Kemunculan firqah-firqah yang menggulirkan banyak
perkara baru dalam agama (bid’ah-bid’ah) –seperti golongan Sufi–, telah
mendatangkan keburukan dan ujian tersendiri terhadap keyakinan dan
amaliah umat Islam. Keburukan ini salah satunya dalam bentuk ajakan
mengagungkan Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam hanya melalui
ucapan-ucapan lisan saja, dengan mengesampingkan ajakan mengikuti
perbuatan-perbuatan beliau. Dengan begitu, mereka telah berseberangan
dengan perintah Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam, dan jalan para
Sahabat yang mulia, para Khulafa Rasyidin dan ulama-ulama setelah
mereka.
Saudaraku, ketahuilah, di antara landasan pokok kaum
Sufi dan ciri khas mereka, adalah menyebarluaskan hadits-hadits lemah,
palsu, dan cerita-cerita khayalan (khurafat) disertai mengamalkan
kandungan-kandungannya. Landasan dasar mereka yang lain, mentashhih
hadits-hadits palsu itu (menilai hadits shahih) melalui kasyf dan
manâmât, (bisikan dan mimpi) yang menyelisihi kaedah Ulama Hadits dalam
menilai satu hadits.
Bila diperhatikan, akan cukup sulit bagi Saudara
untuk menjumpai dan mendengarkan hadits shahih dalam ceramah dan
khutbah-khutbah golongan Sufi. Jarang sekali mereka menyampaikan hadits
shahih. Kalaulah mengetengahkan hadits shahih, itu pun dengan
memenggalnya dan dijadikan sebagai dalil dalam masalah yang tidak pada
tempatnya. Pasalnya, tumpuan utama mereka pada hadits-hadits dusta atas
nama Rasûlullâh (hadits palsu), hadits-hadits gharib, dan cerita-cerita
khurafat, yang semua ini ditonjolkan untuk melegalkan
keyakinan-keyakinan yang sesat, praktek syirik dan bid’ah-bid’ah.
Jumlah hadits-hadits dusta dan palsu yang di
kalangan Sufi tidak terhitung, baik muncul karena kedangkalan ilmu
mereka terhadap hadits maupun kesengajaan. Hadits-hadits dusta dan palsu
ini disebarluaskan di tengah umat sampai mengakibatkan diikutinya
hadits-hadits yang tertolak dan terbengkalainya hadits-hadits shahih.
Pada dasarnya, mereka mengakui kurang menguasai hadits dan perbedaan
hadits shahih dengan hadits yang bermasalah. Siapa saja memperhatikan
buku-buku rujukan penting mereka, akan menjumpai contoh-contoh tersebut
dengan jelas sekali.
Seorang tokoh Sufi kontemporer, ‘Abdullâh al-
Ghimâri mengaku, ” …buku-buku tentang maulid Nabi sarat dengan
hadits-hadits palsu, namun telah menjadi akidah yang mengakar pada benak
orang awam”.
Sungguh, hadits-hadits dusta sangat banyak (dalam
buku-buku Sufi). Dalam konteks ini, ada sebagian orang yang ditokohkan
dalam agama yang telah menyusun sebuah kitab berisi berbagai macam
kedustaan atas nama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan para
Sahabat yang mudah memperdayai orang-orang jahil. Meskipun si penulis
kitab mungkin tidak punya niat untuk sengaja berdusta atas nama
Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam. Bahkan orang itu mencintai
beliau, mengagungkan beliau, namun ia melakukannya (menulis
hadits-hadits dusta dalam kitabnya) lantaran tidak memiliki kemampuan
menyeleksi hadits yang benar dan hadits palsu.
Kalangan Sufi telah menjadikan aktifitas menekuni
membaca buku Dalâil Khairât (petunjuk-petunjuk kebaikan-kebaikan)
sebagai pengganti membaca al- Qur`ân. Padahal dalam buku ini terdapat
kedustaan atas nama Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa sallam dan
generasi Salaf, serta dipenuhi dengan hadits-hadits palsu dan dusta.
Begitu pula buku pegangan lain berjudul Raudhul Rayâhîn, ar-Raudhul
Fâiq, Majâlisu al-’Arâis dan kitab Maulid Ibni Hajr (al-Haitami).
Kalangan Sufi lebih menggemari membaca buku-buku
yang berbahaya tersebut yang memuat keburukan, hadits palsu dan bid’ah
yang disertai ajakan untuk menghidupkannya dengan memalsukan
hadits-hadits untuk itu. Mereka tidak memperdulikan kitab-kitab hadits
standar yang menjadi landasan umat Islam umumnya, semisal Shahîh
al-Bukhâri, Shahîh Muslim, kitab Sunan, Muwaththa, Musnad dan
kitab-kitab hadits lain yang menjadi perbendaharaan Islam dalam bidang
hadits yang sarat dengan ajaran-ajaran Rasûlullâh shallallâhu 'alaihi wa
sallam .
Saudaraku Muslim, jangan sampai engkau membaca
buku-buku beracun lagi penuh dusta tersebut, juga jangan membelinya.
Kewajiban kita adalah memegangi Kitâbullâh dan Sunnah Rasul-Nya.
Ambillah dari sumber-sumbernya yang terpercaya, yaitu kitab-kitab hadits
yang telah populer seperti Shahîhain, kitab Sunan, Musnad-musnad, kitab
Mushannaf, Muwaththa dan kitab-kitab hadits lainnya yang sudah jelas
menjadi rujukan umat. Kitab-kitab hadits ini sudah sangat memadai bagi
kita, tanpa perlu melihat buku-buku penuh racun yang tersebar di
kalangan Sufi.
Selain itu, masih ada kitab-kitab lain yang
bermanfaat dalam bahasan ini, seperti Jalâul Afhâm fifi ash-Shalâti was
Salâmi ‘ala Khairil Anâm karya Imam Ibnul Qayyim, al-Adzkâr dan Riyâdhus
Shâlihîn karya Imam Nawawi, al-Kalimu ath-Thayyibi karya Syaikhul
Islam.