
Bismillah,
Mengirim Bacaan Al-Fatihah kepada Ayah Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Salam dan Kepada Para Nabi dan Rasul.
Dalam ritual Yasinan dan tahlilan, ada sebuah kalimat yang dibaca dan dimaksudkan untuk mengirim Al-Fatihah kepada ayah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalam. Diantara kalimat itu berbunyi,
“Tsumma ilaa arwaahi aabaa`ihii wa ikhwaanihii minan nabiyyiina wal mursaliin”
(Kemudian kepada ruh ayah-ayah beliau (Rasulullah) dan saudara-saudara beliau dari kalangan para Nabi dan Rasul)
Ada juga yang membaca seperti ini,
“Tsumma tsawaaban mitsla tsawaabi dzaalika ilaa arwaahi aabaa`ihii wa ikhwaanihii minan nabiyyiina wal mursaliin”
(Kemudian pahala seperti pahala tersebut kami kirimkan kepada arwah ayah-ayah beliau dan saudara-saudara beliau dari kalangan para Nabi dan Rasul)
Biasanya kalimat tersebut dibaca dalam
doa tahlil atau ketika membacakan doa setelah acara haul. Maksudnya
adalah pahala bacaan surat Al-Fatihah atau pahala tahlil dihaturkan
kepada arwah ayah-ayah Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasalam dan
para Nabi dan Rasul.
Kirim pahala dan tahlil
merupakan amalan yang tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan para
sahabatnya, tidak juga diamalkan oleh generasi tabi’in dan atba’ut
tabi’in. Padahal ketiga generasi tersebut adalah generasi terbaik Islam,
generasi yang dipuji oleh Rasulullah sebagai sebaik-baik manusia.
Dari Abdullah bin Mas’ud
radhiyallaahu ‘anhu beliau berkata, Nabi bersabda, “Sebaik-baik manusia
adalah yang hidup pada masaku (para sahabat), kemudian yang setelahnya
(tabi’in), kemudian yang setelahnya (atba’ut tabi’in)” (HR. Muttafaqun
‘alaih)
Dikarenakan amalan kirim pahala
dan tahlilan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah dan generasi
terbaik Islam, disamping itu amalan ini juga tidak memiliki landasan
syari’at, maka yang benar adalah kita tidak mengamalkannya. Tidak ada
satupun riwayat dari nabi yang menyatakan bahwa Nabi pernah mengirimkan
Al-Fatihah kepada para sahabatnya yang wafat. Dan tidak ada satupun
hadits yang menyatakan bahwa Nabi mengadakan tahlilan untuk para
sahabatnya yang wafat atau gugur di medan jihad.
Para sahabat Nabi yang gugur di
berbagai medan jihad, misal di perang Badar, Uhud dan berbagai
peperangan adalah orang-orang yang hidup bersama Nabi. Mereka adalah
orang-orang yang mulia yang mendapatkan jaminan surga yang tidak kita
ragukan lagi perjuangan mereka untuk membela agama Allah. Ketika mereka
satu persatu wafat, tidak pernah ada riwayat yang menyatakan bahwa
mereka berkumpul di rumah salah seorang dari mereka yang wafat, lalu
mereka mengadakan acara kirim pahala dan tahlilan selama tujuh hari,
atau hari ke 40, 100, 1000 dan haul.
Jika ada yang mengatakan bahwa
para sahabat adalah orang-orang yang miskin. Jadi wajar saja tidak
mengadakan acara tahlilan sebagaimana yang diamalkan oleh kaum muslimin
yang salah kaprah dalam beragama saat ini. Maka, sungguh aneh jawaban
seperti itu. Para sahabat nabi yang kaya juga banyak, semisal Utsman bin
Affan. Ketika Utsman bin Affan wafat, keluarga beliau tidak mengadakan
ritual kirim Al-Fatihah, Yasinan dan Tahlilan untuk beliau.
Jika ada yang mengatakan bahwa
Nabi adalah seorang yang sibuk, sehingga beliau tidak sempat untuk
mengadakan acara kirim Al-Fatihah dan tahlilan untuk para sahabat beliau
yang wafat. Sungguh ini adalah jawaban yang sangat konyol yang berasal
dari orang-orang yang gemar mengamalkan amalan ini untuk mencari
pembenaran atas kesalahan mereka. Maka kita katakan bahwa Nabi masih
sempat untuk mengajarkan kepada para sahabat adab-adab buang hajat yang
mungkin dianggap remeh oleh manusia, lantas apakah karena terlalu sibuk
sehingga membuat Nabi lupa untuk mengajarkan kirim Al-Fatihah Yasinan
dan Tahlilan? Jika demikian yang mereka katakan, sesungguhnya secara
tidak langsung mereka telah merendahkan kedudukan Nabi. Tidak mungkin
ada amalan yang tertinggal yang tidak diajarkan oleh Nabi. Ketika Nabi
tidak mengajarkan amalan kirim Al-Fatihah kepada ayah beliau dan para
nabi dan Rasul, serta amalan yasinan dan Tahlilan, tahulah kita bahwa
amalan kirim Al-Fatihah, Yasinan dan tahlilan bukanlah amalan kebaikan.
Dalam biografi ayah Rasulullah
shallallaahu ‘alaihi wasalam, dijelaskan bahwa ayah beliau wafat sebelum
beliau dilahirkan. Memang begitulah yang benar. Bahkan Rasulullah
sendiri yang menegaskan bahwa ayah beliau berada di dalam neraka.
Dari Anas bin Malik
radhiyallaahu ‘anhu, sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata, “Wahai
Rasulullah, dimanakah ayahku?” Rasulullah bersabda, “Di neraka”. Ketika
laki-laki itu telah pergi, maka Rasulullah memanggilnya kembali lalu
bersabda, “Sesungguhnya ayahku dan ayahmu berada di neraka” (HR. Muslim
(no. 203), Abu Dawud (no. 4718), dan Ahmad (no. 13432))
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu
‘anhu, Nabi berziarah ke kuburan ibunya. Lalu beliau menangis sehingga
membuat orang-orang di sekitarnya ikut menangis. Beliau bersabda, “Aku
meminta izin kepada Rabbku untuk memintakan ampun kepada ibuku, tapi
tidak diizinkan. Dan aku meminta izin kepada Rabbku agar aku bisa
menziarahi kuburan ibuku, maka aku diizinkan oleh-Nya. Maka, hendaklah
kalian berziarah kubur, karena ziarah kubur bisa mengingatkan kepada
kematian” (HR. Muslim (no.976) dan An-Nasa`I (no. 2034))
Tidak ada satupun riwayat yang
menyatakan bahwa ayah Rasulullah wafat dalam keadaan muslim dan akan
masuk surga. Ini menunjukkan bahwa ayah Rasulullah wafat dalam keadaan
kafir. Bila ada orang yang meyakini bahwa ayah nabi Muhammad adalah
seorang muslim dan akan masuk surga, maka hendaknya ia mendatangkan
bukti. Dan kenyataannya tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa ayah
Rasulullah wafat dalam keadaan muslim dan akan masuk surga. Bahkan yang
ada adalah sebaliknya, ayah Rasulullah tidak masuk Islam dan berada
dalam neraka, sebagaimana dalam riwayat di atas.
Maka, merupakan sebuah lelucon
ketika ada orang-orang yang mengirimkan Al-Fatihah untuk penduduk
neraka, yakni ayah Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasalam. Sebagaimana
juga merupakan sebuah lelucon dari orang-orang yang gemar mengirimkan
Al-Fatihah, yasinan dan tahlilan, yang mana mereka mengirimkan pahala
bacaan Al-Fatihah untuk para Nabi dan Rasul, saudara-saudara Rasulullah
Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasalam.
Apakah orang-orang yang gemar
mengamalkan kirim Al-Fatihah, Yasinan dan Tahlilan pernah memikirkan
perkara ini. Tidak pernah. Jujur saja, selama saya masih ikut-ikutan
ritual semacam ini, saya tidak pernah memikirkan hal semacam ini.
Ternyata apa yang saya amalkan pada masa lalu, walau tidak terlalu lama,
adalah amalan yang salah kaprah dan bisa dibilang sebagai amalan yang
konyol. Sayangnya, kebanyakan orang yang mengamalkan hal ini adalah
orang-orang yang hanya taklid buta, hanya mengikuti budaya dan tradisi,
tanpa terlebih dahulu menimbangnya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Mereka hanya mengikuti apa yang diturunkan dari para nenek moyang, bukan
mengikuti ajaran Islam yang benar.
Hendaklah mereka mengambil pelajaran .......
Hendaklah mereka mengambil
pelajaran dari ini semua. Tidak serta merta menolak mentah-mentah,
kemudian memusuhi orang-orang yang hendak meluruskan amaliah mereka yang
telah salah secara turun temurun. Apakah mereka rela kalau mereka
berada dalam kesalahan terus menerus, sementara saudara mereka dari
kalangan kaum muslimin yang memperingatkan mereka dari kesalahan mereka
saja tidak rela jika mereka berada dalam kesalahan terus menerus?
Orang-orang yang memperingatkan
mereka yang mengamalkan amalan yang salah ini, tidak bermaksud untuk
memusuhi mereka. Hanya saja orang-orang yang memperingatkan mereka agar
meninggalkan amalan yang konyol itu hendak menginginkan perbaikan kepada
mereka. Akan tetapi, kebanyakan mereka cenderung memusuhi orang-orang
yang memberi peringatan tersebut. Padahal tidak. Para pemberi peringatan
itu adalah orang-orang yang menginginkan kebaikan dan perbaikan atas
kesalahan amaliah mereka.
Dan hanya sedikit sekali
orang-orang yang mau mengambil peringatan, akan tetapi kebanyakan mereka
justru berpaling dan meniggalkan peringatan itu serta mamusuhi
orang-orang yang memberikan peringatan atas kesalahan amaliah mereka.
Allaahua’lam.