Mereka yang melakukan hal tersebut biasanya berdalil berdasarkan hadits mengenai doa di antara adzan dan iqomah.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
لَا يُرَدُّ اَلدُّعَاءُ بَيْنَ اَلْأَذَانِ وَالْإِقَامَةِ
“Tidak akan ditolak doa yang
dipanjatkan antara adzan dan iqamah” [HR. Nasa’i dalam Amalul-Yaum
wal-Lailah no. 67-69, Ibnu Khuzaimah no. 425-427, dan At-Tirmidzi no.
3594; shahih].
Ada juga pada sebagian masjid sang muadzin dan para makmum bersama-sama dengan suara yang nyaring bahkan menggunakan alat pengeras suara membaca kalimat ini : ASTAGFIRULLAHAL 'ADZIM MINKULLI DZAMBIL 'ADZIM LA YAGHFIRU DZUNUBA ILLA RABBUL 'ALAMIN atau YA ALLAHU BIHA....YA ALLAHU BIHA ....YA ALLAHU BIHUSNIL KHOTIMAH berulang-ulang sambil dilagukan. Yang menjadi pertanyaan adalah, adakah tuntunannya ?
Barangkali kita pernah mendengar pula bahwa ada anjuran membaca shalawat dan meminta wasilah bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dari Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, beliau mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
سَمِعْتُمُ الْمُؤَذِّنَ فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ ثُمَّ صَلُّوا
عَلَىَّ فَإِنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
بِهَا عَشْرًا ثُمَّ سَلُوا اللَّهَ لِىَ الْوَسِيلَةَ فَإِنَّهَا
مَنْزِلَةٌ فِى الْجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِى إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ
اللَّهِ وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ أَنَا هُوَ فَمَنْ سَأَلَ لِىَ
الْوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ
“Apabila kalian mendengar mu’adzin, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, lalu bershalawatlah kepadaku,
maka sungguh siapa saja yang bershalawat kepadaku sekali, Allah akan
bershalawat kepadanya sebanyak 10x. Kemudian mintalah pada Allah wasilah
bagiku karena wasilah adalah sebuah kedudukan di surga. Tidaklah layak
mendapatkan kedudukan tersebut kecuali untuk satu orang di antara
hamba Allah. Aku berharap aku adalah dia. Barangsiapa meminta wasilah
untukku, dia berhak mendapatkan syafa’atku.” (HR. Muslim no. 875)
Dari
hadits di atas jelas bahwa ada tuntunan bershalawat dan wasilah bagi
beliau setelah adzan. Dari sinilah sebagian muadzin berdalil akan
agungnya amalan shalawat setelah adzan sampai-sampai dikeraskan dengan
pengeras suara.
Perlu
diketahui bahwa amalan mengeraskan suara setelah kumandang adzan telah
dibahas oleh para ulama akan kelirunya dan digolongkan sebagai bid’ah
sayyi’ah (bukan bid’ah hasanah). Kita dapat menemukan pernyataan
tersebut, di antaranya dalam perkataan Syaikh Sayyid Sabiq –rahimahullah- yang mungkin saja di antara kita telah memiliki atau membaca buku fiqih karya beliau, yakni Fiqih Sunnah.
Syaikh Sayyid Sabiq –rahimahullah- berkata,
"Mengeraskan bacaan shalawat dan salam bagi Rasul setelah adzan adalah sesuatu yang tidak dianjurkan. Bahkan amalan tersebut termasuk dalam bid’ah yang terlarang. Ibnu Hajar berkata dalam Al Fatawa Al Kubro,
“Para guru kami dan selainnya telah menfatwakan bahwa shalawat dan
salam setelah kumandang adzan dan bacaan tersebut dengan dikeraskan
sebagaimana ucapan adzan yang diucapkan muadzin, maka mereka katakan
bahwa shalawat memang ada sunnahnya, namun cara yang dilakukan tergolong
dalam bid’ah. “
Syaikh Muhammad Mufti Ad Diyar Al Mishriyah ditanya mengenai shalawat dan salam setelah adzan (dengan dikeraskan). Beliau rahimahullah menjawab, “Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Khoniyyah
bahwa adzan tidak terdapat pada selain shalat wajib. Adzan itu ada 15
kalimat dan ucapkan akhirnya adalah “Laa ilaha illallah”. Adapun ucapan
yang disebutkan sebelum atau sesudah adzan (dengan suara keras
sebagaimana adzan), maka itu tergolong dalam amalan yang tidak ada asal usulnya (baca: bid’ah).
Kekeliruan tersebut dibuat-buat bukan untuk tujuan tertentu. Tidak ada
satu pun di antara para ulama yang mengatakan bolehnya ucapan keliru
semacam itu. Tidak perlu lagi seseorang menyatakan bahwa amalan itu termasuk bid’ah hasanah. Karena setiap bid’ah dalam ibadah seperti contoh ini, maka itu termasuk bid’ah yang jelek
(bukan bid’ah hasanah, tetapi masuk bid’ah sayyi-ah, bid’ah yang
jelek). Siapa yang klaim bahwa seperti ini bukan amalan yang keliru,
maka ia berdusta.” (Berakhir nukilan dari Syaikh Sayyid Sabiq)
Lihatlah Syaikh rahimahullah
sendiri menganggap bahwa bid’ah dalam masalah ibadah bukanlah masuk
bid’ah hasanah, beliau golongkan dalam bid’ah sayyi’ah. Renungkanlah
saudaraku yang selalu beralasan dengan "bid’ah hasanah" atas perbuatan
keliru yang jelas jauh dari tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam! Perhatikanlah ucapan seorang alim ini! Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Yang beliau ajarkan adalah do’a sesudah adzan tidak dikeraskan (dengan pengeras suara) sebagaimana adzan.
Adapun do’a sesudah adzan yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan sebagaimana disebutkan dalam hadits berikut. Dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ
رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ
مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا
الَّذِى وَعَدْتَهُ ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘Allahumma
robba hadzihid da’watit taammati wash sholatil qoo-imah, aati
Muhammadanil wasilata wal fadhilah, wab’atshu maqoomam mahmuuda alladzi
wa ‘adtah’ [Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna
ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad
wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang
mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom
(kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan
mendapatkan syafa’atku kelak.” (HR.Bukhari no. 614 ).
Namun
sekali lagi bacaan do'a adzan ini tidak perlu dikeraskan setelah adzan
dengan pengeras suara agar tidak membuat rancu dan tidak membuat orang
salah menganggap itu masih lafazh adzan.
Wallahu waliyyut taufiq.
Reference: Fiqih Sunnah, Syaikh Sayyid Sabiq, 1/ 91, Muassasah Ar Risalah
Sumber:www.rumaysho.com dengan sedikit penambahan.