Saat ini muslim tidak lagi punya kekhasan sendiri.
Yang ada dari gaya dan penampilan bahkan akhlak dan tingkah lakunya
hanya ingin mengikuti gaya barat atau gaya orang kafir. Coba kita lihat dari model rambut, cara berpakaian dan penampilan muda-mudi saat ini, sudah sama dengan gaya Ronaldo, Roberto dan Jenifer.
Begitu pula termasuk perayaan seperti Ultah dan New Year yang pemuda muslim rayakan semuanya diimpor dari ajaran non-muslim, bukan ajaran Islam sama sekali. Benarlah disebutkan dalam hadits, umat Islam selangkah demi selangkah akan mengikuti jejak non muslim.
Sunnatullah, Orang Muslim akan Mengikuti Jejak Orang Kafir
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku
mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta
demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada Rasulullah -shallallahu
‘alaihi wa sallam-, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan
Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319)
Dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ
سَنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ
حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang
sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai
jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit
sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).
Ibnu Taimiyah menjelaskan, tidak diragukan lagi bahwa
umat Islam ada yang kelak akan mengikuti jejak Yahudi dan Nashrani
dalam sebagian perkara. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 27: 286.
Syaikhul Islam menerangkan pula bahwa dalam shalat
ketika membaca Al Fatihah kita selalu meminta pada Allah agar
diselamatkan dari jalan orang yang dimurkai dan sesat yaitu jalannya
Yahudi dan Nashrani. Dan sebagian umat Islam ada yang sudah terjerumus
mengikuti jejak kedua golongan tersebut. Lihat Majmu’ Al Fatawa, 1: 65.
Imam Nawawi -rahimahullah- ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob
(lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa
tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan
Nashroni. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan
berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang
diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena
apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.” (Syarh Muslim, 16: 219)
Larangan Tasyabbuh
Walau itu sudah jadi sunnatullah, namun
bukan berarti mengikuti jejak ahli kitab dan orang kafir jadi boleh.
Bahkan secara umum kita dilarang menyerupai mereka dalam hal yang
menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ مِنَّا مَنْ تَشَبَّهَ بِغَيْرِنَا
“Bukan termasuk golongan kami siapa saja yang menyerupai selain kami” (HR. Tirmidzi no. 2695. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kenapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
أَنَّ
الْمُشَابَهَةَ فِي الْأُمُورِ الظَّاهِرَةِ تُورِثُ تَنَاسُبًا
وَتَشَابُهًا فِي الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَلِهَذَا نُهِينَا عَنْ
مُشَابَهَةِ الْكُفَّارِ
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh
pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang
tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
Di tempat lain dalam Majmu’ Al Fatawa, beliau berkata,
فَإِذَا
كَانَ هَذَا فِي التَّشَبُّهِ بِهِمْ وَإِنْ كَانَ مِنْ الْعَادَاتِ
فَكَيْفَ التَّشَبُّهُ بِهِمْ فِيمَا هُوَ أَبْلَغُ مِنْ ذَلِكَ ؟!
“Jika dalam perkara adat (kebiasaan) saja kita
dilarang tasyabbuh dengan mereka, bagaimana lagi dalam perkara yang
lebih dari itu?!” (Majmu’ Al Fatawa, 25: 332)
Macam-Macam Tasyabbuh
Tasyabbuh dengan orang kafir ada dua macam: (1) tasyabbuh yang diharamkan, (2) tasyabbuh yang mubah (boleh).
1- Tasyabbuh yang haram adalah segala perbuatan yang
menjadi kekhususan ajaran orang kafir dan diambil dari ajaran orang
kafir, tidak diajarkan dalam ajaran Islam.
Terkadang tasyabbuh seperti ini dihukumi dosa besar,
bahkan ada yang bisa sampai tingkatan kafir tergantung dari dalil yang
membicarakan hal ini. Tasyabbuh yang dilakukan bisa jadi karena memang
ingin mencocoki ajaran orang kafir, bisa jadi karena dorongan hawa
nafsu, atau karena syubhat bahwa hal tersebut mendatangkan manfaat di
dunia atau di akhirat.
Bagaimana jika melakukannya atas dasar tidak tahu
seperti ada yang merayakan ulang tahun (Ultah) padahal ritual seperti
ini tidak pernah diajarkan dalam Islam? Jawabnya, kalau dasar tidak
tahu, maka ia tidak terkena dosa. Namun orang seperti ini harus
diberitahu. Jika tidak mau nurut, maka ia berarti berdosa.
2- Tasyabbuh yang dibolehkan adalah segala perbuatan
yang asalnya sebenarnya bukan dari orang kafir. Akan tetapi orang kafir
melakukan seperti ini. Maka tidak mengapa menyerupai dalam hal ini,
namun bisa jadi luput karena tidak menyelisihi mereka. Contohnya adalah
seperti membiarkan uban dalam keadaan putih. Padahal disunnahkan jika
warnanya diubah selain warna hitam. Namun jika dibiarkan pun tidak
terlarang keras.
Namun perlu diperhatikan bahwa ada syarat bolehnya tasyabbuh dengan orang kafir:
1- Yang ditiru bukan syi’ar agama orang kafir dan bukan menjadi kekhususan mereka.
2- Yang diserupai bukanlah perkara yang menjadi
syari’at mereka. Seperti dalam syari’at dahulu dalam rangka
penghormatan, maka disyari’atkan sujud. Namun dalam Islam telah
dilarang.
3- Syari’at menjelaskan bolehnya bersesuaian dalam
perbuatan tersebut, namun khusus untuk amalan tersebut saja. Seperti
misalnya dahulu Yahudi melaksanakan puasa Asyura, umat Islam pun
melaksanakan puasa yang sama. Namun juga diselisihi dengan menambahkan
puasa pada hari kesembilan dari bulan Muharram.
4- Menyerupai orang kafir di sini tidak sampai
membuat kita menyelisihi ajaran Islam. Misalnya, orang kafir sekarang
berjenggot. Itu bukan berarti umat Islam harus mencukur jenggot supaya
berbeda dengan orang kafir karena memelihara jenggot sudah menjadi
perintah bagi pria muslim.
5- Menyerupai orang kafir di sini bukan dalam
perayaan mereka. Misalnya, orang kafir merayakan kelahiran Isa (dalam
natal), maka bukan berarti
kita pun harus merayakan kelahiran Nabi Muhammad (dalam Maulid Nabi).
Jadi tidak boleh tasyabbuh dalam hal perayaan orang kafir.
6- Tasyabbuh hanya boleh dalam keadaan hajat yang dibutuhkan, tidak boleh lebih dari itu.
Lihat bahasan dalam Kitab Sunan wal Atsar fin Nahyi ‘an At Tasyabbuh bil Kuffar, oleh Suhail Hasan, hal. 58-59. Dinukil dari Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 2025.
Wallahul muwaffiq.
@ Sakan 27 Jami’ah Malik Su’ud, Riyadh-KSA, 20 Shafar 1434 H
Posting Komentar Blogger Facebook