Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat حفظه الله
MUKADDIMAH
Pembahasan mengenai hadits ahad dan
hubungannya dangan aqidah, atau hukum dan aqidah, itu tidak pernah
dibicarakan oleh generasi pertama, kedua maupun ketiga. Khususnya para
sahabat tidak pemah memilah atau membagi-bagi hadits, seperti pembagian
yang dilakukan oleh sebagian ahli bid’ah bahwa hadits ahad hanya
terbatas untuk hukum, sedangkan hadits mutawatir dapat dipakai untuk
aqidah. Pembagian seperti ini tidak pernah dikenal, kecuali oleh ahli
bid’ah, seperti Mu’tazilah. Dan fikrah ini terus berkembang sampai pada
awal abad kedua puluh, hingga timbul Mu’tazilah gaya baru, atau yang
kita kenal dangan Hizbut Tahrir.
KECEROBOHAN HIZBUT TAHRIR
Hizbut Tahrir membagi, hadits mutawatir
untuk aqidah dan ahkam, sedangkan hadits ahad dikhususkan untuk masalah
hukum. Adapun para sahabat, tabiin dan tabiut tabi’in menerima hadits,
jika hadits tersebut sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, mereka
tidak membaginya sebagaimana yang dilakukan oleh mu’tazilah dan yang
sepaham dangannya. Jadi, para sahabat melihatnya, sah atau tidak, jika
sesuai dangan kaidah-kaidah ilmu hadits, maka diterima baik untuk
masalah hukum ataupun aqidah.
Jadi pembagian yang dilakukan oleh Hizbut
Tahrir, bahwa hadits ahad tidak bisa dipakai dalam aqidah, merupakan
pembagian yang muhdats (bidah). Ini bisa dilihat dari beberapa segi.
Berdasarkan nash Al Qur’an, banyak ayat (firman Allah) yang dijadikan
dalil oleh Imam Syafi’i. Diantaranya tersebut dalam kitab Ar Risalah,
bahwa khabar ahad itu diterima. Demikian juga dari hadits-hadits yang
akan kita lihat. Diantaranya, bahwa Rasulullah mengutus sebagian sahabat
orang per orang untuk menyampaikan Islam.
Pembagian yang dilakukan Hizbut Tahrir
tersebut bertentangan dangan Ijma’ para sahabat. Para sahabat tidak
pernah menolak hadits yang disampaikan oleh satu sahabat yang lain yang
berkenaan dangan aqidah dan contoh tentang ini banyak sekali.
Bertentangan dangan kaidah ilmu hadits, yang dapat menunjukkan kebodohan
mereka. Memang, perlu diketahui bahwa ahlul bid’ah itu menegakkan
manhaj mereka atas dasar kebodohan dan hawa nafsu. Sedangkan Ahlus
Sunnah menegakkan manhaj di atas dasar ilmu dan keadilan.
Tampak sangat jelas kebodohan HT yang
menolak khabar ahad untuk aqidah, karena hadits Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam berbicara tentang Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala
memerintahkan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam untuk menjelaskan Al
Qur’an. Tentunya, yang dimaksudkan dalam hal ini adalah dinul Islam.
Alloh berfirman :
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an,
agar kamu menerangkan kepada ummat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan. (QS An Nahl : 44).
Ayat yang mulia ini, memberkan sejumlah
faidah, hukum dan qawaid. Diantaranya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Salam diperintahkan oleh Allah untuk menjelaskan Al Qur’an. Penjelasan
Beliau tentang Al Qur’an ini, agar manusia faham dangan apa yang
dimaksudkan oleh AllahPenjelasan Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam
sangat luas, meliputi apa yang ada dalam Al Qur’an, bahkan yang tidak
disebutkan secara terperinci di dalamnya, meskipun secara mujmal
(global) terdapat di dalam Al Qur’an. Karena itu, ulama membagi Sunnah
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjadi beberapa bagian. Pendapat ini
disampaikan oleh ulama, diantaranya Imam Syafi’i, kemudian dinukil Imam
Baihaqi di dalam kitabnya Al Madkhal, dan Imam Suyuthi di dalam kitab
Miftahul Jannah.
1. Bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Salam mengamalkan atau memerintahkan apa yang diperintahkan oleh
Allah. Misalnya, Allah memerintahkan shalat, maka Beliaupun ikut
memerintahkan shalat. Allah mengancam orang yang meninggalkan shalat,
Beliupun ikut mengancam. Dan begitu seterusnya.
2. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam, menjelaskan apa yang mujmal di dalam Al Qur’an atau Beliau memberikan tambahantambahan, seperti wudhu, tentang makanan yang diharamkan yang tidak disebutkan di dalam Al Qur’an kecuali beberapa macam, dan lain-lain.
3. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan atau melarang sesuatu yang sama sekali tidak ada keterangannya di dalam Al Qur’an, tetapi secara mujmal atau mutlak terdapat dalam Al Qur’an, yakni perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala agar taat kepada Beliau. Allah memerntahkan agar kita taat kepada Allah dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Salam, disebutkan di dalam Al Qur’an kurang lebih di 44 tempat. Diantaranya:
2. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam, menjelaskan apa yang mujmal di dalam Al Qur’an atau Beliau memberikan tambahantambahan, seperti wudhu, tentang makanan yang diharamkan yang tidak disebutkan di dalam Al Qur’an kecuali beberapa macam, dan lain-lain.
3. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam memerintahkan atau melarang sesuatu yang sama sekali tidak ada keterangannya di dalam Al Qur’an, tetapi secara mujmal atau mutlak terdapat dalam Al Qur’an, yakni perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala agar taat kepada Beliau. Allah memerntahkan agar kita taat kepada Allah dan Rasul Shallallahu ‘alaihi wa Salam, disebutkan di dalam Al Qur’an kurang lebih di 44 tempat. Diantaranya:
وَمَا ءَاتَكُوُ الرَسُوْلُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوْا وَاتَّقُو اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ العِقَابِ
Dan Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah sangat
keras hukumanNya. (QS Al Hasyr : 7).
Ayat ini bersifat mutlak, memerintahkan
kita untuk menerima yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Salam, walaupun tidak tertulis di dalam Al Qur’an. Misalnya, seperti
haramnya cincin emas serta kain sutera bagi kaum pria, dan lain
sebagainya.Ini merupakan Sunnah dan penjelasan Beliau terhadap Al
Qur’an. Dari sini, kita mengetahui bahwa Sunnah Beliau Shallallahu
‘alaihi wa Salam tidak hanya berbicara tentang satu hukum. Jika Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa Salam berbicara tentang satu hal -misalnya
tentang shalat, zakat, jual beli- tidak hanya terbatas pada hukum
tersebut, tetapi mencakup hukum yang lain, karena ini merupakan
penjelasan Beliau terhadap Al Qur’an dan Islam secara keseluruhan.
Karena itu, Al Qur’an sangat membutuhkan kepada hadits, dan tidak
sebaliknya.
Nanti kita akan melihat contoh, bahwa
dalam satu hadits kadang berbicara tentang aqidah, akhlak, kisah, hukum
dan lain-lain. Sehingga dari satu hadits, kita dapat mengambil faidah
yang banyak, puluhan bahkan ratusan. Sehingga, jika kita katakan bahwa
hadits ahad tidak dipakai untuk aqidah, maka sebagian besar aqidah akan
tertolak.
Kita lihat lagi kejahilan Hizbut Tahrir.
Mereka hanya mengikuti hawa nafsu. Diantara kebodohannya, mereka tidak
bisa mengetahui adanya keterikatan antara aqidah dan hukum. Padahal
keterikatan antara keduanya sangat erat, tak terpisahkan. Karena, kalau
memisahkannya, berarti kita menetapkan sesuatu tanpa iman. Misalnya
hukum haramnya khamr. Dan menetapkan keharaman khamr itu dangan
keyakinan, yang demikian ini merupakan aqidah. Mustahil kita menetapkan
hukum tanpa keyakinan bahwa itu telah ditetapkan keharamannya oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Jadi, pemisahan antara aqidah dan hukum merupakan
satu kerancuan dalam beragama, jauh dari nur Al Qur’an dan Sunnah.
Hizbut Tahrir dan kawan-kawannya juga
tidak istiqamah dalam menjalankan ajaran mereka. Ada sesuatu yang lucu.
Kalau mereka mengatakan bahwa hadits ahad tidak bisa diterima dalam
aqidah, maka konsekwensinya, jika mereka menyampaikan materi dalam
ta’lim, atau manakala menulis kitab, dan khabarnya wajib mutawatir maka
tidak boleh satu orang. Ini sesuai dangan teori mereka. Akan tetapi,
kenyataannya ustadz-ustadz mereka menyampaikan materi aqidah seorang
diri, begitu juga ketika menulis.
CONTOH-CONTOH HADITS AHAD
Sering terjadi, apa yang disangka oleh
Hizbut Tahrir sebagal hadits ahad, ternyata bukan ahad. Sebagai contoh
tentang adzab kubur. Bahkan mereka sering menyampaikan pengingkarannya
terhadap adzab kubur. Padahal hadits tentang masalah ini mutawatir
maknawi. Dan masih banyak contoh lainnya.
Hadits apa saja yang mereka tolak? Ini
harus diteliti terlebih dahulu, apakah termasuk khabar ahad ataukah
mutawatir? Demikian jika kita mengikuti teori mereka. Tetapi ternyata
mereka tidak paham yang dimaksud dangan ahad dan mutawatir.
Di depan sudah disampaikan, jika kita
menerima teori mereka, maka sebagian besar aqidah akan tertolak.
Contoh-contoh hadits ahad yang diterima, disepakati dan dijadikan dalil
oleh para ulama dari zaman ke zaman, yang di dalamnya disamping
berbicara tentang aqidah, tetapi juga hukum, atau yang lainnya. Karena
keduanya berkaitan. Contohnya, kita lihat satu per satu.Contoh pertama,
hadits 1 yang kami bawakan dan Shahih Bukhari, yaitu sebuah hadits ahad
dan gharib.
إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل
امريء ما نوى ، فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله ،
ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها أو امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه
Sesungguhnya amal itu dangan niat,
dan sesungguhnya bagi masing-masing orang apa yang dia niatkan.
Barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang akan ia dapatkan atau
kepada perempuan yang akan dia nikahi maka (hasil) hijrahnya adalah apa
yang dia niatkan (Muttafaqun ‘alaih).
Apakah hadits ini tidak berbicara tentang
aqidah? Bahkan hadits ini berbicara tentang salah satu diterimanya
amal, tentang ikhlas yang merupakan syarat diterimanya amal seseorang.
Hadits ini, jelas merupakan hadits ahad, dan termasuk ke dalam bagian
hadits gharib, karena tidak diriwayatkan, kecuali dari jalan Umar bin
Khaththab. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya, kecuali Al Qamah bin
Waqqash Al Laitsi. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali
Muhammad bin Ibrahim At Taimi. Dan tidak ada yang meriwayatkan darinya
kecuali Yahya bin Sa’id Al Anshari. Kemudian dari beliau ini
diriwayatkan oleh puluhan perawi, bahkan mungkin ratusan. Awalnya
mutawatir, akhirnya ahad dan gharib. Ini salah satu contoh hadits yang
diterima oleh para ulama, bahkan hampir sebagian besar ulama.Contoh
kedua, yaitu hadits nomor 7, yang diriwayatkan juga oleh Imam Bukhari.
Hadits yang panjang, berbicara tentang hukum, aqidah, adab dan
lain-lain. Yaitu hadits tentang kisah Hiraklius. Hadits ini telah
diterima oleh para ulama. Di dalamnya diceritakan, Hiraklius bertanya
kepada Abu Sufyan, yang ketika itu ia masih musyrik, berkaitan dengan
dakwah Rasulullah. Diantaranya, Hiraklius bertanya kepada Abu Sufyan
ماذا يأمركم قلت يقول اعبدوا الله وحده ولا تشركوا به شيئا واتركوا ما يقول آباؤكم ويأمرنا بالصلاة والصدق والعفاف والصلة
Apa yang diperintahkan oleh Muhammad kepada kalian? Aku (Abu Sufyan) menjawab, ‘Muhammad mengatakan. ‘Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dangan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa yang dikatakan (diyakini) oleh bapak-bapak (nenek moyang) kalian’. Muhammad (juga) menyuruh kami untuk shalat, zakat, jujur, menjaga harga diri dan menyambung tali silaturrahim…
Apa yang diperintahkan oleh Muhammad kepada kalian? Aku (Abu Sufyan) menjawab, ‘Muhammad mengatakan. ‘Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dangan sesuatu apapun, tinggalkanlah apa yang dikatakan (diyakini) oleh bapak-bapak (nenek moyang) kalian’. Muhammad (juga) menyuruh kami untuk shalat, zakat, jujur, menjaga harga diri dan menyambung tali silaturrahim…
Apakah yang dimaksudkan dalam hadits ini
bukan aqidah? Demikian ini aqidah, dan hadits ini juga merupakan hadits
ahad dan bukan mutawatir. Bahkan dalam hadits yang mulia ini tercapat
surat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam, yaitu:
بسم الله الرحمن الرحيم من محمد
عبد الله ورسوله إلى هرقل عظيم الروم سلام على من اتبع الهدى أما بعد فإني
أدعوك بدعاية الإسلام أسلم تسلم يؤتك الله أجرك مرتين فإن توليت فإن عليك
إثم الأريسيين و يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم أن لا
نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون الله
فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون
Bismillahirrahmanirrahim, dari
Muhammad hamba Allah dan Rasul-Nya kepada Hirakla (Hiraklius) pembesar
Romawi, keselamatan atas orang yang mengikuti petunjuk, amma ba’du.
Sesungguhnya aku mengajakmu dangan ajakan Islam, islamlah! Engkau pasti
akan selamat dan Allah akan memberikan kepadamu balasan dua kali lipat.
Jika engkau berpaling, maka engkau akan menanggung dosa-dosa rakyatmu.
(Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam membawakan ayat, yang
artinya.) Katakanlah. “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu
kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu,
bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dangan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian
yang lain sebagal llah selain Allah. Jika mereka berpaling maka
katakanlah kepada mereka . “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang
yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS Ali Imran:64).
Surat ini mengajak Hiraklius untuk masuk
Islam, kembali ke agama tauhid. Apakah seperti ini bukan aqidah?
Demikian ini adalah masalah aqidah. Bahkan dalam hadits ini terkumpul
masalah akhlak, hukum, aqidah dan sebagainya. Kalau hadits ahad tidak
bisa dijadikan sebagal hujjah dalam masalah aqidah, maka hadits yang
mulia ini tertolak.Contoh ke tiga, hadits nomor 8 di dalam Shahih
Bukhari. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam Muslim dan yang lainnya.
Hadits ini ahad. Tetapi sepengetahuan kami, hadits ini masyhur, yaitu
dari jalan Ibnu Umar,
قال رسول الله صلى الله عليه وآل
وسلم : بني الإسلام على خمس : شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمد ا رسول
الله ، وإقام الصلاة ، وإيتاء الزكاة ، وحج البيت ، وصوم رمضان
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Salam bersabda, ‘Islam dibangun di atas lima asas (yaitu) syahadat
(persaksian) bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan
syahadat bahwa Muhammad itu Rasulullah, mendirikan sholat, menunaikan
zakat, haji dan puasa ramadhan (dalam riwayat lain puasa ramadhan baru
haji).
Bukankah hadits ini telah disepakati oleh
para ulama dan diterima dari zaman ke zaman? Hadits ini menjelaskan
tentang rukun-rukun Islam, dan diawali dangan syahadat. Apakah ini bukan
masalah aqidah? Di sini kita melihat lagi bahwa satu hadits, selain
berbicara masalah aqidah, juga masalah hukum.Contoh ke empat, yaitu
hadits nomor 9, di dalam Shahih Bukhari. Hadits ini juga diriwayatkan
oleh Imam Muslim dan yang lainnya. Hadits ini, selain ahad juga gharib,
dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
عن النبي صلى الله عليه وسلم قال الإيمان بضع وستون شعبة والحياء شعبة من الإيمان
Dari Nabi Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa Salam bersabda, ‘iman itu ada enam puluh cabang lebih dan rasa malu
merupakan salah satu cabang iman.
Hadits ini menjelaskan tentang cabang keimanan, Yakni, iman itu mempunyai enam puluh cabang lebih. Dan di riwayat Imam Muslim,
الإيمان بضع و سبعون أو بضع وستون شعبة فأفضلها قول لا إله إلا الله وأدناها إماطة الأذى عن الطريق والحياء شعبة من الإيمان
iman itu tujuh puluh cabang lebih,
Yang paling tinggi adalah ucapan laailaha illallaah, dan, yang paling
rendah ialah menyingkirkan, gangguan dari jalan, dan malu merupakan,
salah satu cabang iman.
Hadits ini juga berbicara tentang aqidah,
hukum, akhlak dan adab, seperti menghilangkan gangguan dari jalan.
Padahal ini merupakan hadits ahad dan gharib. Jikalau kita menerima
kaidah mereka (Hizbut Tahrir), maka tertolaklah hadits ini, karena tidak
diriwayatkan secara mutawatir.Contoh ke lima, hadits yang ke 14 dan 15.
Ini juga merupakan hadits ahad, berbicara tentang aqidah. Yaitu
kecintaan kepada Rasulullah dan cara mencapai kesempurnaan cinta
kepadanya. Diriwayatkan dari jalan Abu Hurairah
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال فوالذي نفسي بيده لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده
Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda, Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya,
tidak akan beriman (sempurna keimanan) salah seorang diantara kalian
sampal aku lebih dicintal daripada bapak dan anaknya.
Dan hadits nomor 15, dari jalan Anas:
قال النبي صلى الله عليه وسلم لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Salam bersabda, Tidak akan beriman (tidak akan sempurna keimanan) salah
seorang diantara kalian sampal aku lebih dicintal daripada bapak dan
anaknya dan semua orang.
Ini juga berbicara tentang aqidah.Contoh
ke enam, hadits nomor 16, tentang kelezatan atau manisnya iman yang
dapat dirasakan oleh seseorang.Diriwayatkan dari Anas dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa Salam
ثلاث من كن فيه وجد حلاوة الإيمان
أن يكون الله ورسوله أحب إليه مما سواهما وأن يحب المرء لا يحبه إلا لله
وأن يكره أن يعود في الكفر كما يكره أن يقذف في النار
Ada tiga hal, jika ketiganya
terkumpul pada diri seseorang maka ia akan mendapatkan manisnya iman;
(yaitu) Allah dan Rasulnya lebih dicintal daripada selain keduanya,
mencintal seseorang, ia tidak mencintainya kecuali karena Allah dan
benci kembali kepada kekufuran sebagaimana dia benci dilempar kedalam
api neraka.
Hadits ini juga berbicara tentang cinta kepada Allah, Rasul-Nya dan juga keimanan. Bahwa iman itu punya rasa. Demikian ini adalah masalah aqidah.Contoh tujuh, hadits nomor 26.
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى
الله عليه وسلم سئل أي العمل أفضل فقال إيمان بالله ورسوله قيل ثم ماذا قال
الجهاد في سبيل الله قيل ثم ماذا قال حج مبرور
Dari Abu Hurairah, sesungguhnya
Rasulullah pernah ditanya: “Amal apakah yang paling afdhal?” Beliau:
menjawab, Iman kepada Allah dan RasulNya. ” Kemudian ditanya lagi, Lalu
apa lagi ?’ Beliau Shallallahu ‘alaihi wa Salam menjawab, Jihad dl jalan
Allah’. Kemudian ditanya lagi, ‘Lalu apa lagi ?’ Beliau menjawab, Haji
yang mabrur ‘
Hadits yang mulia ini menjelaskan tentang
iman. Bahwa iman itu masuk dalam bagian amal, dan amal itu masuk dalam
bagian iman. Oleh karena itu, Imam Bukhari memberikan Bab : Man Qaala
Annal Iman Huwal Amal, bahwa amal itu masuk dalam iman. Sehingga, ketika
Nabi ditanya tentang amal yang paling afdhal, Beliau menjawab iman
kepada Allah.Hadits ini telah diterima oleh semua ulama Ahlus Sunnah
untuk menetapkan, bahwa amal itu masuk dalam bagian iman. Yang tentunya
akan menjelaskan kepada kita, bila iman itu bisa bertambah karena
perbuatan ta’at, dan bisa berkurang karena perbuatan maksiat.
Contoh ke delapan, hadits nomor 32, darijalan Abdullah bin Mas’ud.
لما نزلت { الذين آمنوا ولم يلبسوا
إيمانهم بظلم } قال أصحاب رسول الله صلى الله عليه وسلم أينا لم يظلم
فأنزل الله { إن الشرك لظلم عظيم }
Ketika turun firman Allah (yang
artinya) Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dangan kezhaliman (syirik), mereka Itulah orang-orang yang
mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat
petunjuk. (OS. Al An’am 82), para shahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam berkata, Siapakah diantara klta yang tidak berbuat
zhalim?’ lalu Allah menurunkan firman-Nya (yang artinya), sesungguhnya
kesyirikan itu adalah kezhaliman yang besar.
Ketika ayat Al An’am 82 diturunkan, para
sahabat merasa susah dan berat. Mereka mengatakan, siapakah diantara
kita yang tidak menzhalimi dirinya? Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa Salam menjelaskan kepada mereka, bahwa bukan itu yang dimaksud;
tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman kepada anaknya? Jadi zhulm
(kezhaliman) di sini, maksudnya adalah syirik. Ini juga berbicara
tentang aqidah, antara tauhid dan syirik.Contoh ke sembilan, hadits no.
39, dari Abu Hurairah
إن الدين يسر
Sesungguhnya agama ltu adalah mudah
Ini juga berbicara tentang aqidah, bahkan
berbicara tentang agama ini secara keseluruhan. Bahwa ajaran Islam,
pengamalan dan dakwahnya adalah mudah. Apakah ini tidak berbicara
aqidah? Hadits ini berbicara tentang Islam, dan tentunya kaffah.
Sebagaimana Allah memerintahkan kepada kita untuk masuk Islam secara
kaffah (menyeluruh).Contoh ke sepuluh, hadits nomor 50. Yaitu hadits
tentang Jibril yang datang kepada Nabi lalu bertanya Islam, iman dan
ihsan, dan di Shahih Bukhari diringkas.
ما الإيمان قال أن تؤمن بالله
وملائكته وبلقائه ورسله وتؤمن بالبعث قال ما الإسلام قال الإسلام أن تعبد
الله ولا تشرك به وتقيم الصلاة وتؤدي الزكاة المفروضة وتصوم رمضان قال ما
الإحسان قال أن تعبد الله كأنك تراه فإن لم تكن تراه فإنه يراك
Apakah iman ? Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam bersabda, ‘iman adalah engkau beriman kepada Allah,
malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dangan-Nya, para rasul-Nya dan
beriman kepada harl kebangkitan.’ Jibril bertanya, Apakah Islam?
Rasulullah bersabda, ‘Islam adalah engkau beribadah kepada Allah dan
tidak menyekutukan sesuatupun dengan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan
zakat yang walib, puasa Ramadlan.’ Jibril bertanya, Apakah lhsan?
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda, ‘Ihsan adalah engkau
beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau
tidak bisa melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihatmu …
Hadits ini termasuk ahad.Contoh ke
sebelas, hadits nomor 53, yaitu hadits tentang utusan Abdul Qais yang
datang kepada Rasulullah, lalu menyambut mereka dan memerintahkan kepada
mereka empat perkara dan melarang dari empat perkara.
أمرهم بالإيمان بالله وحده قال
أتدرون ما الإيمان بالله وحده قالوا الله ورسوله أعلم قال شهادة أن لا إله
إلا الله وأن محمدا رسول الله وإقام الصلاة وإيتاء الزكاة وصيام رمضان وأن
تعطوا من المغنم الخمس
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Salam memerintah mereka agar beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
semata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bertanya, ‘Tahukah
kalian, apakah beriman kepada Allal semata itu? Mereka menjawab, Allah
dan Rasul-Nya lebih tahu. Beliau menerangkan, syahadat (persaksian)
bahwa tidak ilah yang haq kecuali Allah dan Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wa Salam itu Rasulullah, menegakkan shalat, memberikan zakat, puasa
Ramadlan dan memberikan seperlima dari ghanimah…
Ini juga berbicara tentang iman.Contoh ke
duabelas, hadits nomor 1331, dan di beberapa tempat lainnya, dari jalan
Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhu
أن النبي صلى الله عليه وسلم بعث
معاذا رضى الله تعالى عنه إلى اليمن فقال ادعهم إلى شهادة أن لا إله إلا
الله وأني رسول الله فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن الله قد افترض عليهم
خمس صلوات في كل يوم وليلة فإن هم أطاعوا لذلك فأعلمهم أن الله افترض عليهم
صدقة في أموالهم تؤخذ من أغنيائهم وترد على فقرائهم
Bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Salam mengutus Mu’adz Radhiallahu ‘anhu ke Yaman, lalu
Rasulullah bersabda, ‘Serulah mereka kepada syahadat (persaksian) bahwa
tidak ilah yang haq kecuali Allah dan bahwasanya aku Rasulullah. Jika
mereka mentaatimu dalam hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa
Allah telah mewajibkan kepada mereka shalat lima kali sehari semalam.
Jika mereka mentaatimu dalam hal itu, maka beritahukanlah kepada mereka
bahwa Allah mewajibkan kepada mereka zakat dalam harta mereka yang
diambil dari orang-orang kaya mereka dan diberikan kepada orang-orang
fakir mereka.
Hadits yang mulia ini diterima oleh
seluruh ulama. Apakah hadits ini bukan berbicara masalah aqidah? Bahkan
ini merupakan asas dalam Islam. Tidak ada Islam tanpa syahadatContoh
ketigabelas, dari selain Bukhari. Yaitu hadits yang masyhur dan telah
diterima oleh para ulama.
إن الرقى والتمائم والتولة شرك
Sesungguhnya mantera-mantera (yang bathil), jimat dan pelet termasuk bagian syirik.
Tentunya mantera-mantera yang dimaksudkan
disini adalah mantera yang bathil. Karena ruqyah (pengobatan dangan
bacaan) itu ada dua, ada yang syar’i dan yang tidak syar’i. Hadits ini
juga ahad, dan masih banyak lagi contoh-contoh tentang hadits ahad yang
berkaitan dangan aqidah, dan diterima oleh para ulama.PEMBAGIAN HADITS MENJADI MUTAWATIR DAN AHAD
Pembagian hadits menjadi mutawatir dan ahad, memang ada dalam kaidah ilmu hadits. Namun perlu diketahui, bahwa para ulama membagi hadits menjadi mutawatir dan ahad bukan untuk menolak hadits.
Pembagian hadits menjadi mutawatir dan ahad, memang ada dalam kaidah ilmu hadits. Namun perlu diketahui, bahwa para ulama membagi hadits menjadi mutawatir dan ahad bukan untuk menolak hadits.
Pembagian itu merupakan tinjauan ilmiah,
berdasarkan jumlah (banyak atau sedikitnya) perawi yang meriwayatkannya.
Sebagian tinjauan mereka berdasarkan shahih dan lemahnya suatu riwayat.
Berdasarkan jumlah perawinya, jika perawi
suatu hadits itu banyak, maka para ulama mengatakan bahwa hadits itu
mutawatir, meskipun mereka masih berbeda pendapat tentang batasan banyak
atau sedikit. Juga ada definisi lain tentang mutawatir ini, yaitu jika
hadits tersebut diketahui keshahihannya dan diterima secara mutlak oleh
para ulama. Definisi ini dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah.
Adapun hadits ahad, yaitu hadits di bawah mutawatir. Mereka membagi menjadi:
- Gharib, yaitu hadits yang hanya
diriwayatkan oleh satu orang sahabat saja, sebagaimana hadits pada
contoh pertama dan ke empat di atas.
- Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat, walaupun lafazhnya agak berbeda.
- Masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang sahabat yang berbeda.
- Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat, walaupun lafazhnya agak berbeda.
- Masyhur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang sahabat yang berbeda.
Ini semua termasuk dalam bagian hadits ahad. Maka disini ada pembagian hadits menjadi hadits shahih, hasan dan dha’if.
Jika perawinya lebih dari tiga, maka disebut mutawatir. Demikian jika mengumpulkan antara dua definisi diatas. Contoh hadits seperti ini sangat banyak. Misalnya:
Jika perawinya lebih dari tiga, maka disebut mutawatir. Demikian jika mengumpulkan antara dua definisi diatas. Contoh hadits seperti ini sangat banyak. Misalnya:
من كذب علي فليتبوأ مقعده من النار
Barangsiapa yang berdusta atas namaku, maka hendaklah ia mempersiapkan tempat duduknya dari neraka.
Hadits tentang azab kubur ini juga
mutawatir maknawi (secara makna). Begitu juga tentang turunnya Isa -di
akhir zaman, munculnya Dajjal, haudh (telaga) Nabi, tentang bumi
berlapis tujuh. Dan masih banyak lagi contohnya.Adapun berdasarkan
difinisi Syaikhul Islam, yaitu hadits yang diketahui keshahihannya dan
diterima secara mutlak oleh para ulama, bisa juga disebut mutawatir. Ini
sangat banyak sekali, terutama hadits-hadits yang berada di shahih
Bukhari dan Muslim
(Majalah as-Sunnah Edisi Khusus/Tahun VIII/1425H/2004M)