(Oleh: Abu Hamzah Agus Hasan Bashari)
Islam adalah dien al-haq yang diwahyukan oleh Allâh
Ta'âla kepada Rasul-Nya yang terakhir Muhammad shallallâhu 'alaihi wa
sallam, sebagai rahmat bagi semesta alam dan sebagai satu-satunya agama
yang diridhai oleh Allâh Ta'âla :
Dialah yang mengutus Rasul-Nya
dengan membawa petunjuk dan agama yang haq
agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.
Dan cukuplah Allâh sebagai saksi.
(QS Al-Fath/48: 28)
dengan membawa petunjuk dan agama yang haq
agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama.
Dan cukuplah Allâh sebagai saksi.
(QS Al-Fath/48: 28)
Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
(QS Al Anbiyaa'/ 21:107)
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam
(QS Al Anbiyaa'/ 21:107)
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allâh hanyalah Islam.
(QS Ali 'Imran/3:19)
(QS Ali 'Imran/3:19)
Islam adalah agama yang utuh yang mempunyai akar,
dimensi, sumber dan pokok-pokok ajarannya sendiri. Siapa yang konsisten
dengannya maka ia termasuk Al-Jama'ah atau Firqah Najiyah (kelompok yang
selamat) dan yang keluar atau menyimpang darinya maka ia termasuk
firqah-firqah yang halikah (kelompok yang binasa).
Diantara firqah halikah adalah firqah Liberaliyah.
Liberaliyah adalah sebuah paham yang berkembang di Barat dan memiliki
asumsi, teori dan pandangan hidup yang berbeda. Dalam tesisnya yang
berjudul "Pemikiran Politik Barat" Ahmad Suhelani, MA menjelaskan
prinsip-prinsip pemikiran ini.
Pertama, prinsip kebebasan individual. Kedua, prinsip kontrak sosial. Ketiga, prinsip masyarakat pasar bebas. Keempat, meyakini eksistansi Pluralitas Sosio-Kultural dan Politik Masyarakat. (Gado-Gado Islam Liberal; Sabili no. 15 Thn IX/81)
Islam dan Liberal adalah dua istilah yang antagonis,
saling berhadap-hadapan tidak mungkin bisa bertemu. Namun demikian ada
sekelompok orang di Indonesia yang rela menamakan dirinya dengan
Jaringan Islam Liberal (JIL). Suatu penamaan yang "pas" dengan
orang-orangnya atau pikiran-pikiran dan agendanya.
Islam dipakai untuk nama kelompok mereka sebagai
pengakuan bahwa apa yang mereka suarakan adalah haqq tetapi pada
hakikatnya suara mereka itu adalah bathil karena liberal tidak sesuai
dengan Islam yang diwahyukan Allâh Ta'âla dan yang disampaikan oleh
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Sejatinya yang mereka suarakan
adalah bid'ah yang ditawarkan oleh orang-orang yang ingkar kepada
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam.
SANAD (ASAL-USUL) FIRQAH LIBERAL
Islam liberal menurut Charless Kurzman muncul
sekitar abad ke-18 dikala kerajaan Turki Utsmani (Dinasti Shafawi dan
Dinasti Mughal) tengah berada digerbang keruntuhan. Pada saat itu
tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan permurnian, kembali kepada
al-Qur'an dan sunnah. Pada saat itu muncullah cikal bakal paham liberal
melalui Syah Waliyullâh (India, 1703-1762), menurutnya Islam harus
mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya.
Hal ini juga terjadi dikalangan Syi'ah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran,
1790) mulai berani mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.
Ide ini terus bergulir. Rifa'ah Rafi' at-Tahtawi
(Mesir, 1801-1873) memasukkan unsur-unsur Eropa dalam pendidikan Islam.
Shihabuddin Marjani (Rusia, 1818-1889) dan Ahmad Makhdun (Bukhara,
1827-1897) memasukkan mata pelajaran sekuler kedalam kurikulum
pendidikan Islam. (Charless Kurzman: xx-xxiii)
Di India muncul Sir Sayyid Ahmad Khan (1817-1898)
yang membujuk kaum muslimin agar mengambil kebijakan bekerja sama dengan
penjajah Inggris. Pada tahun 1877 ia membuka suatu college
(sekolah) yang kemudian menjadi Universitas Aligarh (1920). Sementara
Amir Ali (1879-1928) melalui buku The Spirit of Islam berusaha
mewujudkan seluruh nilai liberal yang dipuja di Inggris pada masa Ratu
Victoria. Amir Ali memandang bahwa Nabi Muhammad shallallâhu 'alaihi wa
sallam adalah Pelopor Agung Rasionalisme. (William Montgomery Waft: 132)
Di Mesir muncullâh M. Abduh (1849-1905) yang banyak
mengadopsi pemikiran mu'tazilah. Dia berusaha menafsirkan Islam dengan
cara yang bebas dari pengaruh salaf. Lalu muncul Qasim Amin (1865- 1908)
kaki tangan Eropa dan pelopor emansipasi wanita, penulis buku Tahrir
al-Mar'ah. Lalu muncul Ali Abd. Raziq (1888-1966) yang mendobrak sistem
khilafah, menurutnya Islam tidak memiliki dimensi politik karena
Muhammad hanyalah pemimpin agama. Lalu diteruskan oleh Muhammad
Khalafullâh (1926-1997) yang mengatakan bahwa yang dikehendaki oleh
al-Qur'an hanyalah sistem demokrasi, tidak yang lain.(Charless: xxi,l8)
Di Al-Jazair muncul Muhammad Arkoun (lahir 1928)
yang menetap di Perancis, ia menggagas tafsir al-Quran model baru yang
didasarkan pada berbagai disiplin Barat seperti dalam lapangan semiotika
(ilmu tentang fenomena tanda), antropologi, filsafat dan linguistik.
Intinya Ia ingin menelaah Islam berdasarkan ilmu pengetahuan Barat
modern. Dan ingin mempersatukan keanekaragaman pemikiran Islam dengan
keanekaragaman pemikiran diluar Islam. (Mu'adz, Muhammad Arkoun Anggitan
tentang cara-cara tafsir al-Qur'an, Jurnal Salam vol.3 No. 1/2000 hal
100-111; Abd. Rahman al-Zunaidi: 180; Willian M Watt: 143)
Di Pakistan muncul Fazlur Rahman (lahir 1919) yang
menetap di Amerika dan menjadi guru besar di Universitas Chicago. Ia
menggagas tafsir konstekstual, satu-satunya model tafsir yang adil dan
terbaik menurutnya. Ia mengatakan al-Qur'an itu mengandung dua aspek:
legal spesifik dan ideal moral, yang dituju oleh al-Qur'an adalah ideal
moralnya karena itu ia yang lebih pantas untuk diterapkan. (Fazhul
Rahman: 21; William M. Watt: 142-143)
Di Indonesia muncul Nurcholis Madjid (murid dari
Fazlur Rahman di Chicago) yang memelopori gerakan firqah liberal bersama
dengan Djohan Efendi, Ahmad Wahid dan Abdurrahman Wachid. (Adian
Husaini dalam makalah Islam Liberal dan Misinya menukil dari Greg
Barton, Sabili no. 15: 88).
Nurcholis Madjid telah memulai gagasan pembaruannya
sejak tahun l970-an. Pada saat itu ia telah menyuarakan pluralisme agama
dengan menyatakan: "Rasanya toleransi agama hanya akan tumbuh diatas
dasar paham kenisbian (relativisme) bentuk-bentuk formal agama ini dan
pengakuan bersama akan kemutlakan suatu nilai yang universal, yang
mengarah kepada setiap manusia, yang kiranya merupakan inti setiap
agama" (Nurcholis Madjid: 239)
Lalu sekarang muncullah apa yang disebut JIL
(Jaringan Islam Liberal) yang menghasung ide-ide Nurcholis Madjid dan
para pemikir-pemikir lain yang cocok dengan pikirannya.
Demikian sanad Islam Liberal menurut Hamilton Gibb, William Montgomery Watt, Chanless Kurzman dan lain-lain.
Akan tetapi kalau kita urut maka pokok pikiran
mereka sebenarnya lebih tua dari itu. Paham mereka yang rasionalis dalam
beragama kembali pada guru besar kesesatan yaitu Iblis la'natullâh
'alaih. (Ali Ibn Abi aI-'Izz: 395) Karena itu JIL bisa diplesetkan
dengan "Jalan Iblis Laknat".
Sedangkan paham sekuleris dalam bermasyarakat dan
bernegara berakhir sanadnya pada masyarakat Eropa yang mendobrak
tokoh-tokoh gereja yang melahirkan moto ‘Render Unto The Caesar what The
Caesar's and to the God what the God's’ (Serahkan apa yang menjadi hak
Kaisar kepada kaisar dan apa yang menjadi hak Tuhan kepada Tuhan).
(Muhammad Imarah: 45) Karena itu ada yang mengatakan: "Cak Nur Cuma
meminjam pendekatan Kristen yang membidani lahirnya peradaban barat".
Sedangkan paham pluralisme yang mereka agungkan
bersambung sanadnya kepada Ibn Arabi (468-543 H) yang merekomendasikan
keimanan Fir'aun dan mengunggulkannya atas nabi Musa 'alaihissalam. (Muhammad Fahd Syaqfah: 229-230)
MISI FIRQAH LIBERAL
Misi Firqah Liberal adalah untuk menghadang
(tepatnya: menghancurkan) gerakan Islam fundamentalis
(www.islamlib.com). Mereka menulis: ".......sudah tentu, jika tidak ada
upaya-upaya untuk mencegah dominannya pandangan keagamaan yang militan
itu, boleh jadi, dalam waktu yang panjang, pandangan-pandangan kelompok
keagamaan yang militan ini bisa menjadi dominan. Hal ini jika benar
terjadi, akan mempunyai akibat buruk buat usaha memantapkan
demokratisasi di Indonesia. Sebab pandangan keagamaan yang militan
biasanya menimbulkan ketegangan antar kelompok- -kelompok agama yang
ada. Sebut saja antara Islam dan Kristen. Pandangan-pandangan kegamaan
yang terbuka (inklusif), plural, dan humanis adalah salah satu
nilai-nilai pokok yang mendasari suatu kehidupan yang demokratis."
Yang dimaksud dengan Islam Fundamentalis yang menjadi lawan firqah liberal adalah orang yang memiliki lima ciri-ciri, yaitu :
- Mereka yang digerakkan oleh kebencian yang mendalam terhadap Barat
- Mereka yang bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu itu
- Mereka yang bertujuan menerapkan syariat Islam
- Mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara
- Mereka menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun (petunjuk) untuk masa depan.
Demikian yang dilontarkan mantan Presiden Amerika Serikat, Richard Nixon (Muhammad Imarah : 75)
AGENDA DAN GAGASAN FIRQAH LIBERAL
Dalam tulisan berjudul "Empat Agenda Islam Yang
Membebaskan", Luthfi Asy-Syaukani, salah seorang penggagas JIL yang juga
dosen di Universitas Paramadina Mulya memperkenalkan empat agenda Islam
Liberal:
- Pertama, agenda politik. Menurutnya urusan negara adalah murni urusan dunia, sistem kerajaan dan parlementer (demokrasi) sama saja.
- Kedua, mengangkat kehidupan antara agama. Menurutnya perlu pencarian teologi pluralisme mengingat semakin majemuknya kehidupan bermasyarakat di negeri-negeri Islam.
- Ketiga, emansipasi wanita.
- Keempat kebebasan berpendapat (secara mutlak).
Sementara dari sumber lain kita dapatkan empat
agenda mereka adalah: 1) pentingnya konstekstualisasi ijtihad, 2)
komitmen terhadap rasionalitas dan pembaruan, 3) penerimaan terhadap
pluralisme sosial dan pluralisme agama-agama, dan 4) permisahan agama
dari partai politik dan adanya posisi non-sektarian negara. (lihat Greg
Bertan, Gagasan Islam Liberal di Indonesia, Pustaka Antara Paramadina
1999: XXI)
BAHAYA FIRQAH LIBERAL
1. |
Mereka tidak menyuarakan Islam yang diridhai oleh
Allâh Ta'âla, tetapi menyuarakan pemikiran-pemikiran yang diridhai oleh
Iblis, Barat dan Thaghut lainnya.
|
2. |
Mereka lebih menyukai atribut-atribut fasik dari pada
gelar-gelar keimanan karena itu mereka benci kepada kata-kata jihad,
sunnah, salaf dan lain-lainnya dan mereka rela menyebut Islamnya dengan
Islam Liberal. Allâh Ta'âla berfirman:
Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman
(QS Al Hujurât/49: 11) |
3. |
Mereka beriman kepada sebagian kandungan al-Qur'an
dan meragukan kemudian menolak sebagian yang lain, supaya penolakan
mereka terkesan sopan dan ilmiyah mereka menciptakan "jalan baru" dalam
menafsiri al-Qur'an. Mereka menyebutnya dengan Tafsir Kontekstual,
Tafsir Hermeneutik, Tafsir Kritis dan Tafsir Liberal.
Sebagai contoh, Musthofa Mahmud dalam kitabnya al-Tafsir al-Ashri li al-Qur'an menafsirkan ayat (فَاقْطَعُوْا أَيْدِيَهُمَا)
dengan "maka putuslah usaha mencuri mereka dengan memberi santunan dan
mencukupi kebutuhannya." (Syeikh Mansyhur Hasan Salman, di Surabaya,
Senin 4 Muharram 1423)
Dan tafsir seperti ini juga diikuti juga di Indonesia. Maka pantaslah mengapa Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Yang saya khawatirkan atas umatku adalah orang munafik yang pandai bicara.
Dia membantah dengan Al-Qur'an" Orang-orang yang seperti inilah yang merusak agama ini. Rasulullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Kebinasaan umatku disebabkan oleh Al Kitab dan susu".
Mereka bertanya, “Apakah Al Kitab dan susu itu?” Beliau menjawab, “Mereka mempelajari Al Qur’an lalu mentakwilkannya kepada sesuatu yang tidak Allâh inginkan dan mereka suka pada susu, lalu mereka meninggalkan shalat berjama’ah dan meninggalkan shalat Jum’at. Mereka melakukan (semua itu) dengan terang-terangan". Mereka mengklaim diri mereka sebagai pembaharu Islam padahal merekalah perusak Islam, mereka mengajak kepada kepada Al-Qur'an padahal merekalah yang mencampakkan Al- Qur'an. Mengapa demikian ? Karena mereka bodoh terhadap sunnah. Ibnu Mas'ud berkata:
"Kalian akan mendapatkan satu kaum yang mengira,
bahwa mereka mengajak kalian kepada Kitab Allâh, padahal mereka telah mencampakkannya di punggung mereka. Maka berpeganglah dengan ilmu. Jauhilah perbuatan yang mengada-ada (bid’ah), jauhilah memaksa-maksa dan ikutilah yang sudah ada (salaf)". (Lihat Ahmad Ibnu Umar al-Mahmashani: 388-389) |
4. |
Mereka menolak paradigma keilmuwan dan syarat-syarat
ijtihad yang ada dalam Islam, karena mereka merasa rendah berhadapan
dengan budaya barat, maka mereka melihat Islam dengan hati dan otak
orang Barat.
|
5. |
Mereka tidak mengikuti jalan yang ditempuh oleh Nabi
shallallâhu 'alaihi wa sallam, para sahabatnya dan seluruh orangorang
mukmin. Bagi mereka pemahaman yang hanya mengandalkan pada ketentuan
teks-teks normatif agama serta pada bentuk-bentuk Formalisme Sejarah
Islam paling awal adalah kurang memadai dan agama ini akan menjadi agama
yang ahistoris dan eksklusif (Syamsul Arifin; Menakar Otentitas Islam
Liberal. Jawa Pos 1-2-2002). Mereka lupa bahwa sikap seperti inilah yang
diancam oleh Allâh:
"Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya,
dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu'min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruknya tempat kembali" (QS. An-Nisaa' : 115) |
6. |
Mereka tidak memiliki ulama dan tidak percaya kepada
ilmu ulama. Mereka lebih percaya kepada nafsunya sendiri, sebab mereka
mengaku sebagai "pembaharu" bahkan "super pembaharu" yaitu neo modernis.
Allâh berfirman (yang artinya):
Dan bila dikatakan kepada mereka,
"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi," mereka menjawab, "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar. Apabila dikatakan kepada mereka, "Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman," mereka menjawab, "Akan berimankah kami sebagaimana orang-orang bodoh itu telah beriman." Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu. (QS. Al- Baqarah 11-13) |
7. |
Kesamaan cita-cita mereka dengan cita-cita Amerika,
yaitu menjadikan Turki sebagai model bagi seluruh negara Islam. Prof.
Dr. John L. Esposito menegaskan bahwa Amerika tidak akan rela sebelum
seluruh negara-negara Islam tampil seperti Turki.
|
8. |
Mereka memecah belah umat Islam karena gagasan mereka adalah bid'ah dan setiap bid'ah pasti memecah belah.
|
9. |
Mereka memiliki basis pendidikan yang banyak
melahirkan pemikir-pemikir liberal, memiliki media yang cukup dan
jaringan internasional dan dana yang cukup.
|
10. |
Mereka tidak memiliki manhaj yang jelas sehingga
gagasannya terkesan "asbun" dan asal "comot" Lihat saja buku Charless
Kurzman, Rasyid Ridha yang salafi Revivalis) itupun dimasukkan kedalam
kelompok liberal, begitu pula Muhammad Nashir (tokoh Masyumi) dan Yusuf
Qardhawi (tokoh Ihwan al-Muslimin). Bahayanya adalah mereka tidak bisa
diam, padahal diam mereka adalab emas, memang begitu berat jihad menahan
lisan. Tidak akan mampu melakukannya kecuali seorang yang mukmin.
"Barangsiapa yang beriman kepada Allâh dan hari akhir
(Lihat Husain al-Uwaisyah: 9 dan seterusnya)maka hendaklah ia mengucapkan yang baik atau hendaklah ia diam. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ahlul batil selain menghimpun kekuatan untuk memusuhi ahlul haq. Allâh Ta'âla berfirman (yang artinya):
"Adapun orang-orang yang kafir,
Sementara itu Ustadz Hartono Ahmad Jaiz menyebut mereka berbahaya
sebab mereka itu "sederhana", tidak memiliki landasan keilmuwan yang
kuat dan tidak memiliki aqidah yang mapan. (lihat Bahaya Islam Liberal:
40, 64-65).sebagian mereka pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allâh itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar". (QS Al-Anfâl/8: 73) |
- Arifin, Syamsul, Menakar Otentisitas Islam Liberal, Jawa Pos, 1-2-2002.
- Al-Hanafi, Ali Ibn Abi al-Izz, Tahzdib Syarh at-Thahawiyah, Dar al-Shadaqah, Beirut, cet.I 1995.
- Al-Mahmashani, Ahmad Ibnu Umar, Mukhtashar Jami' Bayan al-Ilmi wa Fadhlihi; Tahqiq Hasan Ismail, Dar al-Khair, Beirut cet. I 1994.
- Al-'Uwaisyah, Hasan, Hashaid al-A Isum, Dar al- Hijrah.
- Husaini, Adian, Islam Liberal dan Misinya, makalah diskusi di Pesantren Tinggi Husnayain Jakarta 8 Januari 2002.
- Imarah, Muhammad, Perang Terminologi Islam Versus Barat, terjemahan Musthalah Maufur, Rabbani Press, Jakarta 1998.
- Jaiz, Hartono Ahmad, Bahaya Islam Liberal, Pustaka al-Kautsar cet II , 2002.
- Kurzman, Charless, Wacana Islam Liberal, Paramadina Jakarta 2001.
- Majid, Nurcholis, Islam Kerakyatan dan Ke Indonesiaan, Mizan, Bandung cet. III/ 1996.
- Mu'adz, Muhammad Arkoum Anggitan Tentang Cara-Cara (Tafsir) al-Qur'an, Jurnal SALAM UMM Malang vol.3. No. 1/2000.
- Ridwan, Nurcholis, Gado-Gado Islam Liberal, Majalah Sabili, No. 15 tahun IX 25 Januari 2002.
- Rahman, Fazlur, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam, Teriemahan Taufik Adnan, Mizan, Bandung 1987.
- Syaqfah, M. Fahd, AI-Tashawwuf Baina al-Haqqi wa al-Khalq, Dar al-Salafiyah cet. III 1983.
- Watt, William M, Fundamentalisme Islam dan Modernitas, Terjemahan Taufiq Adnan, Raja Grafindo Persada Jakarta, cet. I 1997.
- Zunaidi, Abd Rabman, Al-.Salafiyah wa Qadhaya al-Ashr, Dar Isbiliya, Riyadh cet. I 1998.
(Majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun VI)
Posting Komentar Blogger Facebook