0 Comment
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjgmQ025UMm3IuTn2s2CttfYCU_VwdZuGFJFSqqGFlkS2mFMeqohnc41p93tEOrEixbyLjAfHOZk0bhJaTase4dVLB0PTG_X_Deuw6yHVh1zUQhMS5PdTHyo2hSb9Ol2vlNqqK7AKA4j-M/s1600/donor+darah.jpgIni adalah pertanyaan sebagian orang:
“kok kita donor gratis, kita ga di bayar, eh giliran kita butuh darah, kita harus bayar”
Kalau orang yang peduli dengan syariat akan bertanya dengan pertanyaan tambahan:
“jual beli darah kan haram, bagaimana hukumnya darah yang masuk ke tubuh kita nanti?”

Jual beli darah haram hukumnya
عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِى جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّهُ اشْتَرَى غُلاَمًا حَجَّامًا فَقَالَ إِنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ ، وَثَمَنِ الْكَلْبِ ، وَكَسْبِ الْبَغِىِّ ، وَلَعَنَ آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ وَالْمُصَوِّرَ
Dari Aun bin Abi Juhaifah dari ayahnya, Abu Juhaifah, bahwasanya beliau membeli seorang budak laki-laki yang memiliki keterampilan membekam. Abu Juhaifah mengatakan bahwa sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang pendapatan dari darah (jual beli darah dan sebagainya, pent) , pendapatan dari jual beli anjing, dan penghasilan pelacur. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melaknat pemakan riba, nasabah riba, orang yang menato, orang yang minta ditato, dan orang yang membuat patung atau gambar yang terlarang.[1]

إن رسول الله صلى الله عليه و سلم نهى عن ثمن الدم وثمن الكلب وكسب الأمة ولعن الواشمة والمستوشمة وآكل الربا وموكله ولعن المصور
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan darah, hasil penjualan anjing dan upah dari budak wanita (yang berzina). Beliau juga melaknat orang yang mentato dan yang meminta ditato, memakan riba (rentenir) dan yang menyerahkannya (nasabah), begitu pula tukang gambar (makhluk yang memiliki ruh).”[2]

Dan Allah telah mengharamkan darah bagi manusia. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلَا عَادٍ فَلَا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”  (Al-Baqarah: 173)

Dan sebagaimana kaidah, jika barang tersebut haram maka haram juga jual-belinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى إِذَا حَرَّمَ شَيْئًا حَرَّمَ ثَمَنَهُ
Sesungguhnya jika Allah Ta’ala mengharamkan sesuatu, maka Allah mengharamkan harganya (hasil jual belinya)”[3]

PMI tidak menjual darah
Biaya yang dikeluarkan bagi yang membutuhkan darah adalah biaya pemeliharaan dan pengolahan darah. Bukan statusnya jual beli, jadi hal ini tidak masalah. Berikut kami nukil perkataan direktur PMI pontianak menjelaskan mengenai hal ini:
Darah yang akan ditransfusikan memerlukan pengolahan lebih dulu, sehingga tidak membahayakan penerima darah. Oleh sebab itu, pengolahan darah membutuhkan biaya dan bertujuan mendapatkan darah yang bermutu, aman dan bebas Infeksi Menular Lewat Transfusi Darah (IMLTD) agar siap digunakan untuk transfusi.
Adapun biaya yang dibebankan digunakan untuk:
-Merekrut atau mencari donor darah sukarela.
-Biaya pengadaan kantong darah.
-Biaya bahan pakai medis atau non medis.
-Biaya pemeriksaan golongan darah dan Haemoglobin/Hb.
-Biaya pengadaan reagen uji saring agar terbebas dari IMLTD yang meliputi HIV/AIDS, HBsAg, HCV, dan RPR(sifilis).
-Biaya pengadaan reagen untuk uji cocok serasi (metode gel test).
-Biaya penggantian alat.
-Biaya pemeliharaan alat, sarana dan prasarana.
-Biaya penunjang meliputi air, listrik, telepon, dan pemusnahan limbah medik.”[4]

Boleh membeli darah jika darurat
Sebagian orang ada yang memanfaatkan hal ini, misalnya yang kami dengar di rumah sakit sekitar Yogyakarta bahwa tukang becak dan yang lainnya sebulan sekali menjual darah mereka kepada keluarga-keluarga pasien sekitar rumah sakit. Mereka mencari dan menawarkan diri kemudian menjual darah mereka. Maka tidak mengapa membeli darah karena keadaan darurat jika tidak ada yang bersedia mendonorkan sukarela
Dalam Fatwa Ma’maj Fiqh Al-Islami dijelaskan,
. ويستثنى من ذلك حالات الضرورة إليه للأغراض الطبية ولا يوجد من يتبرع به إلا بعوض، فإن الضرورات تبيح المحظورات بقدر ما ترفع الضرورة، وعندئذِ يحل للمشتري دفع العوض، ويكون الإثم على الآخذ. ولا ما نع من إعطاء المال على سبيل الهبة أو المكافأة تشجيعاً على القيام بهذا العمل الإنساني الخيري
Dikecualikam jika keadaan darurat untuk tujuan pengobatan jika tidak didapatkan pendonor kecuali dengan harga/upah. Karena darurat membolehkan yang terlarang (secukupnya hingga) darurat tersebut hilang. Maka ketika itu boleh bagi pembeli memberikan harga/upah dan berdosa bagi yang mengambil harga/upah. (solusinya) Tidak mengapa memberikan harta sebagai bentuk hadiah atau (pendonor) diberikan semacam bonus/penghargaan sebagai motivasi untuk melakukan amal kebaikan bagi manusia,[5]


 dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com

Posting Komentar Blogger

 
Top