Terkadang perubahan nama, perubahan fisik atau
perubahan penampilan membuat sebagian orang terpedaya dan melupakan
hakikat sesuatu. Padahal perubahan-perubahan itu bila tidak dibarengi
dengan perubahan hakikat, maka hukumnya tidak akan berubah. Dukun
misalnya, dari penampilan yang terkesan seram menakutkan menjadi
berpenampilan menarik dan elegan; Dari tempat praktik yang berupa gubuk
atau tempat yang terkesan angker kini beralih ke gedung modern nan
mewah; Dulu disebut dukun sekarang paranormal atau orang pintar.
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVII)
Perubahan ini telah membuat sebagian orang melupakan
hakikat perdukunan. Sehingga tidak mengherankan jika kemudian status
paranormal dan dukun dalam kacamata masyarakat awam Indonesia, dipandang
sebagai sebuah status sosial terhormat dan bergengsi serta profesi yang
menjanjikan. Terbukti, mulai dari kalangan pejabat, pengusaha kecil,
konglomerat, pedagang asongan, petani, nelayan, kaum pelajar, bahkan
politikus, untuk melancarkan “usahanya”, mereka ramai-ramai datang ke
paranormal, dukun atau kyai yang dianggap memiliki “karomah”. Inilah
sebuah fakta yang sangat memprihatinkan.
Mereka mungkin tidak tahu salah satu keputusan Allâh Ta'âla bagi para penyihir atau dukun dalam firman-Nya:
“Dan tidak akan beruntung seorang penyihir dari mana pun ia datang” (QS. Thaha/20:69)
Inilah ketetapan Allâh Ta'âla bagi para penyihir
itu dan Allâh Ta'âla tidak akan pernah mengingkari janji-Nya. Namun
ironisnya, tetap saja orang-orang yang lemah imannya atau yang tidak
memiliki iman berduyun mendatangi mereka untuk mengharapkan suatu yang
tidak miliki oleh para penyihir. Berdalih dengan kebenaran berita para
penyihir, mereka tetap mendatangi penyihir untuk meminta tolong.
Mengenai hal ini, Imam Bukhâri dalam shahîhnya meriwayatkan dari Aisyah –radhiyallâhu 'anha–, beliau –radhiyallâhu 'anha–
berkata, ”Orang-orang bertanya kepada Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa
sallam tentang para dukun. Maka beliau shallallâhu 'alaihi wa sallam
menjawab, “Tidak punya pengaruh apa-apa,” maka mereka berkata, “Ya
Rasûlullâh, mereka terkadang bisa menceritakan sesuatu yang benar kepada
kami,” maka Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam menjawab:
تِلْكَ الْكَلِمَةُ الـْحَقُّ, يَخْطَفُهَا
الْـجِنِّيُّ فَيَقْذِفُهَا فِي أُذُنِ وَلِيِّهِ, فَيَخْلِطُوْنَ فِيهَا
مِائَةَ كَذْبَةٍ
Kalimat tersebut berasal dari kebenaran yang
dicuri dari jin, kemudian dilemparkan ke dalam telinga walinya (dukun),
maka mereka mencampurkan kalimat yang berisi satu kebenaran tersebut
dengan seratus kebohongan. (HR. al-Bukhâri, no. 5762)
Cukuplah peringatan keras Rasûlullâh shallallâhu
'alaihi wa sallam terhadap praktik sihir sebagai ancaman agar manusia
berhenti dari praktik yang hanya membawa kebinasaan untuk dirinya dan
orang lain. Dalam sebuah hadits dijelaskan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ
وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ
Dari Abu Hurairah –radhiyallâhu 'anhu–
dari Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam, beliau shallallâhu 'alaihi wa
sallam bersabda, “Jauhilah oleh kalian tujuh hal yang bisa
membinasakan!’ Para Sahabat bertanya, ‘Wahai Rasûlallâh! Apa saja itu?’
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, ‘Syirik (menyekutukan) Allâh,
sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allâh Ta'âla kecuali dengan
alasan yang haq, …. (Muttafaqun ‘alaih)
Dalam hadits yang lain:
عَنْ بَعْضِ أَزْوَاجِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ عَنِ النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ
قَالَ : مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ
صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
Diriwayatkan lagi oleh sebagian isteri Nabi
shallallâhu 'alaihi wa sallam, dari Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam:
“Barangsiapa mendatangi tukang tenung untuk bertanya tentang sesuatu,
maka tidak diterima darinya shalat selama empat puluh malam”. (HR Muslim, 7/37 (5957)
Semoga Allâh Ta'âla melindungi kita dan seluruh
kaum Muslimin dari semua hal yang bisa menyebabkan kebisanaan dan
kesengsaraan dunia dan akhirat.
(Tajuk: Majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XVII)
Posting Komentar Blogger Facebook