0 Comment
berikut ini tulisan tentang rangkaian pengkianatan Syi’ah Rafidhah dan Jejak Darah yang mereka tinggalkan dalam sejarah yang bukan merupakan akibat dari Politisasi akan tetapi memang disebabkan oleh Aqidah mereka bahwa selain Syi’ah adalah kafir dan halal darahnya.
Hingga kini, Syi’ah masih dipahami oleh masyarakat awam sebagai “mazhab kelima” dalam Islam. Artinya, Syi’ah dianggap sekadar beda fikih dengan keumuman masyarakat muslim lainnya. Apalagi, Syi’ah acap menampilkan diri sebagai pembela ahlual bait, sebuah wajah yang terlihat “mulia”. Muncullah anggapan bahwa perbedaan Syi’ah dan Sunni (Ahlus Sunnah) adalah “sekadar” pembela dan bukan pembela Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika masih saja muncul pembelaan yang dilakukan sebagian masyarakat terhadap Syi’ah. Di kalangan elite Islam, malah gencar ajakan untuk menyatukan Sunni (baca: Islam) dengan Syi’ah[1]. Jika orang-orang yang masih punya semangat terhadap Islam mau lebih dalam menyelami agama bentukan Yahudi ini, niscaya dia akan menentang keras Syi’ah. Membincangkan Syi’ah bukanlah semata soal kekhalifahan Ali. Bukan pula sesederhana bahwa Syi’ah melakukan kultus individu kepada Ali. Terlalu dangkal jika kita beranggapan seperti itu.
Syi’ah demikian sarat dengan ajaran menyimpang. Agama ini mengafirkan hampir seluruh sahabat, menganggap istri-istri Rasulullah Subhanahu wata’ala sebagai pelacur, menganggap imam-imam punya kedudukan tertinggi yang tidak dicapai nabi/rasul dan malaikat yang terdekat, menganggap imam-imam mereka sebagai pemilik dunia dan isinya, menganggap kenabian Muhammad salah alamat karena Jibril berkhianat dan tidak memberikannya kepada Ali radhiyallahu ‘anhu, serta sederet kesesatan lainnya. Itu semua baru dari satu sisi. Jika mau berkaca dari sisi sejarah, Syi’ahlah yang menjadi biang keladi pertumpahan darah di dalam Islam. Pembunuh Umar ibnul Khaththab radhiyallahu ‘anhu adalah pemeluk agama Majusi yang merupakan akar agama Syi’ah.
Pembantaian Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu, adalah hasil provokasi tokoh Yahudi pendiri Syi’ah, Abdullah bin Saba’. Jatuhnya Daulah Abbasiah adalah hasil pengkhianatan perdana menterinya yang Syi’ah, dan sebagainya. Demikian juga sekarang ini, pembantaian muslimin di Yaman, Syria, bergolaknya suhu politik di Timur Tengah, pembantaian minoritas Ahwaz di Iran yang Sunni, juga tak lepas dari tangan Syi’ah yang berlumur darah.
Tidak cukupkah sejarah menyuguhkan episode demi episode berdarah Syi’ah, untuk kemudian kita “melek” terhadap Syi’ah? Orang-orang bisa tertipu dengan “heroisme” Syi’ah (baca: Iran) dalam “melawan” hegemoni AS di panggung politik dunia, tapi kami, Ahlus Sunnah tidak. Orang-orang bisa kagum dengan pasukan Hizbullah (baca: Syi’ah) yang “melawan” tentara pendudukan Israel, tapi kami tidak. Semua berita politik itu tak lebih hasil goreng-menggoreng penguasa opini dunia, Yahudi. Bagaimana pun, Syi’ah satu rahim dengan Yahudi. Yahudi akan sangat senang ada tangan (yang dianggap) Islam yang selalu menjadi duri dalam daging dalam tubuh Islam.
Walau Syi’ah terpecah menjadi beberapa sekte, namun mayoritasnya adalah sekte Imamiyah atau Rafidhah, yang sejak dahulu hingga kini berjuang keras untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Dengan segala cara, kelompok ini terusmenerus menebarkan berbagai macam kesesatannya—termasuk nikah mut’ah yang dijadikan daya tarik. Lebih-lebih kini didukung Iran, Irak, dan Syria yang kendali politiknya berada di tangan mereka—Syi’ah Rafidhah. Oleh karena itu, jangan teriak-teriak toleransi jika tidak tahu Syi’ah sama sekali, jangan teriak-teriak kebebasan beragama dan berkeyakinan jika kita tidak paham agama “made in Yahudi” ini, jangan sok teriak persatuan dan ukhuwah jika itu hanya demi simpati berbuah kursi. Toleransi ada tempatnya. Namun, faktanya, tidak ada tempat untuk toleransi dengan Syi’ah.[2]
Berabad-abad lamanya sekte Syi’ah menyebarkan penyimpangan akidah di tengah umat. Terkhusus perbuatan mengafirkan para sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bahkan termasuk istri-istri beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Berangkat dari akidah yang menyimpang tersebut, terjadilah apa yang terjadi seperti pengkhianatan dan pembantaian terhadap kaum muslimin.
Tulisan berikut ini menghadirkan sejarah pengkhianatan dan pembantaian yang dilakukan kaum Syi’ah terhadap kaum muslimin berdasarkan fakta. Disuguhkan dari sejumlah karya tulis para ulama, di antaranya adalah kitab al-Bidayah wan Nihayah karya Al Imam Ibnu Katsir, Tarikh Khulafa karya Al Imam As Suyuthi, dua orang ulama besar bermadzhab [fiqih] Syafi’i.
Pengkhianatan Daulah Qaramithah
Daulah Qaramithah dinisbahkan kepada Hamdan Qarmath, pemimpin mereka. Didirikan oleh Abu Said al-Jannabi tahun 278 H berpusat di Bahrain. Mengusung pemikiran Syi’ah Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah (kepemimpinan) Ismail bin Ja’far as-Shadiq. Daulah ini berkuasa selama 188 tahun. Menguasai daerah Ahsa’, Hajar, Qathif, Bahrain, Oman, dan Syam.
Pada tahun 294 H, Qaramithah dipimpin Zakrawaih menghadang kepulangan jamaah haji dan menyerang mereka pada bulan Muharram. Terjadilah peperangan besar kala itu. Di saat mendapat perlawanan sengit, Syi’ah Qaramithah menarik diri dengan nada bertanya, “Apakah ada wakil sultan di antara kalian?”
Jamaah haji menjawab, “Tidak ada seorang pun (yang kalian cari) di tengah-tengah kami.” Qaramithah lalu berujar, “Maka kami tidak bermaksud menyerang kalian (salah sasaran).” Peperangan pun berhenti. Sesaat kemudian, ketika jamaah haji merasa aman dan melanjutkan perjalanannya, maka para pengikut Syi’ah kembali menyerang mereka.
Banyak jamaah haji yang terbunuh disana. Adapun mereka yang melarikan diri, diumumkan akan diberi jaminan keamanan oleh Syi’ah. Ketika sisa jamaah haji tadi kembali, maka pasukan Syi’ah berkhianat dan membunuh mereka.
Peran kaum wanita Syi’ah pun tidak kalah sadisnya. Paska perang, kaum wanita Syi’ah mengelilingi tumpukan-tumpukan jenazah dengan membawa geriba air. Mereka menawarkan air tersebut di tengah-tengah korban perang. Apabila ada yang menyahut, maka langsung dibunuh. Jumlah jamaah haji yang terbunuh saat itu mencapai 20.000 jiwa, ditambah dengan harta yang dirampas mencapai dua juta dinar. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.
Pada tahun 312 H, Qaramithah dipimpin Abu Thahir, putra Abu Said, menyerang jamaah haji asal Baghdad ketika pulang dari Mekah pada bulan Muharram. Mereka membunuh dan merampas hewan-hewan bawaan jamaah haji tersebut. Adapun sisa jamaah haji, ditinggalkan begitu saja sehingga mayoritasnya mati kehausan di tengah teriknya matahari.
Pada tahun 315 H, Qaramithah berjumlah 1.500 tentara dipimpin oleh Abu Thahir maju menuju Kufah pada bulan Syawwal. Mereka dihadapi oleh pasukan Khalifah saat itu sebanyak 6.000 tentara. Walhasil, pasukan Syi’ah memenangkan peperangan dan berhasil membunuh mayoritas pasukan Kufah.
Pada tahun 317 H, Qaramithah sebanyak 700 tentara dipimpin Abu Thahir, yang berumur 22 tahun, mendatangi Mekah saat musim haji. Selanjutnya, mereka membunuh jamaah haji yang sedang menunaikan manasiknya. Sementara itu, Abu Thahir duduk di depan Ka’bah dan berseru, “Aku adalah Allah, demi Allah, aku menciptakan seluruh makhluk dan yang mematikan mereka.”
Abu Thahir segera memerintahkan pasukannya untuk mengambil pintu Ka’bah, dan menyobek-nyobek tirai Ka’bah. Salah seorang tentaranya memanjat Ka’bah untuk mengambil talangnya, namun tewas terjatuh. Ia juga memerintahkan salah satu tentaranya untuk mengambil Hajar Aswad.Tentara tersebut mencongkelnya dan dengan angkuhnya berseru, “Mana burung yang berbondong-bondong itu? Mana pula batu dari neraka Sijjil (yang menimpa pasukan Raja Abrahah yang hendak menghancurkan Ka’bah menjelang masa kelahiran Nabi)?” Setelah berlalu enam hari, mereka pulang membawa Hajar Aswad.
Gubernur Mekah dengan dikawal pasukannya segera menemui pasukan Syi’ah tersebut di tengah jalan. Berharap agar mereka mau mengembalikan Hajar Aswad dengan imbalan harta yang banyak. Namun Abu Thahir tidak menggubrisnya. Terjadilah peperangan setelah itu.
Pasukan Qaramithah menang dan membunuh mayoritas yang ada di sana. Lalu melanjutkan perjalanan pulang ke Bahrain dengan membawa harta rampasan milik jamaah haji. Setelahnya, dibuatlah maklumat menantang umat Islam bila ingin mengambil Hajar Aswad tersebut, bisa dengan tebusan uang yang sangat banyak atau dengan perang.
Hajar Aswad pun berada di tangan mereka selama 22 tahun. Mereka lalu mengembalikannya pada tahun 339 H, setelah ditebus dengan uang sebanyak 30.000 dinar oleh al-Muthi’ Lillah, seorang khalifah Daulah Abbasiyyah.
Pengkhianatan Daulah Fathimiyyah
Sekilas tentang Daulah Fathimiyyah
Daulah ini didirikan pada tahun 287 H berpusat di Maroko, selanjutnya pindah ke Mesir. Mengusung pemikiran Syi’ah Ismailiyyah, ideologi sesat yang meyakini imamah Ismail bin Ja’far ash-Shadiq. Daulah Fathimiyyah berkuasa selama 280 tahun. Menguasai Syam, Mesir, Nablus, Asqalan, Beirut, Sis, dan sekitarnya.
Para khalifah yang memegang Daulah Fathimiyyah berjumlah 14 khalifah. Pendiri sekaligus khalifah pertama daulah ini bernama Ubaidullah. Dahulu, dia adalah seorang pandai besi beragama Yahudi.
Setelah masuk Islam, mengaku sebagai Imam Mahdi keturunan Fathimah radhiyallahu ‘anha putri Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Karenanya, daulah ini disebut sebagai Daulah Fathimiyyah.
Adapun khalifah terakhir daulah ini adalah al-’Adhidh bin Yusuf. Dia meninggal pada tahun 567 H di Mesir. Dengan itu maka berakhir pula masa pemerintahan Daulah Fathimiyyah. Pada perkembangannya, para ulama Ahlus Sunnah mengafirkan kelompok ini dan menyatakan Daulah Fathimiyyah sebagai negara kafir yang wajib diperangi.
Prahara pada Tahun 362 H – 363 H
Pada tahun 362 H, setelah mengadakan kesepakatan bersama dengan Jauhar ash-Shiqalli yang ditandatangani pada tahun 358 H, memperbolehkan para pengikut Syi’ah berpindah dari Maroko menuju Mesir. Dengan syarat, tidak menyebarkan akidah Syi’ah kepada penduduk Mesir.
Ternyata orang-orang Syi’ah telah mengkhianati isi perjanjian bilateral tersebut. Dengan didukung ulama besar Syi’ah yang bernama Abu Abdillah asy-Syi’i dari Yaman, mereka secara perlahan mulai menyebarkan penyimpangan akidah. Hingga banyak dari penduduk Mesir yang terpengaruh oleh paham tersebut.
Posisi kehakiman dan jabatan penting ditempati orang-orang Syi’ah. Masjid-masjid jami’ menjadi pusat dakwah Syi’ah. Ajaran seperti adzan ala Syi’ah, hari kematian Husain , dan mencela sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pun menjadi semarak.
Pada tahun 363 H, seorang ulama Ahlus Sunnah bernama Abu Bakar an-Nablusi ditangkap oleh gubernur Damaskus, setelah terpaksa menyelamatkan diri dari Ramalah menuju Damaskus. Lalu beliau dimasukkan kurungan dan dibawa ke Mesir.
Pemimpin di kala itu yang bernama al-Mu’iz bertanya, “Aku mendengar laporan bahwa engkau menyatakan, ‘Kalau seandainya aku memiliki sepuluh anak panah, niscaya aku akan lepaskan sembilan di antaranya ke barisan Romawi dan satu anak panah sisanya ke arah penduduk Mesir (para pengikut Syi’ah).”
Abu Bakar menjawab, “Aku tidak mengatakan hal itu.” Al-Mu’iz menyangka bahwasanya beliau menarik ucapannya, sehingga al-Mu’iz kembali bertanya, “Lalu apa yang kau katakan?” Beliau menjawab, “Aku menyatakan bahwasanya selayaknya aku lepaskan sembilan anak panah ke arah kalian (Syi’ah), barulah anak panah yang kesepuluh ke arah Romawi.”
Al-Mu’iz bertanya keheranan, “Mengapa demikian?”, “Karena kalian mengubah agama umat (Islam), membunuh orang-orang shalih, memadamkan cahaya Ilahi, dan mengaku-ngaku tentang sesuatu yang tidak kalian miliki,” tegas beliau. Maka pernyataan ini membuat beliau dihukum.
Hari pertama, diumumkan vonis hukuman atas beliau. Lalu dicambuk dengan keras pada hari kedua. Pada hari ketiga, dikupas kulitnya sementara beliau membaca Al-Qur`an. Seorang Yahudi diperintahkan untuk mengulitinya. Ketika sampai pada bagian jantungnya, si Yahudi tersebut merasa iba, lalu mengambil pisau dan menikam beliau hingga meninggal.
Prahara pada Tahun 395 H – 450 H
Pada tahun 395H, seorang pemimpin yang bernama al-Hakim Biamrillah menetapkan undang-undang sesuai dengan paham Syi’ah. Dia memerintahkan untuk memahat dinding-dinding masjid, pasar-pasar, jalan-jalan raya, dan lainnya dengan tulisan berisi pelecehan terhadap sahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam.
Pada tahun 450 H, kota Baghdad diserang oleh pasukan Syi’ah pimpinan Arsalan al-Basasiri pada bulan Dzulqa’dah. Mereka datang dengan membawa panji-panji Mesir berwarna putih. Penduduk Karkh yang beraliran Syi’ah segera menemui pasukan tersebut. Kemudian, orang-orang Syi’ah di sana melakukan penjarahan secara massal.
Mereka menjarah rumah-rumah kaum muslimin yang ada di kota Basrah. Bahkan menjarah seluruh isi rumah dari Hakim Agung yang bernama Abdullah al-Damighani, lalu menjual hasil jarahan tersebut kepada para pedagang.
Lebih dari itu, orang-orang Syi’ah menangkap seorang menteri yang bernama Ibnu Maslamah. Mereka mengaraknya, mencacinya, bahkan mengaitkan besi di mulutnya dan menariknya ke atas tiang kayu. Lalu mereka memukulinya sampai senja hari hingga beliau meninggal saat itu.
Ibnu Maslamah berkata menjelang wafatnya, “Segala puji bagi Allah yang menghidupkanku dalam keadaan bahagia dan mematikan aku sebagai syahid.”
Runtuhnya Dinasti Abbasiyyah
Bagi para pemerhati sejarah, tentu nama ‘Abbasiyyah tidaklah asing lagi yang dimana Abu Al-’Abbas yang bergelar As-Saffah mendirikan Negara Islam yang merupakan batu pertama berdirinya Khilafah Islamiyah terbesar, yaitu Dinasti ‘Abbasiyah. Masa Bani ‘Abbasiyah sering disebut-sebut sebagai Masa Keemasan Islam, pada masa ini geliat intelektual dan perkembangan peradaban Islam mencapai puncaknya. Karakteristik pemerintahan yang diwarnai corak keislaman tersebut menorehkan prestasi luar biasa yang dicatat oleh tinta emas sepanjang sejarah manusia.
Seiring berjalannya waktu ketika Dinasti ‘Abbassiyyah mulai melemah, musuh-musuh Islam pun segera memanfa’atkan keadaan tersebut untuk menghancurkan Kaum Muslimin. Dalam menjalankan niat jahat tersebut, kaum busuk syi’ah yang merupakan sekutu mereka turut andil dalam menumpahkan Darah Kaum Muslimin dengan pengkhianatan-pengkhianatan yang mereka (kaum syi’ah) lakukan.
Adalah Nashiruddin Ath-Thusi, salah satu dari ribuan tokoh syi’ah yang sangat berjasa dalam membunuh Kaum Muslimin, membumi-hanguskan rumah-rumah mereka dan memusnahkan khazanah keilmuan mereka hingga Baghdad pun menjadi lautan darah.
Inilah yang menjadi tema note kali ini, dan ketahuilah wahai Kaum Muslimin, bahwa pembahasan ini adalah masih satu dari ribuan pengkhianatan – pengkhianatan syi’ah terhadap Islam! Dan bila kita paparkan semua pengkhianatan-pengkhianatan mereka satu persatu, maka jangankan note ini atau-pun perpustakaan terbesar di dunia, bahkan LAUTAN pun tidak akan sanggup menampungnya! Saksikanlah wahai Kaum Muslimin, Aku bersumpah dengan Nama Allah Yang Maha Adil, bahwa kejahatan mereka (kaum syi’ah) adalah sangat NYATA.
Pengkhiantan Nashiruddin Ath-Thusi
Nashiruddin Ath-Thusi hidup sezaman dengan menteri Ibnu Al-Alqami dan dia adalah seorang Syi’i Rafidhi yang jahat seperti dia. Jenis pengkhianatannya bermacam-macam, antara lain adalah membantu memerangi Ahlus Sunnah dan mengambil harta benda mereka, serta pemikiran mereka. Soal pengkhianatannya dalam membantu membunuh Ahlus sunnah adalah sangat jelas dan amat nyata.
Al-Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :
الخواجا نصير الدين الطوسي وزر لأصحاب قلاع الألموت من الإسماعيلية، ثم وزر لهولاكو، وكان معه في واقعة بغداد [3]
Di tempat lain Beliau juga berkata :
كان النصير وزيرًا لشمس الشموس ولأبيه قبله علاء الدين بن جلال الدين، وكانوا ينسبون إلى نزار بن المستنصر العبيدي، وانتخب هولاكو النصير ليكون في خدمته كالوزير المشير، فلما قدم هولاكو وتهيب من قتل الخليفة – أيفي واقعة بغداد 656هـ – هونعليه الوزير – الطوسي – ذلكفقتلوه رفسا، وهو في جوالق لئلا يقع على الأرض شيء من دمه وأشار الطوسي بقتل جماعة كبيرة – منسادات العلماء والقضاة والأكابر والرؤساء وأولي الحل والعقد – معالخليفة فباء بآثامهم
Nashiruddin adalah salah seorang menterinya Syams Asy-Syumus dan juga ayahnya sebelumnya yaitu Ala’uddin bin Jalaluddin. Mereka mempunyai hubungan nasab dengan Nizar bin Al-Mustanshir Al-Ubaidi. Hulako memilih Nashiruddin untuk membantunya, seperti seorang perdana menteri. Ketika Hulako datang dan dia merasa takut untuk membunuh khalifah -dalam perang Baghdad tahun 656 H — menteri Ath-Thusi ini menenangkannya (agar jangan takut). Kemudian mereka membunuhnya dengan cara menendangnya, dengan cara dia dimasukkan ke dalam karung, agar darahnya tidak menetes ke tanah. Ath-Thusi juga memprovokasi khalifah untuk membunuh para Ulama, para Qadhi, para Pejabat, para Pemimpin dan para pembuat undang-undang (Anggota Dewan). Maka dia harus bertanggung jawab atas dosa-dosa semua itu” [4]
Orang-orang syi’ah memuji pengkhianatan yang telah diperbuat oleh Ath-Thusi dan mereka menyayanginya, dan menganggap hal itu sebagai kemenangan yang nyata bagi Islam, contohnya adalah pujian ulama mereka yang bernama Muhammad Baqir Al-Musawi dalam kitab Raudhaat Al-Jannaat Juz 6 kepada Ath-Thusi :
Dia (Muhammad Baqir Al-Musawi) mengatakan tentang Ath-Thusi dengan memuji :
هو المحقق المتكلم الحكيم المتجبر الجليل.. ومنجملة أمره المشهور المعروف المنقول حكاية استيزاره للسلطان المحتشم في محروسة إيران هولاكو خان بن تولي جنكيز خان من عظماء سلاطين التتارية، وأتراك المغول ومجيئه في موكب السلطان مؤيد مع كمال الاستعداد إلى دار السلام بغداد؛ لإرشاد العباد وإصلاح البلاد، وقطع دابر سلسلة البغي والفساد، وإخماد دائرة الجور والإلباس بإبداد دائرة ملك بني العباس، وإيقاع القتل العام في أتباع أولئك الطغاة إلى أن سال من دمائهم الأقذار كأمثال الأنهار فانهار بها في ماء دجلة، ومنها إلى نار جهنم دار البوار، ومحل الأشقياء والأشرار
Dia adalah seorang peneliti, pembicara, orang yang bijaksana, yang baik dan mulia…Di antara salah satu ceritanya yang terkenal adalah cerita di mana dia diminta untuk menjadi menteri seorang sultan yang sederhana dalam mengawasi Iran, Hulako Khan bin Tauli Jengis Khan, salah seorang pemimpin besar Tatar dan pegunungan Mongolia. Dan kedatangannya bersama rombongan sultan dengan penuh kesiapan ke Dar As-Salam Baghdad, untuk membimbing orang-orang, memperbaiki negara, memutus rantai penindasan dan kerusakan, memadamkan lingkaran kezhaliman dan kekacauan dengan menghancurkan lingkaran kekuasaan Bani Abbas dan melakukan pembunuhan massal terhadap para pengikut mereka yang zhalim, sehingga darah mereka yang kotor mengalir bagai air sungai, kemudian mengalir ke sungai Dajlah dan sebagian lagi ke neraka Jahanam lembah kebinasaan dan tempat orang-orang yang celaka dan jahat”
Astaghfirullah.. pengkhianatan dibilang sebagai membimbing orang-orang, dan memperbaiki negara?!!
Benarlah apa yang telah difirmankan oleh Allah ‘Azza Wa Jalla tentang perumpamaan orang-orang yang berkhianat dan membuat kerusakan, yaitu (yang artinya) : “Dan bila dikatakan kepada mereka, Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi,’ mereka menjawab, `Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan kebaikan.’ Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar.” (Al-Baqarah: 11-12).
Lalu Khomeini[5] pun telah memuji Nashiruddin Ath-Thusi dan memberkati pengkhianatannya, dan menganggapnya sebagai kemenangan yang nyata dalam kitabnya Al-Hukumah Al-Islamiyah halaman 123.
Khomeini berkata :
ولو كان دخول فقيه في أجهزة الظلمة مؤدياً إلى رواج الظلم وضعف الإسلام؛ فلا يحق له الدخول، حتى لو أدى ذلك إلى قتله. ولايقبل منه أي عذر، إلاّ أن يكون لدخوله أساس ومنشأ عقلائي، كحالة علي بن يقطين الذي كان سبب دخوله معلوماً، أو العلامة نصير الطوسي رضوان الله عليه الذي كان لدخوله تلك الفوائد المعلومة
Jika seorang faqih menjadi aparat pemerintah zhalim dapat menyebabkan kuatnya pemerintahan tersebut dan menjadikan lemahnya Islam maka dia tidak boleh melakukannya walaupun berakibat dia dibunuh. Tidak ada alasan yang dia tawarkan untuk dapat diterima, kecuali jika masukinya memiliki beberapa dasar yang rasional, seperti yang terjadi dengan ‘Ali bin Yaqtin dan Nashir Ath-Thusi yang tindakannya sebagaimana telah diketahui membuahkan hasil yang menguntungkan.” [Al-Hukumah Al-Islamiyah]
Begitulah, ketika timbangan sudah terbalik, pengkhianatan terhadap Islam dan Kaum Muslimin dianggap sebagai pengorbanan yang besar terhadap Islam dan Kaum Muslimin!!
Khomeini juga berkata bahwa merupakan kesedihan ketika kehilangan orang-orang seperti Ath-Thusi yang telah berjuang memberi khidmat yang mulia untuk Islam. (Gila.. menghancurkan Islam dibilang berjuang dan berkhidmat untuk Islam??!!)
Dia (khomeini) juga berkata :
إنّما يُثلَمُ في الإسلام ثلمة عندما يفقد الإسلام شخصاً كالإمام الحسين (ع)، الذي كان حافظاً لعقائد الإسلام وقوانينه ونظمه. أوكمثل العلامة نصير الدين الطوسي والعلاّمة الحلي الذين قدّموا الخدمات الجليلة والبارزة، فهؤلاء عندما يموتون يثلم في الإسلام ثلمة
Sungguh keretakan pada Islam terjadi ketika Islam kehilangan Pribadi seperti Imam Al-Husain yang menjaga ‘Aqidah Islam, hukum-hukumnya, serta tatanannya. Atau seperti Al-’Allamah Nashiruddin Ath-Thusi dan Al-’Allamah Al-Hilli yang mereka telah memberikan khidmat yang mulia…” [Al-Hukumah Al-Islamiyah]
Pada perkataan Khomeini sebelumnya, kita mendapatkan sosok yang bernama ‘Ali bin Yaqtin yang turut dipuja oleh Khomeini. Siapakah ‘Ali bin Yaqtin itu? Dia adalah pengkhianat yang telah menumpahkan banyak dari Darah Kaum Muslimin sebagaimana Ath-Thusi. Berkata Nikmatullah Al-Jazairy tentang ‘Ali bin Yaqtin dalam kitabnya Anwar An-Nu’maniyyah juz 2 :
Nikmatullah Al-Jazairy berkata :
وفي الروايات أن علي بن يقطين وهو وزير الرشيد قد اجتمع في حبسه جماعة من المخالفين وكان من خواص الشيعة فأمر غلمانه وهدوا سقف الحبس على المحبوسين فماتوا كلهم وكانوا خمسمائة رجل تقريباً فأراد الخلاص من تبعات دمائهم فأرسل إلى مولانا الكاظم فكتب عليه السلام إليه جواب كتابه بأنك لو كنت تقدمت إلي قبل قتلهم لما كان عليك شيء من دمائهم وحيث أنك لم تتقدم إلي فكفّر عن كل رجل قتلته منهم بتيس والتيس خير منه، فانظر إلى هذه الدية الجزيلة التي لاتعادل دية أخيهم الأصغر وهو كلب الصيد فإن ديته خمس وعشرون درهماً ولا دية أخيهم الأكبر وهو اليهودي أو المجوسي فإنها ثمانمائة درهم وحالهم في الآخرة أخس وأنجس
Sesungguhnya Ali ibn Yaqtin, dan dia sebelumnya adalah Menteri dari Ar Rasyid, menyetujui untuk memenjarakan sekelompok mukhalifin (Ahlus Sunnah). Dia (ibn Yaqtin) adalah salah satu pemimpin syi’ah. Dia memerintahkan para pembantunya untuk meruntuhkan atap yang berada di atas para tahanan tersebut. Semua orang di dalamnya tewas. Ada sekitar 500 orang yang tewas. Dia bermaksud untuk menyelamatkan diri dari darah yang dia tumpahkan tersebut, dan menulis surat pada maulana Al-Kazhim. Sebagai balasan (imam menulis padanya) : ‘jika engkau datang kepadaku sebelum membunuh mereka, engkau tak harus membayar apapun untuk darah mereka. Akan tetapi, karena engkau tidak datang kepadaku (sebelum pembunuhan tersebut), serahkan seekor kambing (betina) sebagai penebus dosa untuk tiap orang yang terbunuh. Dan kambing lebih baik dari mereka. (Penulis Ni’matullah Jazairi meneruskan) Lihatlah betapa kecilnya penebusan dosa tersebut! tidak sebanding dengan denda saudara bungsu mereka yaitu anjing pemburu, karena diyat/denda membunuh anjing pemburu adalah 20 dirham, dan tidak pula sebanding dengan diyat/denda membunuh saudara sulung mereka yahudi atau majusi yaitu 800 dirham. Dan nasib mereka di akhirat adalah lebih buruk dan lebih najis.”
Pengkhianatan Ath-Thusi dalam pembunuhan, telah berdampak pada pengkhianatan yang serius, yaitu pengkhianatan terhadap kebudayaan umat Islam, warisannya, pemikirannya, dan kebudayaannya. Karena Ath-Thusi bila diteliti, dia adalah seorang yang menguasai berbagai disiplin ilmu, terutama ilmu kalam, filsafat, dan mantiq. Dia sangat paham untuk mengarahkan serangannya yang mematikan terhadap umat Islam, terhadap warisan kebudayaan dan pemikirannya. Dia berusaha untuk menghancurkan buku-buku, memusnahkannya, dan merampasnya, serta mempertahankan para filsuf dan tukang-tukang ramal.
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata :
عمل الخواجة نصير الدين الطوسي الرصد بمدينة مراغة، ونقل إليها شيئًا كثيرًا من كتب الأوقاف التي كانت ببغداد، وعمل دارًا للحكمة، ورتب فيها الفلاسفة، ورتب لكل واحد في اليوم والليلة ثلاثة دراهم
Pada tahun 657 H Al-Khawajah Nashiruddin Ath-Thusi melakukan pengintaian di kota Muraghah dan memindahkan begitu banyak buku-buku wakaf yang sebelumnya ada di Baghdad ke sana. Dia mendirikan Dar Al-Hikmah untuk mengorganisir para filsuf di sana dan menetapkan tiga dirham bagi setiap orang dalam sehari semalam.”[6]
Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata :
ولما انتهت النوبة إلى نصير الشرك والكفر الملحد، وزير الملاحدة النصير الطوسي وزير هولاكو شفا نفسه من أتباع الرسول الكريم – وأهلدينه، فعرضهم على السيف، حتى شفا إخوانه من الملاحدة، واشتفى هو فقتل الخليفة والقضاة والفقهاء والمحدثين، واستبقى الفلاسفة والمنجمين والطبائعيين والسحرة، ونقل أوقاف المدارس والمساجد والربط إليهم، وجعلهم خاصته وأولياءه، ونصر في كتبه قدم العالم وبطلان المعاد وإنكار صفات الرب جل جلاله من علمه وقدرته وحياته وسمعه وبصره، وأنه لا داخل العالم ولا خارجه، وليس فوق العرش إله يعبد ألبته، واتخذ للملاحدة مدارس، ورام جعل إشارات إمام الملحدين ابن سينا مكان القرآن، فلم يقدر على ذلك، فقال هي قرآن الخواص، وذاك قرآن العوام، ورام تغيير الصلاة وجعلها صلاتين فلم يتم له الأمر وتعلم السحر في آخر الأمر، فكان ساحرًا يعبد الأصنام، وصارع محمد الشهرستاني ابن سينا في كتابه سماه المصارعة أبطل فيه قوله بقدم العالم وإنكار المعاد ونَفْي علم الرب تعالى وقدرته وخلقه للعالم، فقام له نصير الإلحاد وقعد، ونقضه بكتاب سماه مصارعة المصارعة.. وبالجملةفكان هذا الملحد هو وأتباعه من الملحدين الكافرين بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر
Ketika peran itu berpindah ke tangan penyokong kemusyrikan dan atheisme, yaitu menteri para atheis Nashiruddin Ath-Thusi menterinya Hulako, dia membebaskan dirinya dari para pengikut Rasulullah yang mulia dan para pemeluk agamanya. Dia mengangkat pedangnya pada mereka, sehingga saudara-saudaranya terbebas dari para atheis. Dan dia sembuh, kemudian membunuh khalifah, para qadhi, para fuqaha, dan ahli hadits, serta mempertahankan para filsuf, tukang-tukang ramal, dan para penyihir. Dan memindahkan sekolah-sekolah wakaf, masjid-masjid, dan pengajian-pengajian kepada mereka dan menjadikan mereka sebagai pemiliknya dan pemimpinnya. Dalam buku-bukunya dia mendukung pendapat tentang qidamnya alam dan tidak adanya ma’ad (akhirat), serta mengingkari sifat-sifat Allah Azza wa Jalla tentang ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, hidup-Nya, pendengaran dan penglihatan-Nya, dan bahwasanya Dia tidak berada di dalam alam maupun di luar alam, serta tidak ada satu Tuhan pun yang disembah di atas arsy. Dia menjadikan sekolah-sekolah untuk para atheis. Dia juga ingin mengubah shalat dan menjadikannya hanya dua rakaat, tetapi itu tidak terlaksana. Pada akhirnya dia mempelajari ilmu sihir. Dia adalah seorang penyihir yang menyembah berhala. Muhammad Asy-Syahrastani menentang Ibnu Sina dalam kitab yang dia beri judul Al-Mushara’ah. Dia menentang pendapatnya tentang qidam-nya alam, dan pengingkarannya terhadap akhirat serta menafikan ilmu-Nya Allah dan kekuasaan-Nya serta penciptaan alam semesta. Kemudian sepontan para penyokong atheisme menghadapinya, lalu mundur. Dia menyanggahnya dengan buku yang berjudul Mushara’at Al-Mushara’ah. Kesimpulannya, bahwa orang ini dan para pengikutnya adalah orang-orang atheis yang tidak beriman kepada Allah, kepada para malaikat, Kitab-Kitab-Nya, para rasul dan hari akhir” [7]
[ ابنقيم الجوزية إغاثة اللهفان من مصايد الشيطان 2/263]
Asy-Syaikh Muhibbuddin Al-Khathib berkata :
النصير الطوسي . جاءفي طليعة موكب السفاح هولاكو، وأشرف معه على إباحة الذبح العام في رقاب المسلمين والمسلمات، أطفالاً وشيوخًا، ورضي بتغريق كتب العلم الإسلامية في دجلة، حتى بقيت مياهها تجري سوداء أيامًا وليالي من مداد الكتب المخطوطة التي ذهب بها نفائس التراث الإسلامي من تاريخ وأدب ولغة وشعر وحكمة، فضلاً عن العلوم الشرعية ومصنفات أئمة السلف من الرعيل الأول، التي كانت لا تزال موجودة بكثرة إلى ذلك الحين، وقد تلف مع ما تلف من أمثالها في تلك الكارثة الثقافية التي لم يسبق لها نظير
[محبالدين الخطيب: الخطوطالعريضة للأسس التي قام عليها دين الشيعة الاثنى عشرية (ص47،48) طالمركز الإسلامي للإعلام والنشر]
Pengkhianatan terhadap peradaban dan kebudayaan ini telah memalingkan pandangan saya pada sesuatu yang penting, yaitu bahwa kita ketika sedang membaca buku-buku biografi para tokoh atau buku-buku yang khusus mencatat judul-judul buku, kita sering mendengar tentang puluhan bahkan ratusan karya-karya besar, tetapi kita dikejutkan oleh tidak sampainya karya-karya tersebut kepada kita, kecuali hanya sedikit saja.
Maka, kita mengetahui bahwa pengkhianatan terhadap peradaban dan kebudayaan adalah sebab di balik hilangnya sebagian besar karya-karya berharga milik umat ini, sampai datang imperialisme baru, lalu mencuri puluhan ensiklopedi ilmiah dari warisan umat ini dan membawanya ke negaranya. Siapakah yang tahu, kemungkinan tangan-tangan pengkhianat syi’ah-lah yang telah berbuat terhadap warisan umat ini saat sekarang seperti yang dilakukan pada masa lalu.
Perlu disebutkan, bahwa dalam peperangan terakhir di Iraq ketika orang-orang “Tatar baru” di bawah pimpinan Hulako datang ke Baghdad, adalah juga sebagai akibat dari pengkhianatan. Kekacauan pun terjadi di seluruh negeri. Orang-orang Syi’ah sengaja datang ke tempat-tempat penyimpanan dokumen-dokumen, lalu mereka mencuri semuanya. Sesungguhnya kita adalah milik Allah, dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.
Pengkhianatan Muhammad Ibnul Alqami
Sejarah juga mencatat bahwasanya runtuhnya Daulah ‘Abbasiyyah (tahun 656 H) adalah karena pengkhianatan sang Perdana Menteri Muhammad Ibnul Alqami yang beragama Syi’ah
Akibatnya Khalifah Abdullah bin Manshur yang bergelar Al Mu’tashim Billah dan para pejabat pentingnya tewas mengenaskan dibantai oleh pasukan Tartar yang dipimpin oleh Hulaghu Khan. Kota Baghdad porak-poranda. Kebakaran terjadi di mana-mana. Umat Islam yang tinggal di Kota baghdad dibantai secara massal : Tua, Muda, anak-anak, laki maupun perempuan, yang awam maupun yang ulamanya.
Selama 40 hari pembantaian terus menerus terjadi. Kota Baghdad bersimbah darah. Tumpukan mayat kaum muslimin berserakan di mana-mana. Bau mayat yang membusuk makin menambah duka nestapa. Sungai Tigris kemerahan karena simbahan darah kaum muslimin. Di sisi lain Sungai Dajlah menghitam karena lunturan tinta dari kitab-kitab berharga karya para ulama yang dibakar dan/atau mereka buang ke dalamnya. Wallahul Musta’an
Pengkhianatan Khomeini
Berdasarkan penuturan DR. Musa Al-Musawi, Mendiang telah memimpin Iran selama 10 tahun dengan api dan besi dan telah menggantung oposisinya sebanyak 150.000 orang, mengusir 3 juta orang, membungkam kebebasan 50 juta warga Syi’ah dalam ranah politik, pemikiran, dan sosial, menimbulkan kemiskinan yang tidak ada taranya, menyebabkan perang dengan Irak dan memakan korban sekitar satu juta orang, dan 100 ribu orang Syi’ah dipenjara.
Pengkhianatan organisasi amal yang melahirkan Hizbullatah dengan membantai warga Palestina Sunni sebanyak 3100 antara yang terbunuh dan terluka pada tanggal 20 Mei 1985 sampai 18 Juni 1985. Begitu pula pembantaian Syi’ah Irak bekerja sama dengan tentara Amerika. DR. Harits Adh-Dhori melaporkan jumlah Ahlus Sunah Irak yang terbunuh mencapai 200 ribu orang, 100 ribu dibunuh Syi’ah dan 100 ribu lainnya dibunuh oleh tentara Amerika. Kaum Syi’ah ketika membunuh ulama dan para khatib ahlus sunah dengan cara sadis memotong-motong anggota tubuh dan mencongkel mata dengan besi panas sebelum dibunuh. Bahkan para pembesar Iran di Qum dan Bashrah menyatakan kalau tidak karena Syi’ah Kabul dan Baghdad tidak akan jatuh.
Setelah berbagai catatan kelam sejarah Syi’ah yang tangan mereka berlumuran darah kaum muslimin serta beragam penyimpangan mereka yang dibukukan oleh para ‘ulama maka masihkah kita akan tertipu dan berupaya untuk menyatukan Sunni dan Syi’ah bahkan mengatakan bahwa konflik antara Sunni dan Syi’ah hanyalah akibat politisasi. Innnalillah w ainna ilaihi roji’un. Bangunlah wahai saudaraku, sampai kapan kalian akan tertidur dan mata kalian dibutakan oleh ambisi.
Sumber :
1. Al Bidayah wa An Nihayah
2. Tarikh Khulafa’
3. Majalah Asy Syariah

[1] Seperti yang dilakukan kelompok Hizbut Tahrir
[2] Majalah Asy Syariah No. 92/VIII/1434 H/2013
[3] Al Bidayah Wan Nihayah 13/267
[4] Al Bidayah Wan Nihayah 13/201
[5] Khumaini (Khomeini) Mencela Rasulullah
[6] Al Bidayah Wan Nihayah 13/315
[7] Ighatsatul Lahafan 2/263

Posting Komentar Blogger

 
Top