
Masdar
kembali melontarkan pertanyaan, "Jadi, sama sekali enggak ada jalan
keluar?" Limra naik pitam. Napasnya terengah-engah. Tangan kanannya
mengambil asbak di meja, lalu diacungkan ke muka Masdar. "Apa perlu
Bapak saya bunuh sekarang?" Limra membentak.
Dalam
teks yang lain (ancaman itu dikutip dalam catatan kronologi bikinan tim
panitia yang beredar di milis para mahasiswa Universitas al-Azhar,
Mesir), Limra antara lain menyatakan : "Saya akan membunuh Bapak atau
Zuhairi. Kalau bukan Bapak yang mati, atau Zuhairi, maka saya yang mati.
Pilihannya mayat saya, mayat Bapak atau Zuhairi. Kalau Bapak masih
bersikeras, saya sendiri yang akan membunuh Bapak."
Kejadian
serupa, dengan tokoh liberal asal Mesir juga pernah terjadi, menimpa
Dr. Faraj Faudah (1945-1993). Dr.Faraj Faudah terbunuh setelah peristiwa
"debat besar" antara kelompok sekuler di Mesir dengan kelompok Islam,
tahun 1992. Dr. Faraj Faudah terbunuh enam bulan setelah acara debat,
yaitu pada April 1993, di Mesir.
Syekh
Muhammad Al-Ghazali yang menjadi 'teman debat' Faudah didatangkan oleh
pengadilan sebagai saksi ahli atas terbunuhnya tokoh sekuler itu.
Kesaksian Al-Ghazali ini kemudian ramai di media massa Mesir, ada yang
pro dan kontra. Hal ini karena teryata di pengadilan Al-Ghazali
menyatakan tegas bahwa orang yang mengaku muslim tapi menolak
terang-terangan pelaksanaan syari'at Islam dan mengajak untuk mengganti
syari'at Allah dengan syari'at thaghut, maka orang itu telah keluar dari
agama Islam alias murtad.
Syekh Umar Bakri Muhammad dalam sebuah artikel di Majalah Shariah berjudul The Secularist's Attack on Islam and Muslim mengungkapkan
bahwa terdapat orang-orang Islam tetapi mempropagandakan ide-ide bukan
Islam. Sifat dan perbuatan jahat orang-orang tersebut sudah tidak
terhitung lagi banyaknya, bahkan mereka adalah ancaman paling berbahaya
bagi keberadaan kaum Muslimin dan kemunculan kembali khilafah, karena
mereka adalah "ancaman" yang tidak terlihat (munafik).
Posting Komentar Blogger Facebook