0 Comment
LPPI pernah mendapatkan surat pernyataan dari Osman Ali Babseil (PO Box 3458 Jedah, Saudi Arabia, dengan nomor telepon 00966-2-651 7456). Usianya kini sekitar 74 tahun, lulusan Cairo University tahun 1963.
Dengan sungguh-sungguh seraya berlepas diri dari segala dendam, iri hati, ia menyatakan:
  1. Sebagai teman dekat sewaktu mahasiswa di Mesir pada tahun 1958-1963, saya mengenal benar siapa saudara Dr. Quraish Shihab itu dan bagaimana perilakunya dalam membela aqidah Syi’ah.
  2. Dalam beberapa kali dialog dengan jelas dia menunjukkan sikap dan ucapan yang sangat membela Syi’ah dan merupakan prinsip baginya.
  3. Dilihat dari dimensi waktu memang sudah cukup lama, namun prinsip aqidah terutama bagi seorang intelektual, tidak akan mudah hilang/dihilangkan atau berubah, terutama karena keyakinannya diperoleh berdasarkan ilmu dan pengetahuan, bukan ikut-ikutan.
  4. Saya bersedia mengangkat sumpah dalam kaitan ini dan pernyataan ini saya buat secara sadar bebas dari tekanan oleh siapapun.
Pernyataan itu dibuat Osman Ali Babseil sepuluh tahun lalu (Maret 1998), namun hingga kini masih relevan, karena Quraish Shihab pun hingga kini terbukti masih menyebarluaskan doktrin Syi’ah.
Ke-Syi’ah-an Quraish Shihab juga terlihat ketika ia meluncurkan Ensiklopedi Al-Qur’an: Kajian Kosa Kata dan Tafsirnya, yang diterbitkan oleh Bayt Al-Qur’an dan Museum Istiqlal bekerjasama dengan Yayasan Bimantara (2007). Salah satu indikasinya, dalam Ensiklopedi itu terlalu gandrung menggunakan tafsir Syi’ah Al Mizan karangan Tabataba’i sebagai referensi dalam penulisan entri. Bahkan dapat dikatakan, rujukan utama Ensiklopedi ini adalah tafsir Syi’ah yang memberikan penafsiran terhadap Al-Qur’an sesuai dengan pemahaman aliran Syi’ah yang memusuhi sahabat-sahabat Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam.
Contoh lain ketika ia menerbitkan buku berjudul Sunnah-Syi’ah Bergandengan Tangan! Mungkinkah? Pada buku itu antara lain dikatakan, bahwa di antara Sunnah-Syi’ah terdapat kesamaan dalam prinsip-prinsip ajaran, sedang dalam rinciannya terdapat perbedaan. Namun persamaannya jauh lebih banyak. Ini bisa dilihat dari masalah keimanan kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan hari kemudian, ketaatan kepada Rasul dan mengikuti apa yang dinilai sah bersumber dari beliau, serta melaksanakan Rukun Islam yang lima.
Benarkah demikian?
Dalam buku Syi’ah sendiri dinyatakan: Abi Abdullah berpesan; sesungguhnya dunia dan akhirat adalah kepunyaan Imam, diberikannya kepada yang dikehendakinya dan ditolaknya bagi yang tak diingininya. Ini kekuasaan yang diberikan oleh Allah kepada Imam. Sebagaimana ditulis oleh Muhammad bin Ya’kub al-Kulaini dalam kitab Ushul Kafi,khususnya pada bab yang berjudul Bumi Seluruhnya Adalah Milik Imam.
Salah satu ulama Syi’ah lainnya, Jakfar as-Shadiq  diklaim mengatakan:
“Yang punya bumi adalah Imam, maka apabila Imam keluar kepadamu cukuplah akan menjadi cahaya (nur). Manusia tidak akan memerlukan matahari dan bulan.” (lihatTarjumah Maqbul Ahmad, hal. 339). Tarjumah Maqbul Ahmad. (bahasa Urdu) hal. 339. Diterjemahkan secara harfiyah
Padahal, Allah subhanahu wa ta’ala mengatakan dalam Al-Qur’an, surat al-Araf:

Ø¥ِÙ†َّ الْØ£َرْضَ Ù„ِÙ„َّÙ‡ِ ÙŠُورِØ«ُÙ‡َا Ù…َÙ†ْ ÙŠَØ´َاءُ

“Sesungguhnya bumi adalah kepunyaan Allah, diwariskan kepada orang yang dikehendaki-Nya”. (QS Al-A’raf: 128)
Menurut Quraish pula, secara bahasa Suni atau Sunah berarti perilaku atau tindakan Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan Syi’ah berarti mengikuti, maksudnya adalah menjadi pengikut Nabi Muhammad shallallohu ‘alaihi wa sallam. Karena itu, semua Sunah adalah Syi’ah, dan semua Syi’ah adalah Sunah. Karena mereka yang mengikuti perilaku Rasulullah shallallohu ‘alaihi wa sallam adalah pengikutnya Rasulullahshallallohu ‘alaihi wa sallam dan begitu juga sebaliknya.
Padahal, makna Syi’ah adalah pengikut (‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu).Quraish jelas telah memanipulasi makna Syi’ah. Kalau Sunnah dan Syi’ah tidak ada perbedaan, tentu tak perlu repot-repot mengidentifikasikan dirinya dengan nama yang berbeda. (lihat tulisan nahimunkar.com berjudul Ahmadiyah, Syi’ah dan Liberal, April 7, 2008 2:30 am).
Apakah Quraish Shihab cukup menyuntikkan faham Syi’ah lewat pendapatnya saja atau dia juga aktif di lembaga yang ditengarai menyebarkan Syi’ah? Berikut ini beritanya:

Aktif di Lembaga Iran

Kembali tentang Syi’ah di Indonesia, lebih dari itu, Iran memiliki lembaga pusat kebudayaan Republik Iran, ICC (Islamic Cultural Center), berdiri sejak 2003 di bilangan Pejaten, Jakarta Selatan. Dari ICC itulah didirikannya Iranian Corner di 12 tempat tersebut, bahkan ada orang-orang yang aktif mengajar di ICC itu. Menurut Majalah Hidayatullah yang mewawancarai pihak ICC, di antara orang-orang yang mengajar di ICC itu adalah kakak beradik: Umar Shihab (salah seorang Ketua MUI –Majelis Ulama Indonesia Pusat–?) dan Prof. Quraish Shihab (mantan rector IAIN Jakarta dan Menteri Agama zaman Soeharto selama 70 hari, pengarang tafsir Al-Mishbah), Dr Jalaluddin Rakhmat, Haidar Bagir, dan O. Hashem penulis produktif yang meninggal akhir Januari 2009. Begitu juga sejumlah keturunan alawiyinatau habaib, seperti Agus Abu Bakar al-Habsyi dan Hasan Daliel al-Idrus.
Di samping itu banyak tokoh Islam Indonesia yang diundang untuk berkunjung ke Iran, kemudian ngomongnya sudah pelo, ada yang menganggap perbedaan Syi’ah dengan Sunni bukan perbedaan principal dan sebagainya. Tanpa malu-malu mereka telah menjilat Iran, padahal negeri itu adalah pembantai Ulama-ulama Sunni, bahkan penghancur masjid-masjid dan kitab-kitab rujukan Sunni.
Syi’ah di Iran yang memusnahkan Ahlis Sunnah itu di Indonesia berpenampilan seakan lemah lembut. Hingga banyak kaum ibu yang tertarik ikut ke pengajian-pengajian mereka. Bahkan Syi’ah merekrut para pemuda untuk diberi bea siswa untuk dibelajarkan ke Iran. Kini ada 300-an mahasiswa Indonesia yang dibelajarkan di Iran, disamping sudah ada 200-an yang pulang ke Indonesia dengan mengadakan pengajian ataupun mendirikan yayasan dan sebagainya. Di antaranya seperti ditulis Majalah Hidayatullah:
Sekembalinya ke tanah air, para lulusan Iran ini aktif menyebarkan faham Syi’ah dengan membuka majelis taklim, yayasan, sekolah, hingga pesantren. Di antaranya Ahmad Baraqbah yang mendirikan Pesantren al-Hadi di Pekalongan (sudah hangus dibakar massa),ada juga Husein al-Kaff yang mendirikan Yayasan Al-Jawwad di Bandung, dan masih puluhan yayasan Syi’ah lainnya yang tersebar di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi.
Menurut pusat data lembaga penelitian Syi’ah di Yogyakarta, Rausyan Fikr, seperti disampaikan dalam makalah yang ditulis oleh Pengurus wilayah Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Yogyakarta, AM Safwan, pada tahun 2001, terdapat 36 yayasan Syi’ah di Indonesia dengan 43 kelompok pengajian. Sebanyak 21 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat provinsi, dan 33 yayasan/ kelompok pengajian di tingkat kabupaten Kota.

Posting Komentar Blogger

 
Top