0 Comment
Prof. Ir. R.M. SEDYATMO (1909-1984)

Mungkin tak banyak yang tahu tentang dirinya. Tetapi namanya, diabadikan sebagai nama jalan bebas hambatan dari Jakarta menuju Bandara Soekarno-Hatta, Jalan Prof. Ir. RM. Sedyatmo. Ia lahir di Karanganyar, Jawa Tengah pada tahun 1909. Ia adalah seorang insinyur Indonesia yang sering dijuluki "Si Kancil" karena terkenal banyak akalnya.

Sedyatmo kecil adalah anak kreatif yang sejak kecil sudah menciptakan penemuan-penemuan kecil, baik itu dalam menciptakan kualitas benang gelasan yang berbobot, maupun dalam menciptakan "pabrik" dari kotoran kerbau yang menjadi bahan permainannya bersama anak-anak desa selama berhari-hari.

Awalnya, dia diberi nama R.M. Sarwanto, tetapi karena dia menderita sakit yang tidak kunjung sembuh, maka sebagaimana biasanya dalam kebiasaan masyarakat Jawa, orangtuanya memberinya nama baru yang lebih sesuai yaitu Sedyatmo. Nama ini memiliki arti sebagai anak yang kelak akan menjadi anak yang baik dan berguna baik masyarakat, bangsa, dan negaranya. Sedyatmo pernah menentang pendapat gurunya yang menyatakan bahwa bumi itu bulat seperti bola. Alih-alih marah, sang guru mencoba menjelaskan sejelas-jelasnya sehingga akhirnya Sedyatmo mengakui kesalahan pemikirannya. Guru ini pula yang kemudian memberikan jaminan kepada rektor Technische Hogescholl (THS), sekarang bernama Institut Teknologi Bandung (ITB), bahwa Sedyatmo pasti bisa mengikuti perkuliahan di sana walaupun saat itu nilai rata-rata tes yang dikantonginya tidak tinggi. Berkat dukungan guru yang pernah ditentangnya di kelas itu, Sedyatmo akhirnya bisa memperoleh beasiswa untuk melanjutkan kuliah ke THS.

Ketika belajar di THS, Sedyatmo juga mempertanyakan fungsi teori bilangan khayal kepada profesor yang mengajarnya. Dengan jujur sang profesor menjawab, "Saya tidak dapat menjawab pertanyaanmu, Tuan Sedyatmo. Tetapi saya hanya memberitahukan bahwa kalau Tuan tidak memahami benar teori bilangan khayal, maka Tuan tidak akan menjadi insinyur yang baik." Jawaban itulah yang membuat Sedyatmo justru lebih dalam berpikir, dan akhirnya mengakui kekuatan imajinasi sebagai salah satu pilar kesuksesan dalam penemuan baru.
Jembatan Wiroko yang berdiri di atas Sungai Bengawan Solo, karya pertama Prof. Ir. R.M. Sedyatmo.
Karya pertama yang melecut kepercayaan dirinya sebagai seorang insinyur adalah jembatan air Wiroko yang selesai dibangun pada tahun 1937. Berkat dukungan penuh dari Mangkunegoro VII, maka tentangan dari pemerintah Belanda, bahkan dari almamater Sedyatmo sendiri (THS) tidak menjadi batu sandungan yang berarti baginya. Karya pertamanya itu menjadi pembuka jalan bagi karya-karya selanjutnya.

Konstruksi Pondasi Cakar Ayam.  
(Gambar dari: http://atadroe88.blogspot.com/)
Salah satu temuannya yang masih dipakai oleh banyak orang hingga saat ini adalah sistem Pondasi Cakar Ayam yang ditemukannya tahun 1962. Pondasi cakar ayam terdiri atas pelat beton bertulang dengan ketebalan 10 hingga 15 centimeter, tergantung dari jenis konstruksi dan keadaan tanah di bawahnya.

Di bawah pelat beton dibuat sumuran pipa-pipa dengan jarak sumbu antara 2 hingga 3 m. Diameter pipa 1.2 meter, tebal 8 sentimeter, dan panjangnya tergantung dari beban di atas pelat serta kondisi tanahnya. Untuk pipa dipakai tulangan tunggal, sedangkan untuk pelat dipakai tulangan ganda.

Sistem pondasi cakar ayam sangat sederhana, hingga cocok sekali diterapkan di daerah di mana peralatan modern dan tenaga ahli sukar didapat. Sampai dengan batas-batas tertentu, sistem ini dapat menggantikan pondasi tiang pancang. Untuk gedung berlantai 3 atau 4 misalnya, sistem cakar ayam biayanya akan sama dengan pondasi tiang pancang 12 meter.

Temuan Sedyatmo awalnya digunakan dalam pembuatan apron Pelabuhan Udara TNI-Angkatan Laut Juanda di Surabaya, landasan Bandara Polonia di Medan, dan landasan Bandara Soekarno-Hatta di Jakarta. Hasil temuannya tersebut telah dipatenkan dan juga dipakai di luar negeri.
Apron Terminal A Bandara Soekarno-Hatta dilihat dari Menara Kontrol yang juga sedang dalam tahap pembangunan pada tahun 1983 dengan menggunakan sistem konstruksi Pondasi Cakar Ayam. (Gambar dari: http://pondasicakarayam.blogspot.com/)
Kendati temuannya dipakai oleh bangsa luar sekalipun, Sedyatmo bukanlah ilmuwan yang haus akan penghargaan. Sikap rendah hati dan dedikasinya yang tinggi terhadap bangsa menjadi spirit bagi ciptaannya. Dan uniknya, Sedyatmo selalu menekankan pentingnya intuisi dan pengamatan terhadap alam semesta. Karya cakar ayamnya merupakan bukti bagaimana ciptaannya itu terilhami oleh akar pohon kelapa.
Dua buah tabung beton yang akan ditanamkan ke dalam tanah sebagai bagian dari sistem konstruksi Pondasi Cakar Ayam. Seorang insinyur yang berdiri disebelahnya bisa dipakai sebagai pembanding besarannnya. Perhatikan pembesian pada tabung-tabung tersebut yang tidak terlalu besar (diameter 12mm). (Gambar dari: http://pondasicakarayam.blogspot.com/)
Beberapa karya Sedyatmo lainnya yang terkenal adalah pompa hidrolis, bendungan Jatiluhur, dan bahkan jembatan Suramadu dibangun berdasarkan konsep awal Sedyatmo. Tak heran, kontribusinya yang luar biasa bagi pengetahuan teknik, dan menobatkan Sedyatmo meraih sejumlah penghargaan internasional.

Pengagum tokoh pewayangan Bima dan Gatotkaca ini sangat mempercayai penyelenggaraan kuasa Sang Maha Pencipta dalam hidup manusia. Oleh karena itu, dalam acara penganugerahan gelar doktor kehormatan dari ITB, Sedyatmo berpesan kepada para mahasiswa sebagai calon inovator di masa depan untuk selalu memanfaatkan "aji-aji pancasona" atau senjata lima serangkai yang sudah diberikan Tuhan kepada manusia yaitu imajinasi, intelektual, intuisi, inspirasi, serta insting yang bekerja di luar kesadaran manusia.

Prof. Ir. R.M. Sedyatmo meninggal dunia di usia 75 tahun pada 1984, dan dimakamkan di Karanganyar. Pemerintah Indonesia menganugerahkan Bintang Mahaputra Kelas I kepada Prof. Ir. R.M. Sedyatmo atas jasa-jasanya. ***

[EKA | DARI BERBAGAI SUMBER | FEBY SYARIFAH | PIKIRAN RAKYAT 28032013]

Posting Komentar Blogger

 
Top