Kita pernah dengan kisah seseorang yang kuburnya diarak masa, sampai tanahnya diambil, bahkan sampai kuburnya ambles 5 kali saat sering turunnya hujan, kata si Juru Kunci. Di kubur wali lainnya, ada yang bersikap berlebihan sampai mencium-cium nisannya, di antara tujuannya untuk ngalap berkah. Bentuk berlebihan lainnya adalah sampai berdo’a menghadap kubur wali, padahal kita berdo’a seharusnya menghadap kiblat.
Bentuk Berlebihan Terhadap Kubur yang Terjadi Sejak Masa Nabi Nuh
Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالُوا لَا تَذَرُنَّ آلِهَتَكُمْ وَلَا تَذَرُنَّ وَدًّا وَلَا سُوَاعًا وَلَا يَغُوثَ وَيَعُوقَ وَنَسْرًا
“Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan
(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu
meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwaa', yaghuts, ya'uq
dan nasr” (QS. Nuh: 23).Sebagian ulama salaf berkata bahwa mereka ini (Wadd, Suwaa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr) adalah orang sholih di masa Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, orang-orang beri’tikaf (berdiam) di kubur mereka. Selanjutnya, dibuatlah patung-patung mereka lalu disembah. Kalau ada yang melakukan ziarah seperti ini ke kubur, maka termasuk ziarah yang tidak ada tuntunan. Ajaran seperti ini termasuk ajaran Nashrani dan orang musyrik. Jika maksud penziarah kubur adalah ingin agar do’anya mustajab di sisi kubur, atau ia berdo’a meminta pada mayit, atau ia beristighotsah pada mayit, ia meminta dan bersumpah atas nama mayit pada Allah dalam menyelesaikan urusan dan kesulitannya, ini semua termasuk amalan yang tidak dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak dilakukan oleh para sahabat. Lihat penjelasan Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa, 27: 31.
Bentuk-bentuk ghuluw (berlebihan) terhadap kubur orang sholih dapat kita saksikan dalam beberapa point di bawah ini. Semua bentuk ini adalah bentuk berlebihan dan juga perantara menuju syirik.
Mencium dan Mengusap Kubur Termasuk Mungkar
Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa sepakat para ulama akan terlarangnya mengusap-ngusap kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di fatawanya, beliau rahimahullah berkata.
وَاتَّفَقَ
الْعُلَمَاءُ عَلَى أَنَّهُ لَا يُسْتَحَبُّ لِمَنْ سَلَّمَ عَلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ قَبْرِهِ أَنْ
يُقَبِّلَ الْحُجْرَةَ وَلَا يَتَمَسَّحَ بِهَا لِئَلَّا يُضَاهِيَ بَيْتُ
الْمَخْلُوقِ بَيْتَ الْخَالِقِ
“Para ulama sepakat bahwa tidak dianjurkan bagi yang memberi salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kubur beliau lantas ia mencium kamarnya (yang di dalamnya terdapat kubur Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-)
dan mengusap-ngusap kuburnya. Ini sama saja menandingi rumah makhluk
dengan rumah Pencipta (baitullah)” (Majmu’ Al Fatawa, 26: 97). Karena baitullah (Ka’bah) dibolehkan mengusap hajar aswad. Kalau seseorang mengusap-ngusap kubur, maka itu sama saja menandingi rumah Allah.Di tempat lain, Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَلِهَذَا
اتَّفَقَ السَّلَفُ عَلَى أَنَّهُ لَا يَسْتَلِمُ قَبْرًا مِنْ قُبُورِ
الْأَنْبِيَاءِ وَغَيْرِهِمْ وَلَا يَتَمَسَّحُ بِهِ
“Para ulama sepakat tidak boleh menyentuh kubur para nabi dan
lainnya, begitu pula tidak boleh mengusap-ngusapnya. ” (Majmu’ Al
Fatawa, 27: 31). Jika kubur Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam-
tidak boleh diperlakukan seperti itu, bagaimana lagi dengan kubur
lainnya seperti pada kubur habaib, kubur wali atau kubur sholihin?!
Tentu tidak dibolehkan.Syaikhul Islam menerangkan pula bahwa berdo’a di sisi kubur dianggap keliru jika menghadap kubur langsung. Namun lihatlah bagaimana yang dilakukan di kubur-kubur para habib dan wali saat ini! Mereka berdo’a bukan menghadap kiblat, namun menghadap kubur secara langsung.
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan,
وَلَا
يَدْعُو هُنَاكَ مُسْتَقْبِلَ الْحُجْرَةِ فَإِنَّ هَذَا كُلَّهُ
مَنْهِيٌّ عَنْهُ بِاتِّفَاقِ الْأَئِمَّةِ . وَمَالِكٍ مِنْ أَعْظَمِ
الْأَئِمَّةِ كَرَاهِيَةً لِذَلِكَ . وَالْحِكَايَةُ الْمَرْوِيَّةُ عَنْهُ
أَنَّهُ أَمَرَ الْمَنْصُورَ أَنْ يَسْتَقْبِلَ الْحُجْرَةَ وَقْتَ
الدُّعَاءِ كَذِبٌ عَلَى مَالِكٍ . وَلَا يَقِفُ عِنْدَ الْقَبْرِ
لِلدُّعَاءِ لِنَفْسِهِ فَإِنَّ هَذَا بِدْعَةٌ وَلَمْ يَكُنْ أَحَدٌ مِنْ
الصَّحَابَةِ يَقِفُ عِنْدَهُ يَدْعُو لِنَفْسِهِ وَلَكِنْ كَانُوا
يَسْتَقْبِلُونَ الْقِبْلَةَ وَيَدْعُونَ فِي مَسْجِدِهِ
“Tidak boleh berdo’a di kubur Nabi dengan menghadap ke kamarnya.
Semua ini terlarang menurut kesepakatan para ulama. Imam Malik yang
paling keras melarang hal ini. Banyak cerita yang diriwayatkan dari Imam
Malik di mana beliau memerintahkan Manshur untuk menghadap kamar saat
berdo’a, ini riwayat dusta. Tidak boleh berdiri di sisi kubur untuk
berdo’a untuk kepentingan dirinya karena ini tidak dituntunkan. Tidak
pernah seorang sahabat pun berdiri di sisi kubur untuk kepentingan
dirinya. Yang para sahabat lakukan adalah mereka berdo’a menghadap
kiblat dan berdo’a di masjid (Masjid Nabawi).” (Majmu’ Al Fatawa, 26:
147).Berdo’a di Sisi Kubur Wali
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَلَا
يُسْتَحَبُّ الصَّلَاةُ عِنْدَهُ وَلَا قَصْدُهُ لِلدُّعَاءِ عِنْدَهُ
أَوْ بِهِ ؛ لِأَنَّ هَذِهِ الْأُمُورَ كَانَتْ مِنْ أَسْبَابِ الشِّرْكِ
وَعِبَادَةِ الْأَوْثَانِ
“Para ulama sepakat tidak dianjurkan shalat di sisi kubur, tidak pula
berdo'a di sisi kubur atau berdo'a lewat perantaraan kubur. Karena
seluruh hal ini adalah perantara pada syirik dan sebab penyembahan
kepada watsn (segala sesuatu yang disembah selain Allah). ”
(Majmu’ Al Fatawa, 27: 31). Hal ini menunjukkan terlarangnya berdo’a di
kubur wali, habaib atau orang sholih. Namun yang dibolehkan adalah
mendo’akan kebaikan untuk si mayit seperti yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan ketika kita ziarah kubur dan tetap menghadap kiblat. Do’a yang dimaksud adalah,
السَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُسْلِمِيْنَ
(وَيَرْحَمُ اللهُ الْمُسْتَقْدِمِيْنَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِيْنَ)
وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُوْنَ، أَسْأَلُ اللهَ لَنَا
وَلَكُمُ الْعَافِيَةَ
“Semoga keselamatan tercurah kepada kalian, wahai penghuni kubur,
dari (golongan) orang-orang beriman dan orang-orang Islam, (semoga
Allah merahmati orang-orang yang mendahului kami dan orang-orang yang
datang belakangan). Kami insya Allah akan bergabung bersama kalian, saya
meminta keselamatan untuk kami dan kalian.” (HR. Muslim no. 975).Wallahu waliyyut taufiq was sadaad.
ustadz muhammad abduh tuasikal
Posting Komentar Blogger Facebook