Oleh
Ustadz Ahmas Faiz bin Asifuddin
Di tengah masyarakat Islam khususnya, sejak dahulu sudah dikenal ada
tokoh-tokoh tertentu yang dapat menguasai jin dan mempunyai pengawal jin
sampai puluhan, bahkan ribuan. Sekarang, sejalan dengan perkembangan
dunia yang serba canggih, maka kemampuan menguasai dan menangkap makhluk
kasat mata tersebut, konon dapat dipertontonkan di layar kaca.
Aktifitas semacam itupun kian marak, dengan semakin banyaknya para
pendusta yang berlabel kyai. Padahal sejatinya mereka adalah sebangsa
paranormal.
Sesungguhnya aktifitas dan kemampuan semacam itu hanya ada di dunia
perdukunan, klenik dan mistik, bukan di dunia orang-orang bertauhid.
Sayangnya, banyak tokoh umat Islam atau ditokohkan oleh sebagian umat
Islam, ikut terlibat dalam dunia semacam itu, sehingga masyarakat
awamlah yang menjadi korban. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala sudah
mengingatkan:
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ
اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الْإِنْسِ ۖ وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الْإِنْسِ
رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي
أَجَّلْتَ لَنَا ۚ قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلَّا
مَا شَاءَ اللَّهُ
"Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya
(manusia dan jin), (dan Allah berfirman) : "Hai golongan jin (setan),
sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia," lalu berkatalah
kawan-kawan mereka dari golongan manusia : "Ya Rabb kami, sesungguhnya
sebagian dari kami (manusia) telah mendapat kesenangan dari sebagian
yang lain (jin) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau
tentukan bagi kami". Allah berfirman : "Neraka itulah tempat tinggal
kamu semua, sedang kamu semua kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah
menghendaki (yang lain)". [al An'am/6 : 128]
Tafsir ayat di atas ialah sebagai berikut:
Pengertian :
وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا
Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya
(manusia dan jin), maksudnya, ketika Allah mengumpulkan jin dan manusia
yang memiliki jalinan kesetiaan dengan jin, menghamba kepada jin,
meminta pertolongan dan taat kepada jin di dunia, dan mereka saling
membisikkan kata-kata indah yang menjanjikan satu sama lain.
رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ
"Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami (manusia) telah mendapat
kesenangan dari sebagian yang lain (jin)", maksudnya, manusia mengakui
di hadapan Allah pada hari kiamat tentang apa yang pernah mereka lakukan
terhadap jin di dunia.
Di dalam tafsirnya, Ibnu Katsir rahimahullah juga mengutip perkataan al
Hasan : "Arti sebagian jin dan manusia saling mendapat kesenangan satu
sama lain, tidak lain ialah jin telah memerintahkan dan mempekerjakan
manusia".
Ibnu Katsir rahimahullah juga mengutip perkataan Ibnu Juraij : "Dahulu
pada zaman jahiliyah, ketika seseorang singgah di suatu tempat (lembah),
ia akan mengatakan,'Aku mohon perlindungan kepada pembesar jin yang
menguasai lembah ini'; itulah yang dimaksud manusia mendapat kesenangan
dari jin. Dengan alasan ini, pada hari kiamat, ia hendak meminta maaf
kepada Allah. Adapun kesenangan yang diperoleh jin dari manusia ialah,
ketika manusia mengagung-agungkan jin di saat meminta pertolongan kepada
jin". Tetapi Allah kemudian memberi jawaban tegas:
قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا
Allah berfirman : "Neraka itulah tempat tinggal kamu semua, sedang kamu semua kekal di dalamnya". [1]
Sementara itu, Syaikh Abdur-Rahman bin Hasan Aal asy Syaikh menukil penjelasan Imam Mula Ali al Qari sebagai berikut :
Kesenangan yang didapatkan manusia dari jin ialah, ketika jin memenuhi
kebutuhan manusia, menuruti perintah manusia dan memberikan informasi
tentang hal-hal ghaib. Sedangkan kesenangan yang diperoleh jin dari
manusia ialah, ketika manusia mengagung-agungkan jin, meminta
perlindungan dan tunduk kepada jin [2].
Dengan kata lain, jin merasa gembira ketika manusia mentaati,
menyembah-nyembah, mengagungkan dan meminta perlindungan kepada jin.
Sedangkan manusia merasa gembira, ketika ia dapat meraih keinginan dan
maksudnya dengan pelayanan jin yang diberikan kepadanya [3].
Ini jelas menunjukkan bahwa perbuatan itu termasuk syirik. Karena
itulah, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, penyusun Kitab
Tauhid menegaskan: "Dalam penjelasan itu terdapat pengertian, bahwa
segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk memperoleh manfaat duniawi,
tidak mesti menunjukkan sesuatu itu tidak syirik"[4].
Apa yang dilakukan oleh banyak orang sekarang, seperti meminta izin atau
"kulonuwun", "permisi", atau berpamitan kepada "penunggu" yang dianggap
mbaurekso (Jawa, menguasai) suatu tempat tertentu ketika hendak
melakukan sesuatu tertentu, sama artinya dengan yang dilakukan oleh
orang-orang terbelakang zaman dahulu yang hidup pada zaman kebodohan.
Dan itu merupakan perbuatan syirik besar.
BENARKAH MANUSIA BIASA MAMPU MENANGKAP DAN MENGUASAI JIN?
Menjalin hubungan dengan jin, baik secara akrab ataupun tidak, erat
kaitannya dengan kepentingan perdukunan atau perklenikan, apapun
sebutannya. Hanya paranormal sajalah tokoh-tokoh yang menggeluti dunia
ini. Dalam sejarah Islam, tidak ada tokoh-tokoh Islam terdahulu yang
memelihara jin, meskipun hanya untuk menjaga diri, rumah, harta atau
kebunnya. Bahkan tidak ada riwayat shahih yang menerangkan adanya
seorang sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam mampu menangkap
makhluk halus tersebut.
Riwayat yang ada, yaitu penangkapan Abu Hurairah terhadap pencuri yang
berusaha mencuri harta Baitul Mal yang dijaganya, justeru memberikan
petunjuk mengenai cara untuk mendapat perlindungan Allah dari kejahatan
setan, ialah dengan membaca ayat-ayat al Qur`an. Salah satunya dengan
membaca ayat Kursi, sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sementara Abu Hurairah sendiri tidak
mengetahui bahwa pencuri tersebut merupakan jelmaan jin, kecuali setelah
diberitahu oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Jadi yang ditangkap
Abu Hurairah ialah manusia yang merupakan jelmaan jin. Abu Hurairah
tidak akan mampu menangkapnya kalau tidak berbentuk makhluk nyata.
Riwayat dimaksud secara lengkap ialah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ وَكَّلَنِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ
فَأَتَانِي آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ وَقُلْتُ
وَاللَّهِ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ وَلِي حَاجَةٌ
شَدِيدَةٌ قَالَ فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ
أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً
شَدِيدَةً وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ قَالَ أَمَا
إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ فَعَرَفْتُ أَنَّهُ سَيَعُودُ لِقَوْلِ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهُ سَيَعُودُ
فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنْ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ
لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ دَعْنِي فَإِنِّي مُحْتَاجٌ وَعَلَيَّ عِيَالٌ لَا أَعُودُ
فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا
فَعَلَ أَسِيرُكَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً
وَعِيَالًا فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ قَالَ أَمَا إِنَّهُ قَدْ
كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ فَرَصَدْتُهُ الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنْ
الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ لَأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ
وَهَذَا آخِرُ ثَلَاثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لَا تَعُودُ ثُمَّ
تَعُودُ قَالَ دَعْنِي أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا
قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ
الْكُرْسِيِّ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ حَتَّى
تَخْتِمَ الْآيَةَ فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ
وَلَا يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ
فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِي كَلِمَاتٍ يَنْفَعُنِي اللَّهُ بِهَا
فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ قَالَ مَا هِيَ قُلْتُ قَالَ لِي إِذَا أَوَيْتَ
إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى
تَخْتِمَ الْآيَةَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ
وَقَالَ لِي لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنْ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبَكَ
شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ وَكَانُوا أَحْرَصَ شَيْءٍ عَلَى الْخَيْرِ
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَا إِنَّهُ قَدْ
صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ مُنْذُ ثَلَاثِ لَيَالٍ
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ لَا قَالَ ذَاكَ شَيْطَانٌ. (أخرجه البخاري فى
صحيحه)
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam menugaskan aku untuk menjaga harta zakat
Ramadhan. Kemudian datanglah seseorang, ia mengambil (secara diam-diam)
dengan tangannya sebagian makanan (dalam riwayat lain, berupa kurma dari
hasil zakat fitri, Pen.). Maka aku tangkap ia dan ku katakan kepadanya:
"Demi Allah, aku akan laporkan engkau kepada Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam ". Orang itu berkata : "Sesungguhnya aku orang yang
membutuhkan, aku mempunyai tanggungan dan aku mempunyai kebutuhan
mendesak".
Abu Hurairah berkata: Maka aku lepaskan ia. Ketika pagi harinya, Nabi
Shallallahju 'alaihi wa sallam bertanya : "Wahai Abu Hurairah, apa yang
dilakukan tawananmu semalam?"
Abu Hurairah melanjutkan: Aku menjawab : "Ya Rasulullah, ia mengeluhkan
kebutuhannya yang mendesak dan mengeluhkan keluarga yang menjadi
tanggungannya, maka aku kasihani dia dan aku biarkan dia." Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah, sesungguhnya ia
berdusta kepadamu dan akan datang lagi!".
Maka akupun tahu, bahwa ia akan kembali lagi berdasarkan sabda
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam . Lalu aku mengintainya. Iapun
mengambil lagi makanan. Maka aku tangkap ia, seraya aku katakan
kepadanya : "Aku benar-benar akan laporkan engkau kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam ". Ia menjawab : "Biarkanlah aku,
sesungguhnya aku orang yang membutuhkan, aku mempunyai tanggungan
keluarga dan aku tidak akan kembali lagi".
Akupun mengasihaninya dan aku lepaskan dia. Ketika pagi harinya,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bertanya kepadaku: "Wahai Abu
Hurairah, apa yang dilakukan tawananmu?" Aku menjawab: "Ya Rasulallah,
ia mengeluhkan kebutuhannya yang mendesak dan keluarga yang menjadi
tanggungannya, maka akupun mengasihaninya dan aku biarkan ia. Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Abu Hurairah, ketahuilah
sesungguhnya ia berbohong kepadamu, ia akan kembali lagi".
Lalu akupun mengintai untuk yang ketiga kalinya, dan ia mulai lagi
mengambil makanan. Maka aku tangkap dia seraya aku katakan kepadanya :
"Sungguh aku akan laporkan engkau kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Ini adalah kali yang ketiga. Engkau bilang tidak akan
kembali, tetapi engkau kembali lagi." Ia berkata : "Biarkan aku. (Akan)
aku ajarkan kepadamu beberapa kalimat, yang dengannya Allah akan memberi
manfaat kepadamu". Aku bertanya: "Apakah kalimat itu?" Ia menjawab:
"Jika engkau hendak berangkat ke peraduanmu, bacalah ayat Kursi, yaitu:
الله لآ اله الا هو الحى القيوم
hingga engkau baca sampai akhir ayat. Maka sesungguhnya engkau akan
terus-menerus mendapat penjagaan dari Allah, dan tidak akan ada setan
yang mendekatimu hingga pagi hari".
Akupun melepaskannya. Ketika pagi harinya, Rasulullan Shallallahu
'alaihi wa sallam bertanya kepadaku: "Apa yang dilakukan oleh tawananmu
tadi malam?" Aku menjawab: "Ya Rasulallah, ia mengaku mengajariku
beberapa kalimat, yang dengannya Allah akan memberi manfaat kepadaku.
Lalu aku lepaskan dia".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Kalimat apa itu?"
Aku menjawab: Ia berkata kepadaku: "Jika engkau hendak berangkat ke
peraduanmu, bacalah ayat Kursi dari awal sampai akahir, yaitu:
الله لآ اله الا هو الحى القيوم
Ia lalu berkata kepadaku: Sesungguhnya engkau akan terus-menerus
mendapat penjagaan dari Allah, dan tidak akan ada setan yang mendekatimu
hingga pagi hari".
Dan para sahabat adalah orang yang paling bersemangat mengejar kebaikan.
Maka Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Ketahuilah
sesungguhnya kali ini ia jujur kepadamu, sedangkan ia adalah orang yang
suka berdusta. Tahukah engkau, siapa orang yang engkau ajak berbicara
semenjak tiga malam, wahai Abu Hurairah?" Abu Hurairah menjawab: "Tidak"
.
Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "orang itu adalah setan!"[6]
Terdapat riwayat lain, dari riwayat Abu Ayyub al Anshari di dalam Sunan
at Tirmidzi, dengan sebutan ghul. Yaitu setan yang menjelma menjadi
makhluk lain, dalam hal ini ghul itu mencuri makanan [7].
Berdasarkan hadits di atas, sangat jelas bahwa untuk menanggulangi
kejahatan setan maupun jin, cukup hanya dengan membaca ayat Kursi,
karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menyatakan kebenaran
ayat Kursi sebagai wasilah untuk mendapatkan perlindungan Allah.
Sehingga harus menjadi perhatian, ayat Kursi bukan dijadikan sebagai
jimat, namun sebagai doa dan wasilah untuk mendapat pertolongan Allah.
Dari riwayat di atas, sama sekali tidak tersirat maupun tersurat jika
sahabat mampu menangkap dan menguasai jin, setan atau roh halus. Para
sahabat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam hanya dapat menangkap pencuri
sebagai jelmaan setan, bukan dalam ujud aslinya. Dengan demikian,
adakah yang lebih hebat ketaqwaan dan kedekatannya kepada Allah daripada
sahabat, sehingga mampu melakukan sesuatu yang bersifat ghaib melebihi
sahabat? .
Jadi apabila ada seseorang yang mengaku dapat menangkap setan atau jin
dalam ujud aslinya, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan besar
pengakuannya adalah dusta. Begitu pula jika seseorang mampu "menguasai"
jin, setan, roh halus, maka tidak mungkin ia dapat menguasainya, tanpa
orang itu sendiri dikuasai oleh setan. Untuk menguasai setan (jin),
harus ada bargaining yang mahal harganya. Yaitu, jika seseorang mau
menghamba kepada setan (jin) dengan cara menuruti setiap kehendak setan
(jin) yang hendak dikuasainya. Tanpa berbuat seperti itu, tak mungkin
setan yang merasa lebih kuat dari manusia akan sudi secara suka rela
mengabdi atau menurut kepada manusia.
Dengan kata lain, orang dapat menguasai setan (jin), bila orang itu mau
menghamba dan menjadi budak jin, seperti telah dibahas pada surat al
An'am/6 ayat 128. Inilah timbal balik yang diinginkan oleh setan.
Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Aal asy Syaikh menukil penjelasan Imam
Ibnul Qoyim dalam Bada-i al Fawa-id mengenai hubungan saling
menguntungkan antara jin dengan manusia, sebagai berikut:
"Barangsiapa yang menyembelih binatang untuk dipersembahkan kepada setan
(jin), untuk memohon, meminta perlindungan dan mendekatkan diri kepada
setan (jin) menurut apa yang disukai setan, berarti ia telah menghamba
(beribadah) kepada setan (jin). Meskipun ia tidak menyebutnya sebagai
penghambaan (peribadatan), tetapi menyebutnya sebagai pemanfaatan setan
yang menjadi khadam (pelayan). Benar, tetapi itu merupakan pemanfaatan
setan, supaya manusia menjadi khadam (pelayan) bagi setan. Sehingga yang
terjadi adalah, manusia menjadi khadam (pelayan) dan menjadi abdi setan
(jin). Dengan cara itulah setan sudi menjadi khadam (pelayan) manusia.
Akan tetapi pelayanan setan kepada manusia, bukanlah pelayanan yang
bersifat penghambaan, sebab setan tidak akan pernah tunduk dan tidak
akan pernah menghamba kepada manusia. Tidak sebagaimana yang dilakukan
manusia kepada setan."[8]
Berbeda dengan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Beliau memang
pernah menangkap jin 'Ifrit ketika menggoda shalat beliau. Namun itupun
dilepaskan kembali, karena beliau teringat bahwa kemampuan tersebut
hanya merupakan mu'jizat Nabiyyullah Sulaiman Alaihissallam .
عن أَبِى هُرَيْرَةَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ عِفْرِيتًا مِنْ الْجِنِّ جَعَلَ يَفْتِكُ
عَلَيَّ الْبَارِحَةَ لِيَقْطَعَ عَلَيَّ الصَّلَاةَ وَإِنَّ اللَّهَ
أَمْكَنَنِي مِنْهُ فَذَعَتُّهُ فَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَرْبِطَهُ إِلَى
جَنْبِ سَارِيَةٍ مِنْ سَوَارِي الْمَسْجِدِ حَتَّى تُصْبِحُوا تَنْظُرُونَ
إِلَيْهِ أَجْمَعُونَ أَوْ كُلُّكُمْ ثُمَّ ذَكَرْتُ قَوْلَ أَخِي
سُلَيْمَانَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكًا لَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ
مِنْ بَعْدِي فَرَدَّهُ اللَّهُ خَاسِئًا. رواه البخاري ومسلم وغيرهما
واللفظ لمسلم.
"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, ia berkata, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Sesungguhnya 'Ifrit, dari
bangsa jin, tadi malam tiba-tiba datang kepadaku –atau beliau mengatakan
kalimat semacam itu- untuk memutuskan shalatku. Tetapi Allah memberikan
kemampuan kepadaku untuk mengatasinya, maka aku mencekiknya. Sungguh
aku (tadi malam) ingin mengikatnya di salah satu tiang masjid, sehingga
ketika pagi kalian semua dapat melihatnya. Kemudian aku teringat
perkataan saudaraku, yaitu Nabi Sulaiman: 'Ya Rabbi, ampunilah aku dan
anugerahkanlah kepadaku kekuasaan yang tidak layak dimiliki oleh
siapapun sesudahku,' maka Allahpun melepaskan (dalam riwayat lain: maka
Nabipun melepaskan) 'Ifrit dalam keadaan terhina" [9].
Imam Ibnu Hajar al Asqalani dalam Fat-hul Bari mengatakan:
Ibni Bath-thal dan ulama lain memahami dari hadits ini, bahwa ketika
'Ifrit menampakkan diri kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallm tidak
berbentuk lain selain bentuk aslinya, mereka selanjutnya mengatakan,
sesungguhnya melihat setan dalam bentuk aslinya hanya khusus merupakan
kemampuan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam . Adapun orang lain, maka
tidak memiliki kemampuan, berdasarkan firman Allah :
"Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu arah
yang kamu tidak bisa melihat mereka". [al A'raf/7 : 27].[10]
Sementara itu, Imam Nawawi mengatakan:
"Hadits di atas membuktikan bahwa bangsa jin ada, dan kadang ada sebagian orang yang dapat melihat mereka. Adapun firman Allah:
(Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu arah
yang kamu tidak bisa melihat mereka. –QS al A'raf/7 ayat 27), maka
pengertian ayat di atas dibawa pada pengertian menurut umumnya (umumnya
orang tidak dapat melihat bentuk asli mereka, Pen). Apabila melihat jin
itu mustahil, tentu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan
mengatakan apa yang telah beliau katakan, yaitu bahwa beliau telah
melihatnya dan bermaksud mengikatnya pada salah satu tiang masjid,
supaya ditonton oleh para sahabat dan dipermainkan oleh anak-anak
Madinah"[11].
Kesimpulannya, kerjasama saling menguntungkan dengan jin, bahkan jin
sampai bisa ditangkap, dikuasai dan dijadikan penjaga atau pengawal
pribadi, hukumnya haram dan termasuk syirik.
Berkait dengan hal yang dewasa ini banyak ditampilkan di televisi, atau
dirilis serta diiklankan di media-media cetak tentang kepiawaian
menangkap dan menguasai jin, meskipun mereka bersorban dan membaca
doa-doa yang seakan Islami, maka yang demikian itu sungguh menyesatkan
dan menyebabkan kemunduran peradaban manusia.
Maraji'
1. Tafsir Ibnu Katsir.
2. Taisir al Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al Mannan, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di (1307 -1376 H).
3. Fat-hul Bari Syarh Shahih al Bukhari, Tarqim Muhammad Fuad Abdul
Baqi, Tash-hih Syaikh Ibni Baz, Jami'ah al Imam Muhammad bin Saud al
Islamiyah, Riyadh.
4. Shahih Muslim Syarh Nawawi, Tahqiq Khalil Ma'mun Syiha, Daarul Ma'rifah, Beirut, Cet. III, 1417H/1996M.
5. Shahih Sunan at Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin al Albani,
Maktabah al Ma'arif, Riyadh, Cet. I dari cetakan terbaru, 1420H/2000M.
6. Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami' at Tirmidzi, al Imam al Hafizh Abi
al 'Ula Muhammad Abdur Rahman bin Abdur Rahim al Mubarakfuri (1353 H),
Dhabth wa Tautsiq: Shidqi Muhammad Jamil al Ath-thar, Darul Fikr,
Beirut, 1424H/2003M.
7. Fathul Majid Syarh Kitab at Tauhid, Syaikh Abdur Rahman bin Hasan Aal
asy Syaikh (wafat 1258 H). Yuthlab min an-Nasyir, Maktabah ar Riyadh al
Haditsah, tanpa tahun.
8. Dan lain-lain.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun X/1427H/2006M]
________
Footnote
[1].Lihat Tafsir Ibnu Katsir dengan diringkas, tentang Surah al An'am/6 ayat 128.
[2]. Lihat Fat-hul Majid Syarh Kitab at Tauhid, Syaikh Abdur Rahman bin
Hasan Aal asy Syaikh, Bab Minasy-Syirki al Isti'adzatu bi Ghairillah.
Pembahasan ayat pertama, halaman 134.
[3]. Lihat Taisir al Karim ar Rahman, Syaikh Abdur Rahman bin Nashir as Sa'di berkaitan dengan ayat 27 Surat al A'raf.
[4]. Lihat Fat-hul Majid Syarh Kitab at Tauhid, karya Syaikh Abdur
Rahman bin Hasan Aal asy Syaikh, Bab Minasy-Syirki al Isti'adzatu bi
Ghairillah. Pembahasan ayat pertama, halaman 134.
[5]. Lihat Fat-hul Bari, Ibnu Hajar al Asqalani, IV/488, Kitab al
Wakalah, Bab Idza Wakkala Rajulan Fataraka al Wakil Syai'an fa Ajazahu
al Muwakkil fa Huwa Ja'izun, hadits no. 2311.
[6]. Hadits shahih riwayat Bukhari, lihat Fat-hul Bari, Ibnu Hajar al
Asqalani, IV/487, Kitab al Wakalah, Bab Idza Wakkala Rajulan Fataraka al
Wakil Syai'an fa Ajazahu al Muwakkil Fa Huwa Ja'izun, hadits no. 2311.
Riwayat ini terdapat dalam beberapa tempat dengan diringkas pada
Shahihul Bukhari.
[7]. Lihat Shahih Sunan at Tirmidzi, Syaikh Muhammad Nashiruddin al
Albani, Kitab Tsawab al Qur`an, Bab Ma Ja'a fi Fadhli Surah al Baqarah
wa Ayatil Kursi, III/152-153, hadits no. 2880. Lihat pula makna ghul
dalam Tuhfatul Ahwadzi bi Syarhi Jami' at Tirmidzi, karya al
Mubarakfuri, VIII/156-157, pada hadits no. 2880, Kitab Fadha'il al
Qur`an, Bab Ma Ja'a fi Fadhli Surah al Baqarah wa Ayatil Kursi.
[8]. Lihat Fat-hul Majid Syarh Kitab at Tauhid, Syaikh Abdur Rahman bin
Hasan Aal asy Syaikh, Bab Minasy-Syirki al Isti'adzatu bi Ghairillah,
dibawah pembahasan hadits Khaulah binti Hakim, halaman 135, dengan
terjemah bebas.
[9]. HR al Bukhari Kitab ash Shalah, Bab al Asir aw al Gharim Yurbathu
fil Masjid, no. 461, Fat-hul Bari, Ibnu Hajar, I/554. Juga terdapat
dalam kitab-kitab dan bab-bab lain, dan Muslim Kitab al Masajid wa
Mawadhi' ash Shalah, bab Jawaz La'ni asy Syaithan fi Atsna'ish Shalah,
Syarh Nawawi, Tahqiq Khalil Ma'mun Syiha, V/31-32, dan lain-lain. Lafazh
ini milik Muslim.
[10]. Lihat Fat-hul Bari, I/555.
[11]. Syarh Nawawi, Tahqiq Khalil Ma'mun Syiha, V/32.
kyai atau dukun..apa kyai plus dukun..??
15 min read