0 Comment
Inilah lawatan Presiden Suharto ke luar negeri yang paling mendebarkan, setelah ia menjadi presiden selama 25 tahun. Bosnia Herzegovina - siapa yang tak ngeri mendengar nama itu sekarang. Pemilik restoran Italia di kota mahal Kopenhagen, dan sopir taksi Thorsboe di Denmark yang saya temui, ketika mengetahui Presiden Indonesia setelah dari acara KTT Pembangunan Sosial akan pergi ke Sarajevo, rata-rata mereka berkata,“Is he crazy?!!”

Para wartawan Indonesia yang mengikuti rombongan Pak Hartopun, setelah melihat gelagat makin tak jelasnya kondisi di medan pertempuran Sarajevo, berani bertaruh uang (tak banyak hanya Rp 5000,- seorang). Ada yang berkeyakinan Presiden tak jadi pergi ke sana, namun sebagian mengatakan,“Pasti Pak Harto nekat!”

Dan ternyata benar. Nekatnya Pak Harto tetap bersikeras berkunjung ke Sarajevo, bukan saja mencengangkan rakyat Indonesia di tanah air, tetapi juga membuat gemas para pengawalnya yang mendampingi selama perjalanan. Mayjen TNI Pranowo sesmil ( sekretaris militer) Presiden, misalnya. Sampai di Kroasipun masih tak enak makan.“Pikiran saya selalu tertuju pada keselamatan Pak Harto,” ujarnya suatu malam, ketika bersama saya bersantap malam sebelum acara ke Bosnia dilaksanakan. Begitu pula para ajudan dan pengawal pribadi. Semua was-was, antara pikiran jadi berangkat atau tidak. Apalagi, sehari sebelum Pak Harto berangkat, pesawat utusan khusus Sekjen PBB, Yasushi Akashi, sempat diusik tembakan oleh gerilya Serbia.“Bayangkan, bagaimana kita tidak ngeri. Jaminan untuk Presiden kita apa dong, sedangkan Akashi saja diganggu ke Bosnia,” ujar seorang sumber dengan nada was-was. Bahkan, Presiden Turki maupun Paus, tak sempat singgah karena sudaha akan diterkam Serbia. Selama ini, barul Presiden Perancis dan Benazir Bhuto yang berhasil menginjak tempat itu

Lain penampilan para pendamping pak Harto (antara lain Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, diplomat senior Nana Sutresna, para pengawal dan dokter pribadi), lain pula penampilan Kepala Negara RI ini. Sampai sehari menjelang keberangkatan ke Bosniapun, Pak Harto tetap berpenampilan tenang mengikuti acara di gedung parlemen Kroasia. Di ruangan yang sangat cantik dengan hamparan karpet Persia berwarna mahrun itulah Pak Harto dengan lancar menjelaskan kepada Ketua Parlemen Korasia, Nedjeljko Mihanovic dan seluruh stafnya, tentang sistem pemerintahan di Indonesia. Dalam acara santap malampun, tak nampak beban sama sekali pada raut muka Pak Harto. Ia banyak senyum sambil menikmati hidangannya yang disajikan oleh Perdana Menteri Kroasaia dan nyonya, Nikica Valentic di Istana Dvetce
.

Senin tanggal 13 Maret pagi, Pak Harto masih sempat mengadakan pembicaraan empat mata dengan Franjo Tudman, Presiden Kroasia Sementara itu pada saat yang sama, di ruang lain, Ibu Tien diterima oleh istri Tudman sembari tukar menukar tanda mata - perak Jogyakarta untuk si nyonya rumah, dan sulaman Kroasia untuk si tamu.

Pembicaraan paralel lain dilakukan antara para pejabat Indonesia dan pejabat Kroasia, termasuk Pangab Faisal Tanjung . Dalam acara itu, berkali-kali Presiden Kroasia maupun Perdana Menterinya menyatakan terima kasih dan penghargaannya karena Pak Harto dan rombongan mau mengunjungi Kroasia dan apalagi.. Bosnia! PM Kroasia pada bulan Januari yang lalu memang sempat menyampaikan undangan ini saat ia berkunjung ke Jakarta.

Kepala Protokol Istana Basyuni dan Dirjen Protokol Konsuler Irsan dengan tertib tetap menunggu di luar ruangan istana, sembari menghitung, menerka, apakah keberangkatan tetap akan dilangsungkan atau tidak. Menjelang pukul 10.30 belum ada tanda-tanda pembatalan keberangkatan ke Bosnia, tetapi juga belum ada kata ‘okey’- dan ini amat sangat membuat rombongan semakin was-was


Sementara itu, di bandara Internasional Zagreb telah menunggu pesawat buatan Rusia jenis JAK-40 dengan nomor penerbangan RA 81439. Pesawat kecil berkapasitas 24 kursi inilah yang dipersiapkan untuk mengangkut ‘kenekatan’ Suharto, tanggal 13 Maret itu. Setelah pembicaraan di Istana usai sekitar pukul 10.30, rombongan menuju ke lapangan udara. Di sinilah ketegangan mulai muncul. Ali Alatas tampak putih bagaikan kapas! Moerdiono menyipitkan matanya. Boleh saja mereka, ketika ditanya bagaimana perasaannya saat berangkat, menjawab.“Biasa-biasa saja” Namun lain pula kenyataannya. toh mereka pucat pasi! Termasuk dua wartawan yang ikut dalam pesawat tersebut, teman-teman saya dari Kantor Berita Antara dan RRI. Semula wartawan akan diberangkatkan lebih dahulu dengan pesawat lain, sebanyak lima orang. Namun karena keadaan gawat, pesawat dihentikan , menurut salah satu tentara Indonesia yang tergabung dalam UNPROFOR.

Angin kencang di tengah lapangan udara di awal minggu itu, dengan udara menggigit dingin (siang itu 8 derajat Celcius), menambah ketegangan. Pintu pesawat dari buntut terbuka. Para wartawan yang mengerumuni tangga tempat Presiden akan naik, ramai-ramai berseru,“Selamat jalan Pak! Hati-hati bapak-bapak yang lain!! Mereka menyambut tanpa senyum. Ketegangan di wajah Pak Harto mulai terasa. Berselimut mantel hitam pekat, rasanya ia tengah memendam segala perasaannya sekuat tenaga. Satu menit berlalu, rombongan segera menaiki pesawat. Pilot yang bertugas saat itu bernama Vononine Augueni. Anggota UNPROFOR membagikan lembaran kertas putih yang sudah dietak dengan pernyataan bahwa PBB tidak bertanggungjawab sama sekali atas keselamatan penumpang selama perjalanan. Menurut sumber, Pak Harto saat itu tak perdul lagi dengan isi pernyataan itu.“Dia main tandatangan saja lho!”, ujarnya. Seorang wantia petugas PBB dan 14 orang Indonesia memenuhi pesawat kecil itu. Saidi, fotografer kesayangan Pak Harto tak luput dari tugasnya. Dialah yang kelak akan merekam dengan jurus kameranya.


Pak Harto duduk paling depan, berhadapan dengan Komandan Grup A Pasukan Pengaman Presiden kolonel inf Sjafrie Sjamsoedin yang memang sudah berwajah tegang dari awal pagi. Sementara itu para pengantar di bawah tetap memandangi pesawat dengan perasaan seakan-akan baru saja mengantar para tentara yang akan berjuang dan harus menang.

Pesawat buatan Rusia itu lepas landas pukul 11.10, dan tiba di Sarajevo pukul 12.36.“Selama di awan, kami sudah pasrah kok,” ujar Moerdiono. Lalu, mengawali perjalanan Pak Harto mengikuti instruksi memakai baju anti peluru.“Sebab, seandainya pesawat ditembak dari luar, minimal penumpangnya tidak apa-apa,” kata Pranowo. Tetapi ketika turun dari pesawat, Presiden mulai ‘membandel’ lagi. Dia lepas baju anti pelurunya, bahkan semalam sebelumnya ketika seseorang berusaha membujuk Pak Harto untuk tidak jadi berangkat, ia menjawab,“Ah.., saya yakin kalau niat kita baik, InsyaAllah hasilnya juga baik,” katanya.

Pagar betis sebanyak 40 anggota pasukan perlindungan PBB UNPROFOR menyerbu memagari Pak Harto Akashi menyambut di bandara. Tanpa seremonial, tanpa lagu kebangsaan. Lalu Pak Harto dan rombongan buru-buru dijebloskan ke dalam panser putih bertulisan UN. Panser APC ini ( Armoureed PErsonal Carrier) menurut sumber hanya bisa dibuka pintunya oleh dua orang. Satu dari luar, satu lagi dari dalam. Perjalanan 25 menit menuju istana Presiden Bosnia Alija Lzetbegovic tampak sangat mengesankan, menurut Moerdiono.“Bayangkan, kami hanya bisa melihat panser yang keras itu hanya dialasi selimut tebal. Dan bunyinya, MasyaAllah.. berisik banget di telinga!”, ujar Mensesneg merepotasekan kembali suasana yang dialaminya.

Panser anti peluru itu berjalan dikelilingi panser-panser lain sebagai pengawal. Menurut sumber lagi, Pak Harto dimasukkan ke dalam panser ke 7, sehingga dengan diacak begitu, tak mudah orang mengetahuinya. Dalam satu panser lazimnya ada satu sopir, satu komandan kendaraan, dan dua pengawal. Selebihnya, enam orang adalah penumpang. Pak Harto berada bersama ajudan dan pengawal pribadi. Yang juga mencengangkan, dalam perjalanan ke istana, rombongan panser harus melewati jalan-jalan yang di sebelah kanannya adalah bukit-bukit tinggi tempat sniper ( penembak gelap) Serbia mengintai.

Bukit-bukit yang disebut Sniper Alley memang sangat ditakuti di Bosnia. Bahkan tak segan-segan penduduk
Serbia menghantam penumpang trem (kereta api listrik) dari bukit itu. Pagar betis panser-panser dan satu pleton UNPROFOR tetap menjaga rombongan sampai tiba di Istana.“Kami salut betul atas kesiapan UNPROFOR menjaga Pak Harto,” ujar Moerdiono.

Pengawal dari Indonesia memang akhirnya tak berfungsi selama kunjungan. Hanya ada beberapa anggota Paspampres dan bahkan anggota pasukan antiteror dari Detasemen 81 Kopassus pimpinan Kapten Andhika (menantu eks Pangdam Hendropriyono) yang berangkat dari Jakarta tanggal 9 Maret lalu, hanya sampai di Zagbreb saja. Padahal, Andhika dan kelima anak buahnya sudah bersiap diri untuk turut mengawal Pak Harto. Pasukan ini juga sebelumnya sudah menitipkan senjatanya di penerbangan DC 10 Garuda yang digunakan Presiden beserta rombongan. Mereka memang tidak berangkat dengan pesawat yang sama, melainkan dengan Lufthansa lewat Frankfurt menuju Zagreb.

Presiden Bosnia sesungguhnya amat ingin kunjungan bersejarah ini diliput sebanyak-banyaknya oleh wartawan asing dan Indonesia. Bahkan kepada tim advanced (tim pendahulu) Indonesia, sebelumnya ia mengatakan ingin diwawancarai secara terbuka oleh pers Indonesia. Oleh sebab itulah Moerdono begitu bersemangat mengajak 29 wartawan dari tanah air.“Sayangnya, pihak UNPROFOR yang mengatur dan membatasi. Ini demi keselamatan,” ujar Pranowo.


Saat Pak Harto keluar dari panser di halaman Istana pAresiden Alija, ratusan penduduk Sarajevo berteriak sambil melambaikan tangan dengan hangat. Menurut sumber, suasana memang mengharukan, apalagi saat makan siang berlangsung.“Terasa betul daging yang dihidangkan sudah lama disimpan di frisher. Lalu potongan kejunya… astaga… setipis potongan silet. Sunggh menyedihkan. Belum lagi para pengawal istana yang melihat hidangan kami dengan ngiler. Mereka sudah lama tidak mencicipi makanan enak. Mengharukan sekali sehingga membuat kami juga jadi tak enak makan. Pergi ke kamar mandi. WCnya tak ada air, hanya disediakan air dalam satu ember kecil saja. Istanapun seperti keadaan kantor biasa,” cerita sumber saya.

Pak Harto, lucunya juga ketika bersantap menanyakan kepada Alija, darimana mereka bisa memperoleh pengadaan sehari-hari, dan dijawab oleh Alija,“Yaaa… dari badan-badan sosial resmi maupun cara yang tak resmi..!” Dan satu ruanganpun tertawa.“Kami bisa melihat bagaimana bahagianya PResiden Bosnia saat itu menyambut kedatangan Pak Harto,” kata Ali Alatas saat saya duduk di sebelahnya di pesawat, menuju ke Indonesia.


Dalam pembicaraan di Bosnia, Menlu Ali Alatas mengatakan bahwa pemerintah Indonesia berniat menjadi fasilitator untuk menangani kemelut Bosnia-Serbia.“Tapi tentu bukan sebagai mediator”, ujarnya. Indonesia, dengan kunjungan dan dukungan presidennya ke sana, menunjukkan solidaritas yang tinggi dan menjadi suatu dukungan moril tersendiri. Yang berkepentingan dan memutuskan segala sesuatunya, menurut Alatas lagi, adalah mereka sendiri. Pak Harto dalam pembicaraannya dengan tuan rumah juga mengatakan bahwa harus ada pendekatan integral dan jangan sepotong-sepotong. Saling menghormati batas negara juga mutlak berlaku.

Alatas selama di istana kepresidenan Bosnia, sempat pula memberikan keterangan pers kepada wartawan asing, sementara Pak Harto menunggu selama 20 menit di ruang sebelah.“Saat itu Pak Harto sudah mulai banyak tertawa”, ujar Moerdiono.


Perjalanan enam jam di Sarajevo tak luput tetap dipantau oleh wartawan Indonesia dari Zagreb. Konon putri Pak Harto, Mamiek, berkali-kali dari Indonesia menelepon Ibu Tien ke Hotel Intercontinental Zagreb, di lantai 15. Rasa was-was rombongan yang menunggu tak dapat dipungkiri. Saat itu bisa dibayangkan ‘bila terjadi apa-apa’, apakah kami akan pulang dengan rombongan yang tak lengkap lagi?

Akhirnya waktu yang dinanti tiba. Saat penjemputan di bandara Zagreb mejelang maghrib, menjadi suasana mengharukan tersendiri. Udara dingin 3 derajat Celcius menerpa sekeliling. Para wartawan dan rombongan pengawal Presiden yang tak sempat ikut menunggu harap cemas dari dalam bis biru terang yang khusus disediakan pemerintah setempat. Tiap mata tertuju pada gumpalan awan. Begitu pesawat muncul di tengah langit, wartawanpun berteriak, ada yang bersiul, bertepuk dan mengucapkan ‘Alhamdulillah’ berulangkali. Setelah pesawat melandas, tepukan tangan semakin menguat. Suasana penuh haru memang. Para wartawan cepat-cepat berhamburan lari ke tubuh pesawat, menunggu di buntut pesawat sampai pintu terbuka.


Begitu Pak Harto muncul, aturan protokoler seakan sudah tak ditaati lagi oleh rombongan wartawan. Serempak semua berteriak,“Selamat Pak Harto.. bagaimana Bapak di sana? Selamat..! Selamat..!” Dan Presiden tersenyum bahagia meski ia tetap berusaha menahan perasaannya. Begitulah orang ini selalu, sangat jarang memperlihatkan suasana hatinya di depan orang banyak. Namun tanpa diduga, tiba-tiba Pak Harto memandang ke para wartawan dengan senyum dikulum, pandangan yang penuh arti, sambil ia berteriak membalas,“Terima kasih.. terima kasih..!”. Saya menghitung sampai lebih dari empat kali ia berkata begitu, dan buru-buru menaiki mobil , dikawal oleh tentara Kroasia. Ungkapan hati semacam itu, sangat jarang saya temui meski sudah bertahun-tahun bertugas di dekatnya.

Saat disambut hangat oleh para wartawan, membuat mata Moerdiono berkaca-kaca.“Disambut seperti itu, saya sempat merinding, dan kami memang terharu”, ujarnya berterusterang. Moerdiono juga masih membayangkan bagaimana dari panser yang berisik ia memandang suasana kota unik dan cantik itu bagai tidak berjiwa, mati, dan mencekam. Beberapa orang tua melambaikan tangan dengan pandangan kosong, menurutnya. Juga anak-anak bermain di pinggir jalan dengan peralatan bersahaja. Karpet di istana yang benangnya sudah molor ke sana-ke mari, menjadi pemandangan yang menyayat hati.


Pak Harto langsung mengucapkan ‘Alhamdulillah’ saat mendarat di Sarajevo dan apalagi waktu mendarat di Zagreb kembali, ia berulang-ulang berkata ‘Alhamdulillah’, diikuti oleh Alatas, Moerdiono, Faisal Tanjung dan rombongan lain. Banyak wajah lega dan senyum mengembang pada malam itu. Ali Alatas tak seperti kapas lagi. Ia sangat bangga ketika usulan Pak Harto kepada Presiden Kroasia tentang perpanjangan UNPROFOR telah diterima. Artinya, batas 31 Maret bagi pasukan pengaman PBB tersebut bisa diperpanjang lagi.“Ini suatu bukti, misi kita berhasil,” kata Alatas. Moerdiono sendiri, saat mengobrol dengan saya di pesawat menuju Indonesia kembali, sempat berkata, Itulah Presiden kita yang saya kenal. Kalau sudah niat, tekadnya tidak luntur sedikitpun,” katanya. Niat baik Indonesia bisa diukur dari bukti kedatangan presidennya.“Sebagai ketua GNB (Gerakan Non Blok), di mata dunia tentu orang berpikir bahwa dia tak hanya omong, tapi ada realisasinya,” kata Moerdiono.

Ketika saya bertanya langsung kepada Presiden, mengapa ia begitu bersikeras pergi ke Bosnia, padahal situasi gawat tak menentu, Pak Harto menjawab dengan spontan,“Ya! Karena ini terpanggil, sebagai sahabat, yang turut serta memikirkan secara aktif. Nah, kalau aktif, kan harus mengetahui situasi dan kondisi yang sebenarnya, sehingga bisa membuahkan pikiran-pikiran yang rasional untuk bisa diterima. Maka saya usahakan untuk datang. Karena dijamin oleh UNPROFOR, ya saya datang. Alhamdulillah, syukur saya kepada Tuhan Yang Maha Esa dan terima kasih juga kepada UNPROFOR. Da saya bersyukur juga gagasan saya diterima oleh Presiden. Kita menjadi fasilitator, karena kalau mediator kan tidak mampu dan tidak ada ambisi,” jawab Pak Harto dengan mata berbinar-binar dan penuh semangat.


Perjalanan ‘berani mati’ usai sudah. Beban semua pihak juga bagai tercabut dari pundak masing-masing. Ada rasa ringan dan lagi-lagi senyum di sana-sini , termasuk Letkol Heridadi sebagai komandan batalion di Zagreb, yang sudah bekerja keras dan mendapat pujian tinggi dari Akashi, sehingga Pak Harto khusus memanggilnya ke lantai 15 di hotel tempat ia menginap. Ada bingkisan yang diberikan oleh sang Presiden untuknya dan disampaikan pula kepada perwira lain yang bertugas di perbatasan Kroasia. Semua kembali ke Indonesia dengan kenangan masing-masing.


Soeharto sangat terkenal dan di segani di bosnia. Di bosnia ada masjid bernama “ Mosque soeharto” yang masih berdiri kokoh sampai saat ini dan juga sering di pergunakan oleh umat islam di europe.

sumber: pasukan baret merah

Posting Komentar Blogger

 
Top