Di atas ini adalah scan komentar seorang Syiah yang sangat aktif menyebarkan fahamnya melalui situs jejaring sosial Facebook.
Dalam komentarnya itu dia mengatakan bahwa Imam Bukhari, Imam Muslim dan Imam Ibnu Hajar adalah para ulama kafir.
"Bukharak, muslim, ibnu hajar dkk telah kafir karena mengkafirkan seorang mukmin sejati min (Baca: dari) Ahlulbayt."
Yang perlu dipertanyakan, mengapa dia menuduh para ulama mulia dan imam besar Islam itu kafir?
Dari
komentarnya diatas bisa dipahami "kekafiran" mereka dikarenakan
hadis-hadis yang mereka riwayatkan riwayatkan dalam kitab-kitab hadis
yang mereka susun. Nah, siapakah Ahlulbayt yang dimaksudnya?
Abu
Thalib adalah jawabannya. Mengapa? Karena beliau lah satu-satunya tokoh
yang diperjuangkan vonis keimanannya secara mati-matian oleh para ulama
Syiah.
Hal ini semakin mudah Anda fahami jika membaca Tanya-Jawab syariah berikut ini,
Apakah
Abu Thalib Mati Kafir?
Tanya:
Saya membaca buku tentang
Ali bin Abi Thalib.
Dalam Bab 5 tentang
Keluarga Hasyim, penulis menyampaikan kontroversi tentang keislaman Abu Thalib. Dia mengutip Dr.
Muhammad at Tawanjik,yang menulis, mengumpulkan dan mempelajari syair-syair Abu
Talib dalam antologi Diwan Abi Talib. di hal 23 penulis menyatakan,
“Ada tiga pendapat
tentangkeislaman Abu Talib. Satu golongan menganggap ia mati sebagai musyrik;
golongan kedua meyakinkan ia meninggal sebagai Muslim; yang
lain mengatakan ia sudah Islam dan beriman tetapi menyembunyikan keimanannya.”
(cetakan miring untuk menandai kutipan sesuai asli)
Lebih lanjut, pada hlm
yang sama penulis mengutip keterangan Ibn Abi al-Hadid dalam ulasannya mengenai
Nahjul Balagah menengaskan:
“Secara ringkas,
berita-berita tentang dia sudah menganut Islam banyak sekali, dan sumber yang
mengatakan dia meninggal masih dalam kepercayaan masyarakatnya juga tidak
sedikit.”
“Golongan yang mengatakan
dia sudah Islam berpendapat, bahwa ketika Muhammadsallallahu’alaihi
wasallam diutus sebagai nabi, Abu Talib sudah masuk Islam sudah percaya, tetapi
dia tidak mau berterus terang menyatakan keimanannya. Bahkan menyembunyikannya
suoaya dapat mengadakan pembelaan kepada Rasullullah sallallahu ‘alaihi
wasallam. Alasannya kalu ia menyatakan keislamannya, ia akan sama seperti
Muslimin yang lain, Quraisy akan menjauhi dan membencinya. Mereka mengemukakan
bukti-bukti keislamannya itu, antara lain, perlindungannya terhadap terhadap
kemenakannya itu, ia mau menderita bersama-sama, pernyataannya dalam
syair-syairnya dengan sumber yang kuat dan saat ia dalam sekarat Abbas
mendengar ia mengucapkan kalimat syahadat, La ilaha illa Allah.” (dikutip
sesuai asli)
Mohon pencerahannya.
Terima kasih
Jawaban:
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits
Bismillah was shalatu was
salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Sebelumnya kami perlu
sampaikan bahwa pembahasan tentang status islam dan tidaknya Abu Thalib, bukan
dalam rangka main vonis takfir atau kapling-kapling neraka untuk
orang lain. Apalagi jika dianggap membenci ahlu bait Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jelas ini tuduhan yang sangat
jauh. Kita beriman bahwa Abu Lahab mati kafir, karena Allah mencela habis di
surat al-Lahab, meskipun Abu Lahab adalah paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jelas kita tidak boleh mengatakan, mengkafirkan Abu Lahab
berarti membenci ahlul bait Nabishallallahu
‘alaihi wa sallam.
Kita membahas status
kekafiran Abu Thalib, dalam rangka meluruskan pemahaman, agar sesuai dengan
dalil hadis dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan bukan mengikuti
klaim kelompok tertentu yang tidak bertanggung jawab.
Terkait status Abu
Thalib, terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa dia mati kafir,
Pertama, peristiwa
kematian Abu Thalib,
Dari Musayib bin Hazn,
beliau menceritakan,
أَنَّهُ لَمَّا
حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ
أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ: ” يَا عَمِّ، قُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ،
كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ ” فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ
اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ
المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو
طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى
أَنْ يَقُولَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ
عَنْكَ» فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ} [التوبة: 113]
الآيَةَ
Ketika Abu Thalib
hendak meninggal dunia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatanginya.
Di dekat Abu Thalib, beliau melihat ada Abu Jahal bin Hisyam, dan Abdullah bin
Abi Umayah bin Mughirah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan
kepada pamannya, ”Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallah, kalimat yang aku
jadikan saksi utk membela paman di hadapan Allah.” Namun Abu Jahal dan Abdullah
bin Abi Umayah menimpali, ’Hai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul
Muthalib?’
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus mengajak pamannya untuk mengucapkan
kalimat tauhid, namun dua orang itu selalu mengulang-ulang ucapannya. Hingga
Abu Thalib memilih ucapan terakhir, dia mengikuti agama Abdul Muthalib dan
enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertekad, ”Demi Allah, aku akan memohonkan
ampunan untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.”
Lalu Allah menurunkan
firman-Nya di surat at-Taubah: 113. dan al-Qashsas: 56. (HR. Bukhari 1360 dan
Muslim 24)
Firman Allah di surat
at-Taubah:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي
قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi
Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat
(Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah
penghuni neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113).
Firman Allah di surat al-Qashsas:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي
مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak
akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Kedua, kesedihan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam akan kematian Abu Thalib yang tidak masuk islam.
Terkait sikap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap kematian Abu Thalib, turun dua ayat
di atas.
1. Firman Allah di
surat at-Taubah:
مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ
وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي
قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ
”Tiadalah sepatutnya bagi
Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum Kerabat
(Nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni
neraka jahanam.” (QS. At-Taubah: 113).
2. Firman Allah di surat al-Qashas:
إِنَّكَ لَا تَهْدِي
مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَهُوَ أَعْلَمُ
بِالْمُهْتَدِينَ
Sesungguhnya kamu tidak
akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi
petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui
orang-orang yang mau menerima petunjuk. (QS. Al-Qashsas: 56)
Ibnu Katsir mengutip
keterangan beberapa ulama tafsir sahabat dan Tabiin,
قال ابن عباس، وابن
عمر، ومجاهد، والشعبي، وقتادة: إنها نزلت في أبي طالب حين عَرَضَ عليه رسولُ الله
صلى الله عليه وسلم أن يقول: “لا إله إلا الله” فأبى عليه ذلك. وكان آخر ما قال:
هو على ملة عبد المطلب.
Ibnu Abbas, Ibnu Umar,
Mujahid, as-Sya’bi, dan Qatadah mengatakan, ayat ini turun berkaitan dengan Abu
Thalib, ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajak dia untuk
mengucapkan laa ilaaha illallah, namun dia enggan untuk mengucapkannya. Dan
terakhir yang dia ucapkan, bahwa dia mengikuti agama Abdul Muthalib. (Tafsir Ibn
Katsir, 6/247).
Adanya dua ayat di
atas, merupakan bukti sangat nyata bahwa Abu Thalib mati dalam kondisi tidak
islam.
Ketiga, beberapa hadis
yang menegaskan Abu Thalib mati kafir
1. Hadis dari Abbas
bin Abdul Muthalib radhiyallahu ‘anhu, beliau bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَا أَغْنَيْتَ عَنْ
عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ؟
“Apakah anda tidak bisa
menolong paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena anda.”
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ
مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
”Dia berada di permukaan neraka. Andai bukan karena aku, niscaya
dia berada di kerak neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari 3883).
2. Dari Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَذُكِرَ عِنْدَهُ عَمُّهُ أَبُو
طَالِبٍ، فَقَالَ: «لَعَلَّهُ تَنْفَعُهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ القِيَامَةِ،
فَيُجْعَلُ فِي ضَحْضَاحٍ مِنَ النَّارِ يَبْلُغُ كَعْبَيْهِ، يَغْلِي مِنْهُ
أُمُّ دِمَاغِهِ»
Suatu ketika ada orang
yang menyebut tentang paman Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam yaitu Abu Thalib di
samping beliau. Lalu beliau bersabda,
“Semoga dia mendapat syafaatku pada hari
kiamat, sehingga beliau diletakkan di permukaan neraka yang membakar mata
kakinya, namun otaknya mendidih.” (HR. Bukhari 6564, Muslim 210, dan yang
lainnya).
3. Hadis dari Jabir
bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,
سُئِلَ النَّبِيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ أَبِي طَالِبٍ هَلْ تَنْفَعُهُ نُبُوَّتُكَ؟
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang Abu Thalib, apakah status
kenabian anda bisa bermanfaat baginya?
Jawab Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
نَعَمْ، أَخْرَجْتُهُ
مِنْ غَمْرَةِ جَهَنَّمَ إِلَى ضَحْضَاحٍ مِنْهَا
”Bisa bermanfaat, aku
keluarkan dia dari kerak jahanam ke permukaan neraka” (HR. Abu Ya’la al-Mushili dalam Musnadnya no.
2047).
4. Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
أَهْوَنُ أَهْلِ
النَّارِ عَذَابًا أَبُو طَالِبٍ، وَهُوَ مُنْتَعِلٌ بِنَعْلَيْنِ يَغْلِي
مِنْهُمَا دِمَاغُهُ
”Penduduk neraka yang
paling ringan siksanya adalah Abu Thalib. Dia diberi dua sandal yang
menyebabkan otaknya mendidih.” (HR. Ahmad 2636, Muslim 212, dan yang lainnya).
Mengapa Abu Thalib malah
disiksa?
Jika Abu Thalib mati
muslim, berhasil mengucapkan laa ilaaha illallah, maka status Abu Thalib adalah
sahabat yang husnul khotimah. Namun Mengapa Abu Thalib malah disiksa?
Jika dia muslim, tentu
beliau tidak akan mendapatkan hukuman dengan kondisi mengerikan seperti itu.
Karena ketika orang masuk islam, semua dosa kekufuran di masa silam akan
menjadi diampuni Allah. Sehingga jawabannya, dia disiksa karena dia meninggal
dalam kondisi kafir.
Dia Penolong Dakwah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Kita sepakat hal ini.
Abu Thalib memiliki jasa besar, membantu dan melindungi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama dakwah di Mekah. Inipun diakui para
sahabat. Dan karena jasa besar Abu Thalib, para sahabat bertanya kepada Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam, apakah beliau bisa menyelamatkan Abu Thalib?.
Ini menunjukkan bahwa
para sahabat telah memahami bahwa Abu Thalib mati kafir. Karena jika Abu Thalib
mati muslim, tentu para sahabat tidak akan menanyakan hal itu. Kita tidak
jumpai, sahabat bertanya, apakah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam memberi syafaat kepada
Khadijah, Hamzah, Ruqayah atau Ummu Kultsum?, para keluarga beliau yang
meninggal mendahului beliau.
Karena mereka semua
mati muslim. Berbeda dengan Abu Thalib, para sahabat mempertanyakan apakah
posisi beliau bisa memberikan pertolongan kepada Abu Thalib yang membantu
sewaktu dakwah di Mekah.
Kesaksian Abbas?
Anda bisa perhatikan
hadis dari Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu
‘anhu, ketika beliau
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
مَا أَغْنَيْتَ عَنْ
عَمِّكَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَحُوطُكَ وَيَغْضَبُ لَكَ؟
“Apakah anda tidak bisa
menolong paman anda?, karena dia selalu melindungi anda dan marah karena anda.”
Kita bisa memahami,
Abbas bertanya demikian, karena Abbas juga meyakini bahwa Abu Thalib mati
kafir.
Jawaban Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
هُوَ فِي ضَحْضَاحٍ
مِنْ نَارٍ، وَلَوْلاَ أَنَا لَكَانَ فِي الدَّرَكِ الأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ
”Dia berada di permukaan
neraka. Andai bukan karena aku, niscaya dia berada di kerak neraka.” (HR. Ahmad 1774 dan Bukhari 3883).
Hadis ini diriwayatkan
Imam Ahmad, Bukhari, dan yang lainnya. Inilah keterangan yang lebih meyakinkan
tentang sikap Abbas terhadap kematian Abu Thalib. Lalu dimana riwayat yang
menyebutkan keterangan Abbas bahwa Abu Thalib telah mengucapkan laa ilaaha
illallaahdi detik kematiannya?
Tidak lain, keterangan
ini adalah kedustaan Syiah, untuk menguatkan klaim mereka tentang keislaman Abu
Thalib.
Keempat, tentang kitab
Nahjul Balaghah
Penulis kitab ini
Muhamad bin Husain as-Syarif ar-Ridha, tokoh syiah abad 5 H. Kitab ini berisi
khutbah, nasehat, dan pesan-pesan sahabat Ali bin Abi Thalib. Namun uniknya,
semuanya disampaikan tanpa sanad. Bahkan banyak ulama yang menegaskan bahwa isi
buku Nahjul Balaghah adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi Thalib radhiyallahu
‘anhu. Berikut beberapa keterangan mereka,
1. Keterangan Imam
ad-Dzahabi dalam al-Mizan,
ومن طالع كتابه ” نهج
البلاغة ” ؛ جزم بأنه مكذوب على أمير المؤمنين علي (ع)، ففيه السب الصراح والحطُّ
على أبي بكر وعمر، وفيه من التناقض والأشياء الركيكة والعبارات التي من له معرفة
بنفس القرشيين الصحابة، وبنفس غيرهم ممن بعدهم من المتأخرىن، جزم بأن الكتاب أكثره
باطل
Orang yang membaca
kitab ‘Nahjul Balaghah’ dia bisa memastikan bahwa itu kedustaan atas nama
Amirul Mukminin, Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dalam kitab ini
terdapat celaan dan penghinaan terang-terangan kepada Abu Bakr dan Umar.
Kemudian terdapat pertentangan dan berbagai macam pendapat sangat lemah, serta
ungkapan yang jika dinilai oleh orang yang memahami karakter sahabat Quraisy,
karakter ulama lainnya setelah mereka, maka dia bisa menyimpulkan bahwa kitab
ini umumnya adalah kebatilan. (Mizan al-I’tidal, 3/124).
2. Keterangan Syaikhul Islam,
فأكثر الخطب التي
ينقلها صاحب “نهج البلاغة “كذب على علي، الإمام علي (ع) أجلُّ وأعلى قدرا من أن
يتكلم بذلك الكلام، ولكن هؤلاء وضعوا أكاذيب وظنوا أنها مدح، فلا هي صدق ولا هي
مدح
Umumnya khutbah yang
disebutkan penulis ‘Nahjul Balaghah’ adalah kedustaan atas nama Ali bin Abi
Thalib. Imam Ali terlalu mulia untuk menyampaikan khutbah demikian. Namun
mereka (syiah) membuat kedustaan dan mereka yakini sebagai bentuk pujian.
Khutbah ini tidak jujur dan bukan pujian. (Minhajus Sunah, 8/28).
3. Keterangan dalam kitab Mukhtashar
at-Tuhfah al-Itsna Asyarah,
ومن مكائدهم – أي
الرافضة – أنهم ينسبون إلى الأمير من الروايات ما هو بريء منه ويحرفون عنه، فمن
ذلك “نهج البلاغة” الذي ألفه الرضي وقيل أخوه المرتضى، فقد وقع فيه تحريف كثير
وأسقط كثيرا من العبارات حتى لا يكون به مستمسك لأهل السنة
Termasuk penipuan
mereka – orang syiah –, mereka mengklaim berbagai riwayat atas nama Amirul
Mukminin Ali, yang beliau sendiri berlepas diri darinya, sementara mereka
menyimpangkannya. Diantaranya kitab ‘Nahjul Balaghah’ yang ditulis oleh
ar-Ridha, ada yang mengatakan saudaranya, yaitu al-Murtadha. Dalam buku ini
terdapat banyak penyimpangan riwayat dan banyak ungkapan yang tidak layak,
sehingga kitab ini tidak dijadikan rujukan dalam ahlus sunah. (Mukhtashar
at-Tuhfah al-Itsna Asyarah, hlm 36).