berikut
ini tulisan tentang rangkaian pengkianatan Syi’ah Rafidhah dan Jejak
Darah yang mereka tinggalkan dalam sejarah yang bukan merupakan akibat
dari Politisasi akan tetapi memang disebabkan oleh Aqidah mereka bahwa
selain Syi’ah adalah kafir dan halal darahnya.
Hingga kini, Syi’ah
masih dipahami oleh masyarakat awam sebagai “mazhab kelima” dalam Islam.
Artinya, Syi’ah dianggap sekadar beda fikih dengan keumuman masyarakat
muslim lainnya. Apalagi, Syi’ah acap menampilkan diri sebagai pembela
ahlual bait, sebuah wajah yang terlihat “mulia”. Muncullah anggapan
bahwa perbedaan Syi’ah dan Sunni (Ahlus Sunnah) adalah “sekadar” pembela
dan bukan pembela Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Oleh karena itu,
tidaklah mengherankan jika masih saja muncul pembelaan yang dilakukan
sebagian masyarakat terhadap Syi’ah. Di kalangan elite Islam, malah
gencar ajakan untuk menyatukan Sunni (baca: Islam) dengan Syi’ah[1].
Jika orang-orang yang masih punya semangat terhadap Islam mau lebih
dalam menyelami agama bentukan Yahudi ini, niscaya dia akan menentang
keras Syi’ah. Membincangkan Syi’ah bukanlah semata soal kekhalifahan
Ali. Bukan pula sesederhana bahwa Syi’ah melakukan kultus individu
kepada Ali. Terlalu dangkal jika kita beranggapan seperti itu.
Syi’ah demikian sarat
dengan ajaran menyimpang. Agama ini mengafirkan hampir seluruh sahabat,
menganggap istri-istri Rasulullah Subhanahu wata’ala sebagai pelacur,
menganggap imam-imam punya kedudukan tertinggi yang tidak dicapai
nabi/rasul dan malaikat yang terdekat, menganggap imam-imam mereka
sebagai pemilik dunia dan isinya, menganggap kenabian Muhammad salah
alamat karena Jibril berkhianat dan tidak memberikannya kepada Ali
radhiyallahu ‘anhu, serta sederet kesesatan lainnya. Itu semua baru dari
satu sisi. Jika mau berkaca dari sisi sejarah, Syi’ahlah yang menjadi
biang keladi pertumpahan darah di dalam Islam. Pembunuh Umar ibnul
Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah pemeluk agama Majusi yang merupakan
akar agama Syi’ah.
Pembantaian Utsman bin
Affan radhiyallahu ‘anhu, adalah hasil provokasi tokoh Yahudi pendiri
Syi’ah, Abdullah bin Saba’. Jatuhnya Daulah Abbasiah adalah hasil
pengkhianatan perdana menterinya yang Syi’ah, dan sebagainya. Demikian
juga sekarang ini, pembantaian muslimin di Yaman, Syria, bergolaknya
suhu politik di Timur Tengah, pembantaian minoritas Ahwaz di Iran yang
Sunni, juga tak lepas dari tangan Syi’ah yang berlumur darah.
Tidak cukupkah sejarah
menyuguhkan episode demi episode berdarah Syi’ah, untuk kemudian kita
“melek” terhadap Syi’ah? Orang-orang bisa tertipu dengan “heroisme”
Syi’ah (baca: Iran) dalam “melawan” hegemoni AS di panggung politik
dunia, tapi kami, Ahlus Sunnah tidak. Orang-orang bisa kagum dengan
pasukan Hizbullah (baca: Syi’ah) yang “melawan” tentara pendudukan
Israel, tapi kami tidak. Semua berita politik itu tak lebih hasil
goreng-menggoreng penguasa opini dunia, Yahudi. Bagaimana pun, Syi’ah
satu rahim dengan Yahudi. Yahudi akan sangat senang ada tangan (yang
dianggap) Islam yang selalu menjadi duri dalam daging dalam tubuh Islam.
Walau Syi’ah terpecah
menjadi beberapa sekte, namun mayoritasnya adalah sekte Imamiyah atau
Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk
menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok ini
terusmenerus menebarkan berbagai macam kesesatannya—termasuk nikah
mut’ah yang dijadikan daya tarik. Lebih-lebih kini didukung Iran, Irak,
dan Syria yang kendali politiknya berada di tangan mereka—Syi’ah
Rafidhah. Oleh karena itu, jangan teriak-teriak toleransi jika tidak
tahu Syi’ah sama sekali, jangan teriak-teriak kebebasan beragama dan
berkeyakinan jika kita tidak paham agama “made in Yahudi” ini, jangan
sok teriak persatuan dan ukhuwah jika itu hanya demi simpati berbuah
kursi. Toleransi ada tempatnya. Namun, faktanya, tidak ada tempat untuk
toleransi dengan Syi’ah.[2]
Berabad-abad lamanya
sekte Syi’ah menyebarkan penyimpangan akidah di tengah umat. Terkhusus
perbuatan mengafirkan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam
bahkan termasuk istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Berangkat dari akidah yang menyimpang tersebut, terjadilah apa yang
terjadi seperti pengkhianatan dan pembantaian terhadap kaum muslimin.
Tulisan berikut ini
menghadirkan sejarah pengkhianatan dan pembantaian yang dilakukan kaum
Syi’ah terhadap kaum muslimin berdasarkan fakta. Disuguhkan dari
sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Al Imam Ibnu Katsir, Tarikh Khulafa karya Al Imam As Suyuthi, dua orang ulama besar bermadzhab [fiqih] Syafi’i.
Pengkhianatan Daulah Qaramithah
Daulah Qaramithah
dinisbahkan kepada Hamdan Qarmath, pemimpin mereka. Didirikan oleh Abu
Said al-Jannabi tahun 278 H berpusat di Bahrain. Mengusung pemikiran
Syi’ah Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah (kepemimpinan)
Ismail bin Ja’far as-Shadiq. Daulah ini berkuasa selama 188 tahun.
Menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif, Bahrain, Oman, dan Syam.
Pada tahun 294 H,
Qaramithah dipimpin Zakrawaih menghadang kepulangan jamaah haji dan
menyerang mereka pada bulan Muharram. Terjadilah peperangan besar kala
itu. Di saat mendapat perlawanan sengit, Syi’ah Qaramithah menarik diri
dengan nada bertanya, “Apakah ada wakil sultan di antara kalian?”
Jamaah haji menjawab,
“Tidak ada seorang pun (yang kalian cari) di tengah-tengah kami.”
Qaramithah lalu berujar, “Maka kami tidak bermaksud menyerang kalian
(salah sasaran).” Peperangan pun berhenti. Sesaat kemudian, ketika
jamaah haji merasa aman dan melanjutkan perjalanannya, maka para
pengikut Syi’ah kembali menyerang mereka.
Banyak jamaah haji
yang terbunuh disana. Adapun mereka yang melarikan diri, diumumkan akan
diberi jaminan keamanan oleh Syi’ah. Ketika sisa jamaah haji tadi
kembali, maka pasukan Syi’ah berkhianat dan membunuh mereka.
Peran kaum wanita
Syi’ah pun tidak kalah sadisnya. Paska perang, kaum wanita Syi’ah
mengelilingi tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa geriba air. Mereka
menawarkan air tersebut di tengah-tengah korban perang. Apabila ada
yang menyahut, maka langsung dibunuh. Jumlah jamaah haji yang terbunuh
saat itu mencapai 20.000 jiwa, ditambah dengan harta yang dirampas
mencapai dua juta dinar. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Pada tahun 312 H,
Qaramithah dipimpin Abu Thahir, putra Abu Said, menyerang jamaah haji
asal Baghdad ketika pulang dari Mekah pada bulan Muharram. Mereka
membunuh dan merampas hewan-hewan bawaan jamaah haji tersebut. Adapun
sisa jamaah haji, ditinggalkan begitu saja sehingga mayoritasnya mati
kehausan di tengah teriknya matahari.
Pada tahun 315 H,
Qaramithah berjumlah 1.500 tentara dipimpin oleh Abu Thahir maju menuju
Kufah pada bulan Syawwal. Mereka dihadapi oleh pasukan Khalifah saat itu
sebanyak 6.000 tentara. Walhasil, pasukan Syi’ah memenangkan peperangan
dan berhasil membunuh mayoritas pasukan Kufah.
Pada tahun 317 H,
Qaramithah sebanyak 700 tentara dipimpin Abu Thahir, yang berumur 22
tahun, mendatangi Mekah saat musim haji. Selanjutnya, mereka membunuh
jamaah haji yang sedang menunaikan manasiknya. Sementara itu, Abu Thahir
duduk di depan Ka’bah dan berseru, “Aku adalah Allah, demi Allah, aku
menciptakan seluruh makhluk dan yang mematikan mereka.”
Abu Thahir segera
memerintahkan pasukannya untuk mengambil pintu Ka’bah, dan
menyobek-nyobek tirai Ka’bah. Salah seorang tentaranya memanjat Ka’bah
untuk mengambil talangnya, namun tewas terjatuh. Ia juga memerintahkan
salah satu tentaranya untuk mengambil Hajar Aswad.Tentara tersebut
mencongkelnya dan dengan angkuhnya berseru, “Mana burung yang
berbondong-bondong itu? Mana pula batu dari neraka Sijjil (yang menimpa
pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah menjelang masa
kelahiran Nabi)?” Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar
Aswad.
Gubernur Mekah dengan
dikawal pasukannya segera menemui pasukan Syi’ah tersebut di tengah
jalan. Berharap agar mereka mau mengembalikan Hajar Aswad dengan imbalan
harta yang banyak. Namun Abu Thahir tidak menggubrisnya. Terjadilah
peperangan setelah itu.
Pasukan Qaramithah
menang dan membunuh mayoritas yang ada di sana. Lalu melanjutkan
perjalanan pulang ke Bahrain dengan membawa harta rampasan milik jamaah
haji. Setelahnya, dibuatlah maklumat menantang umat Islam bila ingin
mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa dengan tebusan uang yang sangat
banyak atau dengan perang.
Hajar Aswad pun berada
di tangan mereka selama 22 tahun. Mereka lalu mengembalikannya pada
tahun 339 H, setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000 dinar oleh
al-Muthi’ Lillah, seorang khalifah Daulah Abbasiyyah.
Pengkhianatan Daulah Fathimiyyah
Sekilas tentang Daulah Fathimiyyah
Daulah ini didirikan
pada tahun 287 H berpusat di Maroko, selanjutnya pindah ke Mesir.
Mengusung pemikiran Syi’ah Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini
imamah Ismail bin Ja’far ash-Shadiq. Daulah Fathimiyyah berkuasa selama
280 tahun. Menguasai Syam, Mesir, Nablus, Asqalan, Beirut, Sis, dan
sekitarnya.
Para khalifah yang
memegang Daulah Fathimiyyah berjumlah 14 khalifah. Pendiri sekaligus
khalifah pertama daulah ini bernama Ubaidullah. Dahulu, dia adalah
seorang pandai besi beragama Yahudi.
Setelah masuk Islam,
mengaku sebagai Imam Mahdi keturunan Fathimah radhiyallahu ‘anha putri
Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Karenanya, daulah ini disebut
sebagai Daulah Fathimiyyah.
Adapun khalifah
terakhir daulah ini adalah al-’Adhidh bin Yusuf. Dia meninggal pada
tahun 567 H di Mesir. Dengan itu maka berakhir pula masa pemerintahan
Daulah Fathimiyyah. Pada perkembangannya, para ulama Ahlus Sunnah
mengafirkan kelompok ini dan menyatakan Daulah Fathimiyyah sebagai
negara kafir yang wajib diperangi.
Prahara pada Tahun 362 H – 363 H
Pada tahun 362 H,
setelah mengadakan kesepakatan bersama dengan Jauhar ash-Shiqalli yang
ditandatangani pada tahun 358 H, memperbolehkan para pengikut Syi’ah
berpindah dari Maroko menuju Mesir. Dengan syarat, tidak menyebarkan
akidah Syi’ah kepada penduduk Mesir.
Ternyata orang-orang
Syi’ah telah mengkhianati isi perjanjian bilateral tersebut. Dengan
didukung ulama besar Syi’ah yang bernama Abu Abdillah asy-Syi’i dari
Yaman, mereka secara perlahan mulai menyebarkan penyimpangan akidah.
Hingga banyak dari penduduk Mesir yang terpengaruh oleh paham tersebut.
Posisi kehakiman dan
jabatan penting ditempati orang-orang Syi’ah. Masjid-masjid jami’
menjadi pusat dakwah Syi’ah. Ajaran seperti adzan ala Syi’ah, hari
kematian Husain , dan mencela sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa
sallam pun menjadi semarak.
Pada tahun 363 H,
seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Abu Bakar an-Nablusi ditangkap oleh
gubernur Damaskus, setelah terpaksa menyelamatkan diri dari Ramalah
menuju Damaskus. Lalu beliau dimasukkan kurungan dan dibawa ke Mesir.
Pemimpin di kala itu
yang bernama al-Mu’iz bertanya, “Aku mendengar laporan bahwa engkau
menyatakan, ‘Kalau seandainya aku memiliki sepuluh anak panah, niscaya
aku akan lepaskan sembilan di antaranya ke barisan Romawi dan satu anak
panah sisanya ke arah penduduk Mesir (para pengikut Syi’ah).”
Abu Bakar menjawab,
“Aku tidak mengatakan hal itu.” Al-Mu’iz menyangka bahwasanya beliau
menarik ucapannya, sehingga al-Mu’iz kembali bertanya, “Lalu apa yang
kau katakan?” Beliau menjawab, “Aku menyatakan bahwasanya selayaknya aku
lepaskan sembilan anak panah ke arah kalian (Syi’ah), barulah anak
panah yang kesepuluh ke arah Romawi.”
Al-Mu’iz bertanya
keheranan, “Mengapa demikian?”, “Karena kalian mengubah agama umat
(Islam), membunuh orang-orang shalih, memadamkan cahaya Ilahi, dan
mengaku-ngaku tentang sesuatu yang tidak kalian miliki,” tegas beliau.
Maka pernyataan ini membuat beliau dihukum.
Hari pertama,
diumumkan vonis hukuman atas beliau. Lalu dicambuk dengan keras pada
hari kedua. Pada hari ketiga, dikupas kulitnya sementara beliau membaca
Al-Qur`an. Seorang Yahudi diperintahkan untuk mengulitinya. Ketika
sampai pada bagian jantungnya, si Yahudi tersebut merasa iba, lalu
mengambil pisau dan menikam beliau hingga meninggal.
Prahara pada Tahun 395 H – 450 H
Pada tahun 395H,
seorang pemimpin yang bernama al-Hakim Biamrillah menetapkan
undang-undang sesuai dengan paham Syi’ah. Dia memerintahkan untuk
memahat dinding-dinding masjid, pasar-pasar, jalan-jalan raya, dan
lainnya dengan tulisan berisi pelecehan terhadap sahabat Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Pada tahun 450 H, kota
Baghdad diserang oleh pasukan Syi’ah pimpinan Arsalan al-Basasiri pada
bulan Dzulqa’dah. Mereka datang dengan membawa panji-panji Mesir
berwarna putih. Penduduk Karkh yang beraliran Syi’ah segera menemui
pasukan tersebut. Kemudian, orang-orang Syi’ah di sana melakukan
penjarahan secara massal.
Mereka menjarah
rumah-rumah kaum muslimin yang ada di kota Basrah. Bahkan menjarah
seluruh isi rumah dari Hakim Agung yang bernama Abdullah al-Damighani,
lalu menjual hasil jarahan tersebut kepada para pedagang.
Lebih dari itu,
orang-orang Syi’ah menangkap seorang menteri yang bernama Ibnu Maslamah.
Mereka mengaraknya, mencacinya, bahkan mengaitkan besi di mulutnya dan
menariknya ke atas tiang kayu. Lalu mereka memukulinya sampai senja hari
hingga beliau meninggal saat itu.
Ibnu Maslamah berkata
menjelang wafatnya, “Segala puji bagi Allah yang menghidupkanku dalam
keadaan bahagia dan mematikan aku sebagai syahid.”
Runtuhnya Dinasti Abbasiyyah
Bagi para pemerhati
sejarah, tentu nama ‘Abbasiyyah tidaklah asing lagi yang dimana Abu
Al-’Abbas yang bergelar As-Saffah mendirikan Negara Islam yang merupakan
batu pertama berdirinya Khilafah Islamiyah terbesar, yaitu Dinasti
‘Abbasiyah. Masa Bani ‘Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa
Keemasan Islam, pada masa ini geliat intelektual dan perkembangan
peradaban Islam mencapai puncaknya. Karakteristik pemerintahan yang
diwarnai corak keislaman tersebut menorehkan prestasi luar biasa yang
dicatat oleh tinta emas sepanjang sejarah manusia.
Seiring berjalannya
waktu ketika Dinasti ‘Abbassiyyah mulai melemah, musuh-musuh Islam pun
segera memanfa’atkan keadaan tersebut untuk menghancurkan Kaum Muslimin.
Dalam menjalankan niat jahat tersebut, kaum busuk syi’ah yang merupakan
sekutu mereka turut andil dalam menumpahkan Darah Kaum Muslimin dengan
pengkhianatan-pengkhianatan yang mereka (kaum syi’ah) lakukan.
Adalah Nashiruddin
Ath-Thusi, salah satu dari ribuan tokoh syi’ah yang sangat berjasa dalam
membunuh Kaum Muslimin, membumi-hanguskan rumah-rumah mereka dan
memusnahkan khazanah keilmuan mereka hingga Baghdad pun menjadi lautan
darah.
Inilah yang menjadi
tema note kali ini, dan ketahuilah wahai Kaum Muslimin, bahwa pembahasan
ini adalah masih satu dari ribuan pengkhianatan – pengkhianatan syi’ah
terhadap Islam! Dan bila kita paparkan semua pengkhianatan-pengkhianatan
mereka satu persatu, maka jangankan note ini atau-pun perpustakaan
terbesar di dunia, bahkan LAUTAN pun tidak akan sanggup menampungnya!
Saksikanlah wahai Kaum Muslimin, Aku bersumpah dengan Nama Allah Yang
Maha Adil, bahwa kejahatan mereka (kaum syi’ah) adalah sangat NYATA.
Pengkhiantan Nashiruddin Ath-Thusi
Nashiruddin Ath-Thusi hidup
sezaman dengan menteri Ibnu Al-Alqami dan dia adalah seorang Syi’i
Rafidhi yang jahat seperti dia. Jenis pengkhianatannya bermacam-macam,
antara lain adalah membantu memerangi Ahlus Sunnah dan mengambil harta
benda mereka, serta pemikiran mereka. Soal pengkhianatannya dalam
membantu membunuh Ahlus sunnah adalah sangat jelas dan amat nyata.
Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :
الخواجا نصير الدين الطوسي وزر لأصحاب قلاع الألموت من الإسماعيلية، ثم وزر لهولاكو، وكان معه في واقعة بغداد [3]
Di tempat lain Beliau juga berkata :
كان
النصير وزيرًا لشمس الشموس ولأبيه قبله علاء الدين بن جلال الدين، وكانوا
ينسبون إلى نزار بن المستنصر العبيدي، وانتخب هولاكو النصير ليكون في خدمته
كالوزير المشير، فلما قدم هولاكو وتهيب من قتل الخليفة – أيفي واقعة بغداد
656هـ – هونعليه الوزير – الطوسي – ذلكفقتلوه رفسا، وهو في جوالق لئلا يقع
على الأرض شيء من دمه وأشار الطوسي بقتل جماعة كبيرة – منسادات العلماء
والقضاة والأكابر والرؤساء وأولي الحل والعقد – معالخليفة فباء بآثامهم
“Nashiruddin adalah
salah seorang menterinya Syams Asy-Syumus dan juga ayahnya sebelumnya
yaitu Ala’uddin bin Jalaluddin. Mereka mempunyai hubungan nasab dengan
Nizar bin Al-Mustanshir Al-Ubaidi. Hulako memilih Nashiruddin untuk
membantunya, seperti seorang perdana menteri. Ketika Hulako datang dan
dia merasa takut untuk membunuh khalifah -dalam perang Baghdad tahun 656
H — menteri Ath-Thusi ini menenangkannya (agar jangan takut). Kemudian
mereka membunuhnya dengan cara menendangnya, dengan cara dia dimasukkan
ke dalam karung, agar darahnya tidak menetes ke tanah. Ath-Thusi juga
memprovokasi khalifah untuk membunuh para Ulama, para Qadhi, para
Pejabat, para Pemimpin dan para pembuat undang-undang (Anggota Dewan).
Maka dia harus bertanggung jawab atas dosa-dosa semua itu” [4]
Orang-orang syi’ah
memuji pengkhianatan yang telah diperbuat oleh Ath-Thusi dan mereka
menyayanginya, dan menganggap hal itu sebagai kemenangan yang nyata bagi
Islam, contohnya adalah pujian ulama mereka yang bernama Muhammad Baqir Al-Musawi dalam kitab Raudhaat Al-Jannaat Juz 6 kepada Ath-Thusi :
Dia (Muhammad Baqir Al-Musawi) mengatakan tentang Ath-Thusi dengan memuji :
هو
المحقق المتكلم الحكيم المتجبر الجليل.. ومنجملة أمره المشهور المعروف
المنقول حكاية استيزاره للسلطان المحتشم في محروسة إيران هولاكو خان بن
تولي جنكيز خان من عظماء سلاطين التتارية، وأتراك المغول ومجيئه في موكب
السلطان مؤيد مع كمال الاستعداد إلى دار السلام بغداد؛ لإرشاد العباد
وإصلاح البلاد، وقطع دابر سلسلة البغي والفساد، وإخماد دائرة الجور
والإلباس بإبداد دائرة ملك بني العباس، وإيقاع القتل العام في أتباع أولئك
الطغاة إلى أن سال من دمائهم الأقذار كأمثال الأنهار فانهار بها في ماء
دجلة، ومنها إلى نار جهنم دار البوار، ومحل الأشقياء والأشرار
“Dia adalah seorang
peneliti, pembicara, orang yang bijaksana, yang baik dan mulia…Di
antara salah satu ceritanya yang terkenal adalah cerita di mana dia
diminta untuk menjadi menteri seorang sultan yang sederhana dalam
mengawasi Iran, Hulako Khan bin Tauli Jengis Khan, salah seorang
pemimpin besar Tatar dan pegunungan Mongolia. Dan kedatangannya bersama
rombongan sultan dengan penuh kesiapan ke Dar As-Salam Baghdad, untuk
membimbing orang-orang, memperbaiki negara, memutus rantai penindasan
dan kerusakan, memadamkan lingkaran kezhaliman dan kekacauan dengan
menghancurkan lingkaran kekuasaan Bani Abbas dan melakukan pembunuhan
massal terhadap para pengikut mereka yang zhalim, sehingga darah mereka
yang kotor mengalir bagai air sungai, kemudian mengalir ke sungai Dajlah
dan sebagian lagi ke neraka Jahanam lembah kebinasaan dan tempat
orang-orang yang celaka dan jahat”
Astaghfirullah.. pengkhianatan dibilang sebagai membimbing orang-orang, dan memperbaiki negara?!!
Benarlah apa yang
telah difirmankan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla tentang perumpamaan
orang-orang yang berkhianat dan membuat kerusakan, yaitu (yang artinya) :
“Dan bila dikatakan kepada mereka, Janganlah kamu membuat kerusakan
di muka bumi,’ mereka menjawab, `Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan kebaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah yang membuat
kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (Al-Baqarah: 11-12).
Lalu Khomeini[5]
pun telah memuji Nashiruddin Ath-Thusi dan memberkati pengkhianatannya,
dan menganggapnya sebagai kemenangan yang nyata dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah halaman 123.
Khomeini berkata :
ولو
كان دخول فقيه في أجهزة الظلمة مؤدياً إلى رواج الظلم وضعف الإسلام؛ فلا
يحق له الدخول، حتى لو أدى ذلك إلى قتله. ولايقبل منه أي عذر، إلاّ أن يكون
لدخوله أساس ومنشأ عقلائي، كحالة علي بن يقطين الذي كان سبب دخوله
معلوماً، أو العلامة نصير الطوسي رضوان الله عليه الذي كان لدخوله تلك
الفوائد المعلومة
“Jika seorang faqih
menjadi aparat pemerintah zhalim dapat menyebabkan kuatnya pemerintahan
tersebut dan menjadikan lemahnya Islam maka dia tidak boleh
melakukannya walaupun berakibat dia dibunuh. Tidak ada alasan yang dia
tawarkan untuk dapat diterima, kecuali jika masukinya memiliki beberapa
dasar yang rasional, seperti yang terjadi dengan ‘Ali bin Yaqtin dan
Nashir Ath-Thusi yang tindakannya sebagaimana telah diketahui membuahkan
hasil yang menguntungkan.” [Al-Hukumah Al-Islamiyah]
Begitulah, ketika
timbangan sudah terbalik, pengkhianatan terhadap Islam dan Kaum Muslimin
dianggap sebagai pengorbanan yang besar terhadap Islam dan Kaum
Muslimin!!
Khomeini juga berkata
bahwa merupakan kesedihan ketika kehilangan orang-orang seperti
Ath-Thusi yang telah berjuang memberi khidmat yang mulia untuk Islam.
(Gila.. menghancurkan Islam dibilang berjuang dan berkhidmat untuk
Islam??!!)
Dia (khomeini) juga berkata :
إنّما
يُثلَمُ في الإسلام ثلمة عندما يفقد الإسلام شخصاً كالإمام الحسين (ع)،
الذي كان حافظاً لعقائد الإسلام وقوانينه ونظمه. أوكمثل العلامة نصير الدين
الطوسي والعلاّمة الحلي الذين قدّموا الخدمات الجليلة والبارزة، فهؤلاء
عندما يموتون يثلم في الإسلام ثلمة
“Sungguh keretakan
pada Islam terjadi ketika Islam kehilangan Pribadi seperti Imam
Al-Husain yang menjaga ‘Aqidah Islam, hukum-hukumnya, serta tatanannya.
Atau seperti Al-’Allamah Nashiruddin Ath-Thusi dan Al-’Allamah Al-Hilli
yang mereka telah memberikan khidmat yang mulia…” [Al-Hukumah Al-Islamiyah]
Pada perkataan
Khomeini sebelumnya, kita mendapatkan sosok yang bernama ‘Ali bin Yaqtin
yang turut dipuja oleh Khomeini. Siapakah ‘Ali bin Yaqtin itu? Dia
adalah pengkhianat yang telah menumpahkan banyak dari Darah Kaum
Muslimin sebagaimana Ath-Thusi. Berkata Nikmatullah Al-Jazairy tentang ‘Ali bin Yaqtin dalam kitabnya Anwar An-Nu’maniyyah juz 2 :
Nikmatullah Al-Jazairy berkata :
وفي
الروايات أن علي بن يقطين وهو وزير الرشيد قد اجتمع في حبسه جماعة من
المخالفين وكان من خواص الشيعة فأمر غلمانه وهدوا سقف الحبس على المحبوسين
فماتوا كلهم وكانوا خمسمائة رجل تقريباً فأراد الخلاص من تبعات دمائهم
فأرسل إلى مولانا الكاظم فكتب عليه السلام إليه جواب كتابه بأنك لو كنت
تقدمت إلي قبل قتلهم لما كان عليك شيء من دمائهم وحيث أنك لم تتقدم إلي
فكفّر عن كل رجل قتلته منهم بتيس والتيس خير منه، فانظر إلى هذه الدية
الجزيلة التي لاتعادل دية أخيهم الأصغر وهو كلب الصيد فإن ديته خمس وعشرون
درهماً ولا دية أخيهم الأكبر وهو اليهودي أو المجوسي فإنها ثمانمائة درهم
وحالهم في الآخرة أخس وأنجس
“Sesungguhnya Ali
ibn Yaqtin, dan dia sebelumnya adalah Menteri dari Ar Rasyid, menyetujui
untuk memenjarakan sekelompok mukhalifin (Ahlus Sunnah). Dia (ibn
Yaqtin) adalah salah satu pemimpin syi’ah. Dia memerintahkan para
pembantunya untuk meruntuhkan atap yang berada di atas para tahanan
tersebut. Semua orang di dalamnya tewas. Ada sekitar 500 orang yang
tewas. Dia bermaksud untuk menyelamatkan diri dari darah yang dia
tumpahkan tersebut, dan menulis surat pada maulana Al-Kazhim. Sebagai
balasan (imam menulis padanya) : ‘jika engkau datang kepadaku sebelum
membunuh mereka, engkau tak harus membayar apapun untuk darah mereka.
Akan tetapi, karena engkau tidak datang kepadaku (sebelum pembunuhan
tersebut), serahkan seekor kambing (betina) sebagai penebus dosa untuk
tiap orang yang terbunuh. Dan kambing lebih baik dari mereka. (Penulis
Ni’matullah Jazairi meneruskan) Lihatlah betapa kecilnya penebusan dosa
tersebut! tidak sebanding dengan denda saudara bungsu mereka yaitu
anjing pemburu, karena diyat/denda membunuh anjing pemburu adalah 20
dirham, dan tidak pula sebanding dengan diyat/denda membunuh saudara
sulung mereka yahudi atau majusi yaitu 800 dirham. Dan nasib mereka di
akhirat adalah lebih buruk dan lebih najis.”
Pengkhianatan
Ath-Thusi dalam pembunuhan, telah berdampak pada pengkhianatan yang
serius, yaitu pengkhianatan terhadap kebudayaan umat Islam, warisannya,
pemikirannya, dan kebudayaannya. Karena Ath-Thusi bila diteliti, dia
adalah seorang yang menguasai berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu
kalam, filsafat, dan mantiq. Dia sangat paham untuk mengarahkan
serangannya yang mematikan terhadap umat Islam, terhadap warisan
kebudayaan dan pemikirannya. Dia berusaha untuk menghancurkan buku-buku,
memusnahkannya, dan merampasnya, serta mempertahankan para filsuf dan
tukang-tukang ramal.
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :
عمل
الخواجة نصير الدين الطوسي الرصد بمدينة مراغة، ونقل إليها شيئًا كثيرًا
من كتب الأوقاف التي كانت ببغداد، وعمل دارًا للحكمة، ورتب فيها الفلاسفة،
ورتب لكل واحد في اليوم والليلة ثلاثة دراهم
“Pada tahun 657 H
Al-Khawajah Nashiruddin Ath-Thusi melakukan pengintaian di kota Muraghah
dan memindahkan begitu banyak buku-buku wakaf yang sebelumnya ada di
Baghdad ke sana. Dia mendirikan Dar Al-Hikmah untuk mengorganisir para
filsuf di sana dan menetapkan tiga dirham bagi setiap orang dalam sehari
semalam.”[6]
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata :
ولما
انتهت النوبة إلى نصير الشرك والكفر الملحد، وزير الملاحدة النصير الطوسي
وزير هولاكو شفا نفسه من أتباع الرسول الكريم – وأهلدينه، فعرضهم على
السيف، حتى شفا إخوانه من الملاحدة، واشتفى هو فقتل الخليفة والقضاة
والفقهاء والمحدثين، واستبقى الفلاسفة والمنجمين والطبائعيين والسحرة، ونقل
أوقاف المدارس والمساجد والربط إليهم، وجعلهم خاصته وأولياءه، ونصر في
كتبه قدم العالم وبطلان المعاد وإنكار صفات الرب جل جلاله من علمه وقدرته
وحياته وسمعه وبصره، وأنه لا داخل العالم ولا خارجه، وليس فوق العرش إله
يعبد ألبته، واتخذ للملاحدة مدارس، ورام جعل إشارات إمام الملحدين ابن سينا
مكان القرآن، فلم يقدر على ذلك، فقال هي قرآن الخواص، وذاك قرآن العوام،
ورام تغيير الصلاة وجعلها صلاتين فلم يتم له الأمر وتعلم السحر في آخر
الأمر، فكان ساحرًا يعبد الأصنام، وصارع محمد الشهرستاني ابن سينا في كتابه
سماه المصارعة أبطل فيه قوله بقدم العالم وإنكار المعاد ونَفْي علم الرب
تعالى وقدرته وخلقه للعالم، فقام له نصير الإلحاد وقعد، ونقضه بكتاب سماه
مصارعة المصارعة.. وبالجملةفكان هذا الملحد هو وأتباعه من الملحدين
الكافرين بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر
“Ketika peran itu
berpindah ke tangan penyokong kemusyrikan dan atheisme, yaitu menteri
para atheis Nashiruddin Ath-Thusi menterinya Hulako, dia membebaskan
dirinya dari para pengikut Rasulullah yang mulia dan para pemeluk
agamanya. Dia mengangkat pedangnya pada mereka, sehingga
saudara-saudaranya terbebas dari para atheis. Dan dia sembuh, kemudian
membunuh khalifah, para qadhi, para fuqaha, dan ahli hadits, serta
mempertahankan para filsuf, tukang-tukang ramal, dan para penyihir. Dan
memindahkan sekolah-sekolah wakaf, masjid-masjid, dan
pengajian-pengajian kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai
pemiliknya dan pemimpinnya. Dalam buku-bukunya dia mendukung pendapat
tentang qidamnya alam dan tidak adanya ma’ad (akhirat), serta
mengingkari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla tentang ilmu-Nya,
kekuasaan-Nya, hidup-Nya, pendengaran dan penglihatan-Nya, dan
bahwasanya Dia tidak berada di dalam alam maupun di luar alam, serta
tidak ada satu Tuhan pun yang disembah di atas arsy. Dia menjadikan
sekolah-sekolah untuk para atheis. Dia juga ingin mengubah shalat dan
menjadikannya hanya dua rakaat, tetapi itu tidak terlaksana. Pada
akhirnya dia mempelajari ilmu sihir. Dia adalah seorang penyihir yang
menyembah berhala. Muhammad Asy-Syahrastani menentang Ibnu Sina dalam
kitab yang dia beri judul Al-Mushara’ah. Dia menentang pendapatnya
tentang qidam-nya alam, dan pengingkarannya terhadap akhirat serta
menafikan ilmu-Nya Allah dan kekuasaan-Nya serta penciptaan alam
semesta. Kemudian sepontan para penyokong atheisme menghadapinya, lalu
mundur. Dia menyanggahnya dengan buku yang berjudul Mushara’at
Al-Mushara’ah. Kesimpulannya, bahwa orang ini dan para pengikutnya
adalah orang-orang atheis yang tidak beriman kepada Allah, kepada para
malaikat, Kitab-Kitab-Nya, para rasul dan hari akhir” [7]
[ ابنقيم الجوزية إغاثة اللهفان من مصايد الشيطان 2/263]
Asy-Syaikh Muhibbuddin Al-Khathib berkata :
النصير
الطوسي . جاءفي طليعة موكب السفاح هولاكو، وأشرف معه على إباحة الذبح
العام في رقاب المسلمين والمسلمات، أطفالاً وشيوخًا، ورضي بتغريق كتب العلم
الإسلامية في دجلة، حتى بقيت مياهها تجري سوداء أيامًا وليالي من مداد
الكتب المخطوطة التي ذهب بها نفائس التراث الإسلامي من تاريخ وأدب ولغة
وشعر وحكمة، فضلاً عن العلوم الشرعية ومصنفات أئمة السلف من الرعيل الأول،
التي كانت لا تزال موجودة بكثرة إلى ذلك الحين، وقد تلف مع ما تلف من
أمثالها في تلك الكارثة الثقافية التي لم يسبق لها نظير
“
[محبالدين الخطيب: الخطوطالعريضة للأسس التي قام عليها دين الشيعة الاثنى عشرية (ص47،48) طالمركز الإسلامي للإعلام والنشر]
Pengkhianatan terhadap
peradaban dan kebudayaan ini telah memalingkan pandangan saya pada
sesuatu yang penting, yaitu bahwa kita ketika sedang membaca buku-buku
biografi para tokoh atau buku-buku yang khusus mencatat judul-judul
buku, kita sering mendengar tentang puluhan bahkan ratusan karya-karya
besar, tetapi kita dikejutkan oleh tidak sampainya karya-karya tersebut
kepada kita, kecuali hanya sedikit saja.
Maka, kita mengetahui
bahwa pengkhianatan terhadap peradaban dan kebudayaan adalah sebab di
balik hilangnya sebagian besar karya-karya berharga milik umat ini,
sampai datang imperialisme baru, lalu mencuri puluhan ensiklopedi ilmiah
dari warisan umat ini dan membawanya ke negaranya. Siapakah yang tahu,
kemungkinan tangan-tangan pengkhianat syi’ah-lah yang telah berbuat
terhadap warisan umat ini saat sekarang seperti yang dilakukan pada masa
lalu.
Perlu disebutkan,
bahwa dalam peperangan terakhir di Iraq ketika orang-orang “Tatar baru”
di bawah pimpinan Hulako datang ke Baghdad, adalah juga sebagai akibat
dari pengkhianatan. Kekacauan pun terjadi di seluruh negeri. Orang-orang
Syi’ah sengaja datang ke tempat-tempat penyimpanan dokumen-dokumen,
lalu mereka mencuri semuanya. Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan
hanya kepada-Nya lah kita kembali.
Pengkhianatan Muhammad Ibnul Alqami
Sejarah juga mencatat bahwasanya runtuhnya Daulah ‘Abbasiyyah (tahun 656 H) adalah karena pengkhianatan sang Perdana Menteri Muhammad Ibnul Alqami yang beragama Syi’ah
Akibatnya Khalifah
Abdullah bin Manshur yang bergelar Al Mu’tashim Billah dan para pejabat
pentingnya tewas mengenaskan dibantai oleh pasukan Tartar yang dipimpin
oleh Hulaghu Khan. Kota Baghdad porak-poranda. Kebakaran terjadi di
mana-mana. Umat Islam yang tinggal di Kota baghdad dibantai secara
massal : Tua, Muda, anak-anak, laki maupun perempuan, yang awam maupun
yang ulamanya.
Selama 40 hari
pembantaian terus menerus terjadi. Kota Baghdad bersimbah darah.
Tumpukan mayat kaum muslimin berserakan di mana-mana. Bau mayat yang
membusuk makin menambah duka nestapa. Sungai Tigris kemerahan karena
simbahan darah kaum muslimin. Di sisi lain Sungai Dajlah menghitam
karena lunturan tinta dari kitab-kitab berharga karya para ulama yang
dibakar dan/atau mereka buang ke dalamnya. Wallahul Musta’an
Pengkhianatan Khomeini
Berdasarkan penuturan
DR. Musa Al-Musawi, Mendiang telah memimpin Iran selama 10 tahun dengan
api dan besi dan telah menggantung oposisinya sebanyak 150.000 orang,
mengusir 3 juta orang, membungkam kebebasan 50 juta warga Syi’ah dalam
ranah politik, pemikiran, dan sosial, menimbulkan kemiskinan yang tidak
ada taranya, menyebabkan perang dengan Irak dan memakan korban sekitar
satu juta orang, dan 100 ribu orang Syi’ah dipenjara.
Pengkhianatan organisasi amal yang melahirkan Hizbullatah
dengan membantai warga Palestina Sunni sebanyak 3100 antara yang
terbunuh dan terluka pada tanggal 20 Mei 1985 sampai 18 Juni 1985.
Begitu pula pembantaian Syi’ah Irak bekerja sama dengan tentara Amerika.
DR. Harits Adh-Dhori melaporkan jumlah Ahlus Sunah Irak yang terbunuh
mencapai 200 ribu orang, 100 ribu dibunuh Syi’ah dan 100 ribu lainnya
dibunuh oleh tentara Amerika. Kaum Syi’ah ketika membunuh ulama dan para
khatib ahlus sunah dengan cara sadis memotong-motong anggota tubuh dan
mencongkel mata dengan besi panas sebelum dibunuh. Bahkan para pembesar
Iran di Qum dan Bashrah menyatakan kalau tidak karena Syi’ah Kabul dan
Baghdad tidak akan jatuh.
Setelah berbagai
catatan kelam sejarah Syi’ah yang tangan mereka berlumuran darah kaum
muslimin serta beragam penyimpangan mereka yang dibukukan oleh para
‘ulama maka masihkah kita akan tertipu dan berupaya untuk menyatukan
Sunni dan Syi’ah bahkan mengatakan bahwa konflik antara Sunni dan Syi’ah
hanyalah akibat politisasi. Innnalillah w ainna ilaihi roji’un. Bangunlah wahai saudaraku, sampai kapan kalian akan tertidur dan mata kalian dibutakan oleh ambisi.
Sumber :
1. Al Bidayah wa An Nihayah
2. Tarikh Khulafa’
3. Majalah Asy Syariah
[1] Seperti yang dilakukan kelompok Hizbut Tahrir
[2] Majalah Asy Syariah No. 92/VIII/1434 H/2013
[3] Al Bidayah Wan Nihayah 13/267
[4] Al Bidayah Wan Nihayah 13/201
[5] Khumaini (Khomeini) Mencela Rasulullah
[6] Al Bidayah Wan Nihayah 13/315
[7] Ighatsatul Lahafan 2/263
Posting Komentar Blogger Facebook