7 Comment
Pendeta Saifuddin Ibrahim getol menyebarkan misi penyesatan agar umat Islam mengikuti jejaknya, murtad meninggalkan Islam menjadi pemeluk Kristen. Pendeta kelahiran Bima-NTB 26 Oktober 1965 itu merilis buku “Dialog Kristen–Islam” (Penerbit Amanat Agung Indonesia, Januari 2015).


Dalam Kata Pengantarnya pada alinea pertama, secara blak-blakan ia menantang bahwa buku ini ditulis dengan target khusus untuk umat Islam yang dia istilahkan sebagai “keturunan Ismael.”
Untuk menambah rasa percaya diri dalam meyakinkan pembaca, Pendeta Udin memamerkan sederet akademis sebelum menjadi pendeta: “Saya kuliah di Ushuluddin Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), kuliah Bahasa Arab, komunikasi, kuliah di STT jurusan Theologi. Bahasa kedua saya adalah bahasa Arab” (hlm 5).

Hanya orang bodoh saja yang percaya kepada bualan Pendeta Udin. Karena dibandingkan sederet latar belakang akademis yang dipamerkan itu, seluruh atraksi teologis dalam buku ini penuh dengan kesalahan yang tidak bisa ditolerir.

Udin mengaku pernah kuliah Bahasa Arab dan mengaku Bahasa Arab sebagai bahasa keduanya. Padahal Bahasa Arab yang dipamerkan dalam buku ini salah semua. Misalnya, ketika melecehkan syariat ibadah haji, Pendeta Udin menulis sebagai berikut:
“Naik haji hanya bagi yang mampu. Muhammad bersabda demikian, “Al-hajjum mabruurun laisa lahu illal jannah,” artinya: orang naik haji mabrur balasannya adalah surga.” Gak mampu ya gigit jari” (hlm. 10).

Weleh-weleh….
Dengan tulisan rendahan dan kacau balau seperti itu dia berani mengaku lulusan UMS yang menguasai Bahasa Arab? Umat Islam tidak semudah itu untuk dibohongi pendeta.
Jangankan santri pesantren atau sarjana Islam, siswa Madrasah Ibtidaiyah (SD) saja dengan mudah menilai bahwa tulisan Pendeta Udin itu salah dan ngawur.

Kalau Pendeta Udin benar-benar sarjana Islam yang menguasai bahasa Arab, mestinya kutipan hadits itu adalah seperti ini:
Dari Abu Hurairah ra, bahwa Nabi  bersabda:“Haji yang mabrur tidak balasan baginya kecuali surga”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bila ditranselitrasikan, nas Arab yang benar dalam hadits itu adalah sebagai berikut: “Al-hajju al-mabruuru laisa lahu jazaa’un illa al-jannah” atau “Al-hajjul-mabruuru laisa lahu jazaa’un illal jannah.”
Menulis kata “al-hajju” dengan “al-hajjum” jelas memamerkan kebodohan bahasa. Karena kata nakirah (yang diawali dengan al tidak bisa ditanwin). Menulis “al-mabruuru” dengan “mabruurun” juga mempertegas kebodohannya, karena struktur kata ini adalah sebagai “na’at” yang harus memakai “al” dan tidak ditanwin, mengikuti (tabi’) kepada man’ut.
Menghilangkan kata “jazaa’un” dalam hadits tersebut semakin menambah daftar kebodohan Pendeta Udin, karena membuat terjemah hadits menjadi pincang.
Pendeta Udin tak layak mengaku-ngaku sebagai orang yang bisa berbahasa Arab. Bahasa yang dipamerkan itu bukanlah bahasa Arab yang benar, tapi bahasa orang sarap!!

MURTADIN UDIN PENDETA PHP

Seluruh argumen kemurtadannya amatiran kelas awam, jauh dari nilai akademis seperti yang diklaimnya. Pendeta Udin memaparkan bahwa alasan pertama meninggalkan Islam adalah kewajiban shalat yang sangat memberatkan.
“Ibadahnya harus memakai bahasa Arab, yang tidak dimengerti oleh mereka sendiri. Mau praktik juga susah, orang Islam sendiri juga akan putus asa kalau mengikuti dengan taat. Mulai dari shalat? Orang Islam sendiri jarang yang shalat. Gak shalat masuk neraka, kalau shalat gak sempat… Dan ibadah yang paling sulit adalah shalat” (hlm. 9).
Alasan murtad dengan argumen shalat memberatkan sangat tidak ilmiah. Bagi umat Islam, shalat sama sekali tidak memberatkan bahkan menjadi identitas keimanan (An-Nisa 103) yang mengoneksikan diri kepada Allah (Qs Thaha 14) yang mencegah perbuatan keji dan munkar (Al-’Ankabut 45).
Rasulullah Saw  menegaskan bahwa shalat adalah identitas keislaman, karena garis batas antara mukmin dan kafir: “Batas antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat” (HR Muslim).
Shalat adalah tiket ke surga Firdaus (Al-Mu’minun 9-11), dan sebaliknya orang yang tidak shalat pasti masuk neraka Saqar (Al-Muddatstsir 42-43).
Ibadah shalat yang dilakukan kaum Muslimin adalah salah satu kehebatan Islam yang tidak dimiliki Kristen. Dengan mudah umat Islam bisa beribadah shalat meneladani tuntunan Nabi Muhammad Saw , karena ritualnya ditentukan secara tauqify baik gerakan, bacaan maupun syarat dan rukunnya.
Hal ini berbeda dengan umat Kristen yang tidak punya pegangan ibadah yang sesuai dengan teladan Yesus Kristus. Karena Alkitab (Bibel) baik Perjanjian Baru maupun Perjanjian Lama, sama sekali tidak mencatat ritual ibadah Yesus secara detil.
Akibatnya, Pendeta Udin dan umat Kristen lainnya merekayasa sendiri ritual ibadah. Misalnya, merayakan Natal tanggal 25 Desember untuk memperingati kelahiran Yesus yang mereka anggap sebagai tuhan (hari ulang tahun kelahiran tuhan), padahal Bibel tidak pernah menyatakan Yesus lahir tanggal 25 Desember.
Dengan beribadah mengikuti Nabi Muhammad Saw , sesuai tuntunan Alquran  dan Sunnah, layak bila umat Islam mengharap ridha Allah dan surga-Nya.
Sementara Pendeta Udin yang mengklaim sebagai pengikut Yesus tapi tidak bisa beribadah sesuai tuntunan Yesus, berani mengklaim dirinya pasti masuk surga? Alquran  surat Al-Baqarah 111 menyebut surga orang seperti ini sebagai angan-angan kosong belaka (tilka amaniyyuhum).
Dengan kata lain, orang seperti Pendeta Udin ini adalah kaum php (pengobral harapan palsu)!!!
PENDETA UDIN BUTA SEJARAH
Murtadin yang memiliki nama baptis Saifuddin Abraham ini menuduh Alquran  penuh dengan kontradiksi (pertentangan) ayat yang tidak bisa dijawab oleh para ulama maupun ahli tafsir Alquran . Ayat yang dituduh kontradiksi dengan sejarah itu adalah sebagai berikut:
“Alquran  mengandung cacat sejarah, geografis, doktrin bahkan secara gramatikal dan sebagainya. Contoh Alquran  melakukan kesalahan fatal, mengatakan Maryam itu ibu Yesus adalah Miryam saudara Harun, yaitu kakaknya Musa. Padahal masa antara harun dan Yesus itu 1.500 tahun… Alquran  melakukan kesalahan fatal dengan menyebut Miryam saudara Harun tertukar dalam Alquran  adalah Maryam ibu Yesus Kristus” (hlm. 21).
Asal tuduh, Pendeta Udin sama sekali tidak menyebut ayat Alquran  yang dimaksud. Tapi biarlah, penulis sudah hafal ayat yang dituduhkan, karena tuduhan ini sudah usang dan terlalu sering penulis dengar. Ayat yang dituduh keliru itu adalah sebagai berikut:
“Maka Maryam membawa anak itu kepada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata: Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang penjahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina” (Qs. Maryam 27-28).
Para pendeta menganggap julukan/panggilan “Ya Ukhta Harun” (wahai saudara perempuan Harun) kepada Maryam adalah kesalahan fatal, karena jarak antara Maryam dengan Harun terpaut sekitar 1.500 tahun.
Dalam kitab-kitab tafsir terdapat beberapa pendapat tentang siapa Harun yang dimaksud dalam surat Maryam 28. Tafsir Al-Qurthubi merinci ada lima pendapat, dan yang paling kuat adalah pendapat Qatadah, bahwa pada waktu itu di kalangan bani Israel ada seorang abid (rahib) yang bernama Harun. Karena Maryam juga seorang abid (rahib) yang taat beribadah, maka dia biasa dipanggil sebagai “saudara Harun.” Jadi, kalimat “Ya Ukhta Harun” pada surat Maryam itu berarti “Ya hadzihil mar’atus-shalihah.” Pendapat yang kelima ini disepakati oleh tafsir Qurthubi, Ibnu Katsir dan Al-Jalalain.
Hal ini pernah ditanyakan kepada Rasulullah Saw . Beliau balik bertanya kepada penanya, “Apakah dia tidak mengetahui bahwa Bani Israil biasa menamakan anak-anak mereka menurut nama nabi-nabi dan wali-wali mereka?” (Ruhul-Bayan, jilid 6 hlm 16; Tafsir Ibnu Jarir, jilid 16 hlm 52).
Dalam tradisi semitik, sebutan anak (Arab=bin, Ibrani=ben), ibu (Arab=umm, Ibrani=ém) dan saudara (Arab=akhun, Ibrani=akh) tidak selamanya bermakna hakiki. Kata-kata ini sering dipakai dalam arti luas yang bermakna metafora (kiasan).
Dalam belasan ayat Bibel, Yesus disebut sebagai “Anak Daud” (Matius 1:1, 9:27, 21:9, 15:22, 20:30-31, 21:15, 22:42, Markus 10:47-48, 12:35, Lukas 18:38-39, 20:41), anak Daud adalah Nabi Sulaiman, bukan Yesus. Selain itu,  jarak waktu antara Yesus dengan Daud berselang 750 tahun dan Yesus tidak punya ayah kandung.

Julukan seseorang yang shalih biasa dinisbatkan kepada leluhurnya yang terkenal keshalihannya. Jika Nabi Isa boleh disebut sebagai anak Daud karena sama-sama shalih, maka Maryam pun boleh disebut sebagai “anak Musa,” karena keduanya satu jalur silsilah dan sama-sama shalih. Karena Nabi Musa punya saudara bernama Harun, maka otomatis Maryam boleh disebut “saudara perempuan Harun” dalam arti metafora, bukan denotatif. [Edt; GA/SI]

A. Ahmad Hizbullah MAG
www.ahmad-hizbullah.com
SMS/Whatsapp: 08533.1050000
BBM: 54B134C5

Posting Komentar Blogger

  1. Pada dasar dia ini tidak pernah mencintai islam sebagai agamanya, oleh karena itu apa yang selama ini dia pelajari tentang islam tidak pernah benar benar masuk di dalam otaknya. Kami tidak menyesali anda mau keluar dari islam atau tidak. Karena ALLAH pun tidak akan pernah meminta anda untuk kembali ke jalannya. Namun ingat suatu hari nanti anda akan yang akan menangis menjerit untuk meminta pertolongannya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Atau JUSTRU KAMU YG SANGAT MENYESAL...KARNA DOA KAMU UNTUK MENYELAMATKAN NABI BESAR KAMU SUPAYA MASUK SURGA TIDAK TERKABUL...junjunganmukan bergantung dari doa umatnya?? bila tidak terkabul,...sama''masuk neraka jahanam....

      Hapus
  2. bagimu amalmu, bagiku amalku..km murtad atau islam...alloh tidak rugi...alloh tetap alloh..tuhan pemilik kerajaan langit dan bumi.

    BalasHapus
  3. Saifudin itu waktu Islam gak pernah sholat jamaah di masjid iajuga suka minuman keras suka makan babi ya pantas dia disesatkan oleh Alloh

    BalasHapus
  4. Saifudin bukan Haji apa lagi Kyai ,ia hanya seorang ustad yg malas beribadah maka ia pindah agama yg ibadahnya cukup 1 x dlm 1 minggu.gak ada kyai yg betul2 kyai yg murah.seorang kyai itu tdk sembarangan.kyai harus punya pesantren .apakah dia punya pesantren? Kyai harus pandai membacanya
    Kitab kuning apakah dia bisa membaca kitab kuning?

    BalasHapus
  5. dia aslinya memang keturunan kristen koq,dia masuk islam dan menikahi putri pengasuh pesantren biar nanti bisa mengambil pesantren trsbt dan akan di murtadkan,itulah misi nya utk masuk islam.

    BalasHapus

 
Top